Sabtu, 15 Agustus 2020
___________________[Ryujin POV]
"Ryujin, tolong cuciin selada yang Bunda taruh di Kulkas dong, Nak!" kata Bunda yang lagi sibuk motongin daging ikan salmon.
Gue yang lagi main sama Bami, alias kucing gue pun langsung meluncur ke dapur.
"siappp Bundaaa!!" jawab gue.
"terimakasih Ryujin sayaaaang." kata Bunda.
*
Weekend gini, gue sama Bunda di rumah aja. Menghabiskan waktu berdua setelah melewati kesibukan yang ga ada habisnya tiap hari Senin sampai Jumat.
Bunda gue, beliau bernama Yoo Jeongyeon. Wanita berusia 39 tahun yang merupakan sosok panutan gue yang amat gue kagumi. Kalau gue bilang bahwa gue adalah orang paling beruntung di dunia karena punya Bunda sehebat beliau, itu bukan bohongan.
Karena itu adalah fakta. Bunda gue, beliau sehebat itu.
Ditengah kesibukannya sebagai seorang pengacara, Bunda masih bisa ngurus gue dengan baik, walaupun beliau hanya merawat gue sendirian sejak usia gue 10 tahun. Single parent.
*
Semua bermula dari seorang Pria yang merupakan Ayah kandung gue berselingkuh dengan wanita lain, dan melakukan tindak kekerasan terhadap Bunda.
Di usia sedini itu, gue harus menyaksikan betapa ngerinya tamparan demi tamparan yang melayang, hingga berakhir di meja hijau sidang perceraian.
Terhitung 7 tahun gue dan Bunda hanya hidup berdua, selama itu juga kami bahagia.
Emang paling bener gini terus aja. Gue ga perlu figur seorang Ayah atau orang tua kedua dalam hidup gue. Cukup Bunda seorang, itu udah lebih dari segala-galanya bagi gue.
Pokoknya Bunda gaboleh nikah lagi!
***
[Jeongyeon POV]
"Bunda hari ini masak apaa?" Tanya Ryujin yang lagi ngeliatin gue masak.
"Bunda mau bikin grilled salmon with dill sauce nih. Kemaren si Kadek masak itu di Master Chef. Bunda jadi penasaran." jawab gue sambil senyum sekilas ke Ryujin, anak gue.
"uwaaa!!! Dari namanya aja udah keliatan enak banget Bun!" kata Ryujin. "apalagi kalo Bunda yang masak. Yummm!!!!" sambung Ryujin.
Ryujin emang paling jago ngegombal. Anaknya manis banget. Anak gue, kesayangan gue.
Ryujin ketawa dan bantuin gue ini-itu tanpa gue perintah.
*
Tiap hari ga henti-hentinya gue bersyukur karena telah dikaruniai seorang putri yang benar-benar bisa ngertiin gue.
Terlebih sejak 7 tahun lalu, yang ga bisa gue sanggah, kejadian itu meninggalkan trauma di dalam diri gue dan tentunya di dalam diri Ryujin.
Tentang seberapa kejam Ayahnya, yang bahkan gue males untuk nyebut nama Pria Bajingan itu.
*
Setelah palu diketuk pertanda sidang cerai sudah berakhir, sejak itu juga gue sama Ryujin hidup berdua aja. Ngerawat Ryujin sendirian sejak usianya 10 tahun sampai sekarang, 17 tahun, sebenernya bukan hal berat untuk gue.
Tapi jujur, gue kesepian.
Eksistensi Ryujin dalam hidup gue memanglah cukup untuk mengobati kesendirian ini. Tapi yang namanya manusia, hakikatnya butuh pasangan.