Delapan

192 37 2
                                    

"Kamu udah, kan? Sekarang giliran kakak."

Soobin berkedip beberapa kali, merasa bingung dengan pernyataan Yeonjun. Ketika ia mulai paham, pemuda itu menyanggah dengan cepat.

"Eh, tunggu! Aku belum selesai tanya tau!"

Yeonjun menggeleng. "Gantian dulu."

Soobin merengut, namun tak dapat menolak.

"Baiklah. Kakak mau nanya apa?" tanya Soobin.

"Bukan pertanyaan serius sih, aku hanya penasaran." Yeonjun memberikan jeda. "Kamu selama di jalanan dapat uang untuk makan minum dari mana? Kamu mencuri?"

Yang ditanya mendengus kasar. Ia menatap nyalang Yeonjun. "Soobin anak baik tau! Kakak kan lihat waktu itu kalau aku gak mencuri."

"Iya sih..." Yeonjun manggut-manggut.

"Nah!" Soobin menepuk tangannya dengan keras dan sedikit membuat Yeonjun terlonjak. "Jadi, Soobin tidak mencuri. Hatiku sakit karena tertuduh."

Muka Soobin tertekuk sedih dengan dramatis, mengundang putaran malas di mata Yeonjun.

"Jadi, jawaban untuk pertanyaan pertama?" tanya Yeonjun lagi.

"Ah, itu aku kerja bantu-bantu orang gitu. Ya, semacam itulah. Berapapun yang mereka kasih, Soobin terima dengan senang hati."

Yeonjun mengangguk paham. "Lalu, jika kau tidur?"

"Di manapun asal ada tempat kosong," jawabnya santai seolah tak ada beban.

"Begitu, ya...," komentar Yeonjun dengan anggukan pelan.

"Kakak udah selesai tanya, kan? Sekarang giliranku," ujar Soobin sambil menunjuk diri sendiri.

"Iya-iya." Yeonjun pasrah. "Nah, Choi Soobin, silahkan bertanya."

Soobin tertawa kecil, kemudian menyiapkan suara untuk mulai bertanya kembali.

"Ah..." Soobin terdiam. Ia menutup mata seraya menggigit ibu jarinya.

"Kenapa?" tanya Yeonjun.

Dengan masih menutup mata, Soobin menjawab, "Aku lupa, kak."

Ctak

"Aduh!"

Itu suara Soobin yang mengaduh kesakitan karena Yeonjun menyentil dahinya. Yeonjun melakukannya secara spontan akibat terlalu gemas dengan Soobin; dalam artian yang berbeda.

Soobin mengusap dahinya sambil merengut kesal dengan lelaki 20 tahun itu.

Ia protes. "Kok aku disentil?!"

"Spontan aja tadi," balas Yeonjun ringan. Setelahnya, ia bangkit dari sofa dan hendak beranjak dari sana.

"Aku ke kamar. Matikan tv nya kalau udah gak ditonton. Selamat malam, Soobin."

Yeonjun pergi ke kamar meninggalkan Soobin yang masih mengusap dahinya. Sebenarnya sentilan Yeonjun tidak terlalu keras, tapi juga tidak pelan. Soobin mengaduh kesakitan hanya refleks karena terkejut.

Intinya, Soobin terlalu mendramatisasi. Lagi.

"Malam, kak," balas Soobin.

*****

Sarapan pagi ini Yeonjun membuat nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya. Disela-sela memasak Yeonjun merenung, "Kapan ya terakhir kali makan nasi goreng?" Rasanya sudah sangat lama, mengingat dia yang lebih sering sarapan dengan dua lembar roti tawar polosan.

Ah, iya. Terakhir dengan nenek, kan? batin Yeonjun diakhiri dengan tawa.

Seperti biasa, teh hangat menjadi menu minuman mereka. Setelah semua siap, Soobin baru keluar dari kamar setelah menuntaskan mandi paginya.

Yellow LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang