Jika usia 18 tahun adalah saat-saat di mana Off Jumpol merasa hidupnya berarti, ia harap waktu bisa berhenti. Tak pernah ia merasa seberuntung ini melihat kemalangan orang lain.
Seorang laki-laki mungil menggerutu dengan kesal di depannya, meratapi tas plastik putih yang ternyata berlubang sehingga membuat jeruk-jeruk tangerine di dalamnya tumpah ruah memenuhi jalan. Beruntung gang kecil yang sering ia lewati sedang sepi-sepinya. Sehingga makhluk kecil itu dengan sabar mengumpulkan satu persatu jeruk yang tersebar, kemudian ia masukkan ke dalam tas punggungnya.
Off Jumpol detik itu juga seperti masuk ke dalam labirin dengan dua pintu keluar. Pintu pertama dengan jalanan berliku, berisi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika ia memilih untuk membantu laki-laki tersebut memunguti jeruk yang terjatuh. Pintu kedua merupakan jalan lurus tanpa halangan, jalan yang biasa ia lewati untuk mengurangi risiko-risiko yang ia khawatirkan. Jalan lurus dengan hasil akhir yang sama, yaitu merelakan dirinya melihat dari jauh. Meninggalkan kesempatan yang sudah diberikan alam semesta untuk bisa lebih dekat dengan anak laki-laki mungil tersebut.
Oh, namanya Gun Atthaphan, ngomong-ngomong. Manusia yang keberadaannya selalu membuat dada Off Jumpol sesak. Mereka berada di satu sekolah yang sama, namun di kelas yang berbeda. Bohong jika Off Jumpol bilang dirinya tak tertarik pada Gun. Tiga tahun masa sekolahnya ia habiskan hanya dengan menatap Gun Atthaphan dari jauh, ikut tersenyum ketika tawa mengembang menghiasi wajahnya. Atau ketika ia berlari kecil saat terlambat masuk sekolah, Off suka mengamati rambut poninya yang beterbangan tertiup angin. Saat pulang sekolah, beberapa kali Off mengejar bus yang ditumpangi Gun dengan sepeda kesayangannya. Memastikan anak laki-laki itu sampai di rumah dengan selamat.
Itulah awal mula kebingungannya hari ini. Off Jumpol mencengkeram erat kedua sisi stang sepedanya, menatap punggung mungil Gun Atthaphan dan jumlah jeruk tangerine yang tak berkurang. Ah, persetan dengan labirin.
"Gun?"
Si kecil mendongak, memasang ekspresi bingung. Tanpa banyak bicara, Off Jumpol turun dari sepedanya dan ikut memunguti jeruk-jeruk yang tergeletak. Di sisi lain Gun Atthaphan yang awalnya bingung, seakan tak punya pilihan lain ketika menatap buahnya yang berserakan. Keduanya bekerja dalam diam hingga 15 menit berlalu. Dua orang lebih baik dari satu. Dan Gun Atthaphan pun tersenyum lebar ketika semua jeruk sudah masuk ke dalam tas punggungnya.
"Terima kasih, Off."
Seketika perut Off Jumpol seperti kedatangan bala-bala kupu-kupu yang memenuhi setiap sudutnya. Siapa sangka ternyata Gun Atthaphan selama ini menyadari keberadaannya. Tiga tahun yang tidak sia-sia, kata Off dalam hati. Ia menggeleng pelan, tak perlu berterima kasih, ujarnya pada Gun. Si anak mungil pun tertawa.
"Aku pikir kau tidak mengenalku," ujar Off.
"Mana mungkin. Tiga tahun kita satu sekolah, Off. Kelas kita juga saling berseberangan, kan? Aku sering melihatmu main basket."
Off Jumpol terbelalak, menatap Gun Atthaphan dengan tatapan tidak percaya. Sementara yang ditatap hanya tertawa kecil. Jika Tay Tawan bilang ia adalah makhluk paling sial sedunia, Off Jumpol harus segera membungkam mulut sehabatnya. Baginya bertemu dengan Gun Atthaphan di hari pertama sekolah adalah sebuah mukjizat. Dan ketika anak laki-laki tersebut ternyata mengenalnya, Off baru menyadari ia adalah orang paling beruntung di dunia.
"Off, lihat."
Setetes salju mendarat di ujung hidung Gun Atthaphan. Dua, tiga, empat tetes lainnya jatuh perlahan di atas rambut hitamnya. Kedua mata mereka bertemu, Off Jumpol tergelak terlebih dahulu. Ia baru menyadari, saat tertawa, mata Gun Atthaphan tak terlihat. Ia juga baru tahu lesung pipi milik Gun bisa sedalam itu. Gun Atthaphan adalah makhluk hidup paling sempurna di mata Off Jumpol. Sayangnya, Off tidak berhak memiliki tawa Gun Atthaphan, atau lesung pipi dan rambut hitamnya. Sebesar apa pun keinginan Off Jumpol untuk mendekap dan mencium wangi tubuh Gun, anak laki-laki itu tak akan pernah terjangkau.
"Kebetulan sekali. Aku dan Oab bertemu pertama kali di hari bersalju. Kami akan merayakan hari jadi kedua hari ini. Pas sekali salju pertama turun."
Off Jumpol tertawa getir. Ia bukan orang paling sial di dunia seperti kata Tay, tetapi orang paling menyedihkan yang pernah ada.
Osaka, 4 Desember 2010
KAMU SEDANG MEMBACA
When You Fall (OffGun)
RomanceJika usia 18 tahun adalah saat-saat di mana Off Jumpol merasa hidupnya berarti, ia harap waktu bisa berhenti. Tak pernah ia merasa seberuntung ini melihat kemalangan orang lain. Seorang laki-laki mungil menggerutu dengan kesal di depannya. Oh, nam...