Kelas 3-1
12.30 PM
"Terus? Setelah itu kalian kemana?"
Belasan hari terlewat begitu saja, dan kini Off Jumpol sudah kembali lagi ke sekolah. Libur musim dinginnya tak disangka berjalan di luar ekspektasi dan membuatnya lupa pada sang sahabat.
Padahal Off sudah berjanji pada Tay Tawan akan menghabiskan waktu di rumahnya saat Natal. Tapi kegembiraan atas pertemuan dengan Gun Atthaphan di malam sebelumnya membuat Off terlalu bahagia. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia bersemangat merayakan Natal sendirian di rumah dan tak ingin menghabiskan hari besar tersebut dengan orang lain.
Lagipula tak ada yang bisa diharapkan dari kedua orang tuanya yang tetap sibuk di hari libur. Hanya ucapan melalui pesan singkat, dan kehidupannya kembali berjalan seperti biasa. Ia bahkan tak ingat bagaimana rasanya ketika sosok orang tua hadir dalam kehidupannya. Lebih tepatnya, Off Jumpol tidak mau peduli.
Alih-alih menjawab pertanyaan Tay, Off melirik jam di pergelangan tangannya. Istirahat siang akan berakhir dalam 5 menit, dan tak cukup waktu untuk menjelaskan apa yang terjadi malam itu.
"Nanti saja kita lanjutkan pulang sekolah. Intinya Gun Atthaphan sudah tidak punya pacar," Off menyeringai kepada Tay sebelum berlari masuk ke kelas.
Angin awal musim semi menggelitik ujung rambutnya. Mengirimkan udara dingin yang membuat Off Jumpol menggigil.
"Serius...? Off!" Pria bertubuh jangkung satunya berusaha mengejar. "Cerita dulu!"
Bel tanda selesainya istirahat berbunyi. Off Jumpol hanya terkekeh melihat Tay Tawan yang akhirnya berhasil menyusul dan duduk tepat di bangku depannya dengan wajah kesal.
"Kau utang cerita padaku," ujarnya sebelum berbalik menghadap depan, tepat ketika Thanat Sensei masuk ke dalam kelas.
"Iya, bawel!" ujar Off berbisik. Masih berusaha menahan tawa.
***
Gerbang Sekolah
04.00 PM"Jadi ini sudah laki-laki keberapa, Gun Atthaphan?"
Gun melirik laki-laki di sampingnya. Ia berjalan beriringan dengan New Thitipoom menuju pintu gerbang sekolah. Saat angin kembali berdesir, si laki-laki mungil meraih lengan sang sahabat dan membawa tubuh mereka berdekatan.
"Dingin, ayo cepat," si kecil berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Jawab dulu, mau sampai kapan? Sebelumnya Jaylerr, lalu Oab. Mereka salah apa sih?"
New menghentikan langkahnya. Membuat Gun ikut berhenti dan menatap lekat-lekat lelaki di depannya. Ia menghela napas kemudian menggeleng dan menarik lengannya dari sang sahabat. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam jaket biru kebesarannya dan berjalan mendahului New.
"Mereka berdua kau tinggalkan begitu saja tanpa penjelasan. Tidak baik, tahu—heh Gun Atthaphan! Jangan kabur!"
Gun kadang bertanya-tanya, apakah semua hal dalam hidup harus memiliki jawaban? Jika sebuah keputusan sudah dibuat, apakah diperlukan alasan di balik semua itu? Karena terkadang Gun Atthaphan merasa apa yang terjadi dalam hidupnya hanyalah rangkaian peristiwa yang sudah disuratkan.
Ia hanya harus menjalani hidup sesuai dengan apa yang sudah dituliskan oleh takdir. Sehingga keputusan yang dibuatnya, entah tanpa sadar atau memang sengaja, merupakan bagian dari rangkaian perjalanan yang harus ia lewati.
Sampai ketika, siapa pun yang mengatur jalannya hidup, memutuskan perjalanannya harus dihentikan. Ia sudah dianggap cukup menjalani hidup—
Lalu mati.
Waktu untuk semua orang sudah ditentukan. Begitu bukan?
Sehingga soal pertanyaan New Thitipoom, mau dijelaskan seperti apa, sahabatnya itu pasti tidak akan mengerti. Semua tentang waktu. Apa yang ada dalam kehidupan Gun Atthaphan berkaitan dengan waktu.
Ia merasa 2 tahun adalah waktu yang cukup baginya menjalin asmara dengan seseorang. Dengan Jaylerr Kritsanapoom, laki-laki tersebut tidak pernah mendengar. Gun Atthaphan lelah dengan segala drama yang entah bagaimana ceritanya selalu berpusat di sekitar laki-laki tersebut. Mereka berdua sudah menjalin asmara sejak SMP. Cinta monyet—ha, persetan dengan itu.
Dua tahun berikutnya dihabiskan Gun Atthaphan dengan Oabnithi Wiwattanawarang. Kisahnya terlalu indah, hingga Gun dibuat mati kebosanan. Ia pikir waktu bisa mengubah Oab, tapi ternyata 2 tahun berlalu dengan cepat dan Gun Atthaphan terlanjur dibuat lelah.
"Intinya, New—" Gun membalik tubuhnya, mencari sosok New yang rupanya masih berdiam diri di tempat yang sama. Menatap Gun dengan wajah bingung sekaligus kesal. "Untuk saat ini aku tidak mau pacaran dengan siapa pun."
Ada ketegasan dalam nada suara Gun. New memejamkan mata sebelum menghela napas. Sudah sering ia mendengar omong kosong Atthaphan, termasuk yang satu ini.
"Ya, terserah kau sajalah. Lagipula jatuh cinta itu bikin semuanya kacau," New kembali berjalan, menyusul Gun yang kini tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan sahabatnya yang sok bijak.
"Najis!"
***
Malam itu Gun Atthaphan bermimpi. Ia berada dalam sebuah ruang dalam tanpa batas. Gelap, dingin, tanpa tujuan.
Ia memanggil nama New, tidak ada jawaban. Kedua matanya tak melihat apa pun kecuali pekat. Ketakutan mulai menggerogoti dirinya, dan Gun Atthaphan tak tahu harus berbuat apa.
"Off Jumpol..."
Suaranya memanggil lirih satu nama. Ketika nama tersebut terucap, Gun cepat-cepat menutup mulutnya. Dahinya berkerut, mempertanyakan keputusannya sendiri. Ada apa dengan Off Jumpol? Kenapa tiba-tiba ia teringat sosok jangkung tersebut?
"Off...?"
Tanpa sadar mulutnya kembali berucap. Kali ini Gun tidak mencoba menyangkal. Ia membiarkan semua berjalan sesuai dengan mau alam bawah sadarnya. Gun tahu ia sedang bermipi. Ia sendiri penasaran dengan kelanjutannya.
Hingga sebuah tangan tiba-tiba menarik pergelangan tangannya. Gun tercekat, namun berubah lega ketika sosok yang sedari tadi dipanggilnya sudah berada di depannya.
"Ikut aku," ujar Off Jumpol. Ia tersenyum, mengenakan busana serba putih. "Tidak usah takut, kita bisa keluar dari sini sama-sama."
Gun mengangguk, mengikuti ke mana Off membawanya. Keduanya terus berjalan, kadang Off membawanya berlari kecil hingga setitik cahaya mulai terlihat. Semakin lama semakin besar, semakin luas dan menutupi dunia hitam.
Hingga sebuah suara nyaring membangunkan kesadarannya. Tak lagi ada cahaya, tak lagi ada kegelapan. Hanya ada langit-langit kamar dan kekesalan Gun Atthaphan yang terganggu tidurnya.
"Alarm sialan!"
I saw you in a dream
You came to me
You were the sweetest apparition, such a pretty vision
There was no reason, no explanation
The perfect hallucination*Osaka, 8 Januari 2011
***
*Lirik lagu The Japanese House - Saw You In A Dream
KAMU SEDANG MEMBACA
When You Fall (OffGun)
RomansJika usia 18 tahun adalah saat-saat di mana Off Jumpol merasa hidupnya berarti, ia harap waktu bisa berhenti. Tak pernah ia merasa seberuntung ini melihat kemalangan orang lain. Seorang laki-laki mungil menggerutu dengan kesal di depannya. Oh, nam...