Auzora
"HAH SERIUS ??!"
Gue menceritakan perihal kejadian di ruang Pak Adit tadi kepada Jingga pada saat jam makan siang, kami berdua makan siang di restoran Jepang yang letaknya tak jauh dari kantor. Sebenarnya gue ingin makan di cafeteria kantor tapi Jingga memaksa gue untuk makan siang di luar dengan alasan makanan di cafetaria kurang cocok di lidahnya. Jika tak dituruti ia akan terus uring-uringan dan mulutnya sangat berisik. Hari ini minus Rama, karena Rama sedang tugas keluar kantor sebelum jam makan siang. Gue jamin kalau ada Rama saat ini, pasti bakal ribut banget.
"Duh bisa gak sih lo gak usah teriak-teriak gitu" protes gue pada Jingga karena berteriak sangat keras, gue bisa melihat tatapan sinis dari para pengunjung lain yang terganggu oleh teriakan Jingga.
"Sorry-sorry abis gue syok banget denger cerita lo barusan" Jingga geleng-geleng kepala dan berharap apa yang baru saja didengeranya itu palsu.
"Yee gue gak bohong, Pak Adit tuh beneran freak bin narsis. Gue sampe merinding pas dia ngomong gitu ke gue"
"Oh God, ternyata si Editor in Chief tampan itu punya sifat yang unik"
"Unik di mananya sih? konslet begitu sih dibilang unik. Udah gila kali"
"Please deh Ra buka mata lo lebar-lebar. Pak Adit tuh visualnya mantep banget. Eh tapi percuma sih ngomongin perihal cowok sama lo, lo kan udah bucin parah sama si ghosting itu"
"Namanya Auriga"
"Ah iya itu maksud gue"
"Sekali lagi lo nyebut Aga kaya gitu, gue gak akan bantuin lo buat ngejar deadline editing naskah malam ini" ancam gue pada Jingga.
"Duh iya sorry deh, mainnya ancaman nih. Gak seru" Ujar Jingga mengerucutkan bibirnya sebal dan melanjutkan acara makan siangnya.
Gue masih terus-menerus melirik ponsel yang ada di samping piring, namun di sana tidak ada tanda-tanda sebuah notifikasi pesan masuk. Jingga yang menyadari kegelisahan gue kembali angkat suara.
"Coba lo langsung telepon dia aja Ra"
"Gak pernah diangkat"
"Dari pada lo gundah gulana gak jelas kaya gini, mending lo langsung datengin aja apartementnya"
"Keliatan agresif banget dong gue"
"Lah selama ini emang apa? kan lo emang lebih agresif di banding dia"
"Hih sembarangan"
"Hahaha fakta loh dan gue saksinya"
"Sebenernya semalem itu gue udah datengin apartementnya, tapi dia gak ada. Apartementnya kosong" Jawab gue lesu sambil menyuapkan chicken katsu ke dalam mulut.
Iya, gue datang ke apartement Aga. Entah sudah berapa puluh kali gue mengetuk pintu apartementnya namun tidak ada tanda-tanda orang yang akan membukakan pintu untuk gue. Sampai akhirnya gue masuk ke apartement Aga, dengan kartu akses apartement yang sudah Aga berikan pada gue sejak lama. Kosong, gelap, lembab dan berdebu. Itu artinya sudah sejak lama Aga tidak pulang ke apartement.
Aga kapan sih elo enyah dari pikiran gue, masalah Aga belum selesai dan sekarang gue justru dihadapkan dengan manusia paling narsis di dunia. Iya narsis sedunia, gak pernah tuh gue nemu manusia narsis kaya gitu. Aga narsis tapi gak sampe segitunya deh. Tuh kan lagi-lagi Aga. Lagian kalau si Aga narsis apa yang mau di banggain sih dari makhluk abstrak kaya dia, eh Ra tapi lo demen kan ama dia? Ehehehe
Jam menunjukkan pukul 1 tengah malam, namun rasa kantuk belum menghampiri gue. Gue terus menatap ponsel yang ada di dalam genggaman tangan. Begitu besar rasa ingin menghubungi Aga lagi, tapi berkali-kali gue selalu mengurungkan niat dan lagipula gue sudah tau hasilnya akan seperti apa. Serius, gue kangen parah sama dia. Kangen banyolannya yang kadang garing tapi gue tetep ketawa, namanya juga bucin. Lo begitu mudah muncul dan begitu mudah hilang dengan banyak pertanyaan-pertanyaan dalam benak gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMELUK BINTANG
RomanceAuriga Pradipa Adhyastha. Pergi, hilang, tenggelam. Kemudian tiba-tiba kembali, datang, muncul. Terlalu misterius, bertindak sesuka hati. Seperti bintang yang ingkar pada langit, pergi meninggalkan malam dingin menyisakan langit gelap tanpa cahaya...