0 8 | Hati
SESAMPAINYA di dalam kamar asrama, Uriel langsung berganti baju dan membuka ponsel. Dia ingin menekan kontak sang ibu. Bedanya pemahaman antara dirinya dan Wisteria sungguh ganjil. Apakah selama ini ibunya tak benar-benar menjodohkannya? Apa ibunya hanya berhalusinasi?
Tidak. Sebentar. Dia harus tenang. Tidak mungkin dia menuduh ibunya berhalusinasi. Mustahil. Separah-parahnya kondisi sang ibu, ibunya tak pernah membohongi anaknya seperti ini. Jadi kemungkinannya cuma ada satu: sang ibu sedang mengujinya.
Entah apa motivasinya, tapi itu membuat ibunya tidak memberitahu pertunangan ini kepada Wisteria. Dan mungkin, hal itu malah akan menyulitkannya nanti.
"Mami," sapa Uriel setelah panggilan tersambung. "Aku udah ketemu Wisteria. Tapi dia ... nggak tahu tentang perjodohan ini?"
"Iya, dia belum tahu. Mami minta orangtuanya sembunyiin ini dari dia. Biar hubungan kalian lebih terasa alami." Ibunya seperti sedang tersenyum saat ini. "Kenapa, Yel? Kamu keberatan?"
"Ini mungkin bakal agak menyulitkan."
"Menyulitkan? Kenapa?"
"Dia jadi nggak tahu kalau kami punya hubungan lebih dari teman."
"Then make her wish she has it," balas ibunya. "Buat dia jadi mau punya hubungan lebih dari teman sama kamu."
"Mi, aku nggak cinta sama dia."
Ibunya tertawa. "Of course. Kalian baru pertama ketemu. Cinta itu terbangun bukan dari pandangan pertama. Tapi dari kecocokan selama proses kebersamaan kalian."
"Berapa lama prosesnya?"
"Minimal setahun."
Itu berarti sampai akhir tahun ketiganya, dia harus aktif mengontak Wisteria. "Baik."
"Riel." Ibunya mendesah. "Ini bukan misi dari perwira untuk prajurit. Kamu kayak menganggap ini tugas yang wajib diemban."
Uriel memejam. Ini ... membingungkan. Dia hanya menjalankan sesuatu seperti bagaimana dia menjalankan harinya. "Apa salah kalau aku menganggap itu tugas?"
"Nggak salah. Tapi ... nanti pedekate kamu jadi nggak fun. Padahal, pedekate kan harusnya bikin kamu having fun alih-alih jadi tugas yang membebani."
"Aku nggak merasa menjalankan tugas itu membebani."
Ibunya menghela napas panjang. "Yel, kenapa ya kamu harus beda sekali sama Mami? Mami jadi takut salah asuh kamu."
"Apa aku baru aja berlaku buruk?"
"Sama sekali enggak. Kamu cuma ... beda banget sama Mami kelakuannya." Ibunya menghela napas lagi. "But, nevermind. Untuk masalah Wisteria untuk tahu tentang perjodohan ini, Mami memang minta orangtuanya nggak kasih tahu. Mami pikir itu nggak akan jadi masalah besar. Karena Mami mau kamu beneran cocok dengan calon tunanganmu. Bukan dipaksakan harus cocok hanya karena kalian dijodohkan. Dan untuk tahu kalian cocok atau enggak, pasti butuh proses."
"Iya." Uriel memejamkan mata dan menarik napas, lalu menutup teleponnya. Sepertinya dia harus bekerja keras untuk mencocokan diri—atau tidak. Ibunya bilang tak boleh dipaksakan cocok hanya karena dijodohkan. Kecocokannya harus natural. Jadi Uriel hanya perlu menjadi dirinya sendiri ... dan mungkin lebih meluangkan waktu untuk bertemu Wisteria.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Sehijau Limau
JugendliteraturUriel Adi Nismara sudah tahu dia akan dijodohkan. Ibunya telah mengingatkannya sejak dia masuk SD. Pertunangan dari kecil adalah tradisi keluarga Cakrawangsa. Dan Uriel menyetujui karena ibunya tak memaksa, berkata bahwa Uriel boleh menolak dan meng...