Harry hanya terdiam sambil memandang ke arah danau. Kejadian tadi pagi di kelas benar-benar di luar kendalinya. Profesor McGonagall segera membawa Draco ke Hospital Wing sebelum keadaannya bertambah parah. Harry pun sempat dikenakan detensi akibat perbuatannya itu. Tapi yang membuatnya gelisah adalah rasa bersalahnya karena telah menyerang Draco. Dia tak pernah bermaksud untuk membuat Draco celaka.
Hermione terus memperhatikan sahabatnya itu. Saat Draco selesai dibawa ke Hospital Wing, pelajaran memang dilanjutkan, namun pandangan Hermione tak pernah lepas dari Harry. Dia merasa ada sesuatu yang terjadi dengan pemuda itu. Maka saat selesai makan siang, Hermione langsung menarik Harry ke Danau Hitam untuk bicara berdua.
Hermione melangkah maju, menghadap ke arah Harry dan memandang kedua emerald yang bersinar redup itu. "Kau bisa menceritakan tentang apa pun padaku, Harry," yakin Hermione, tersenyum lembut.
"Aku tak bermaksud membuatnya celaka, 'Mione. Tapi dia menyakitiku lebih dulu. Aku sakit hati. Aku marah." Harry masih menatap ke arah danau, berusaha menahan airmata yang akan keluar dari matanya akibat rasa bersalah dan juga amarah yang masih tersisa jika ia mengingat kejadian di taman.
"Apa yang dilakukan Malfoy padamu kali ini, Harry?"
Harry tertawa miris. "Aku melihatnya memegang tangan Parkinson di taman. Setelah beberapa hari tak berjumpa dengannya, ketika aku merindukannya, dia malah asyik bermesraan dengan gadis sialan itu!" geram Harry.
Hermione melongo.
"Kau.. Merindukan Malfoy?" tanya gadis berambut coklat mengembang itu tak percaya.
Harry menoleh ke arah Hermione. Tersenyum, kemudian duduk di salah satu batu besar di pinggir danau.
"Ya, 'Mione. Aku merindukan Draco. Aku bahkan mencintainya. Aku mencintainya karena.." Harry menarik nafas panjang. "Entahlah. Aku hanya mencintainya. Dan dia juga mencintaiku. Sepertinya. Kejadian di taman itu membuatku tak yakin akan perasaannya padaku. Aku begitu marah karena aku merasa dibodohi dan dibohongi olehnya," cerita Harry. Badannya bergetar, seperti sedang menahan dirinya untuk tidak menangis.
"Apa kau sudah bicara padanya?" tanya Hermione.
"Bicara? Untuk apa? Untuk melihatnya menertawakan kebodohanku yang percaya begitu saja kalau dia mencintaiku juga?" tawa miris terdengar dari pemuda berkacamata itu.
"Kau harus segera bicara padanya, Harry. Mungkin yang tadi kau lihat hanya sebuah kesalahpahaman belaka." Hermione membelai lembut lengan sahabatnya tersebut. Baru kali ini ia melihat seorang Harry Potter begitu rapuh.
"Kusarankan agar kau membicarakan semuanya dengan Malfoy. Sebelum semuanya terlambat dan kau akan menyesal nantinya," yakin Hermione.
Harry menatap kedua mata coklat sahabat perempuannya itu. "Baiklah. Tapi mungkin besok aku akan bertemu dengannya, karena sehabis pelajaran nanti aku harus menjalani detensiku," ujar Harry akhirnya saat ia melihat senyum dan sinar yakin dari Hermione.
.
#
.
Harry berjalan di koridor sepi itu menuju Hospital Wing. Ada sedikit rasa enggan di dirinya untuk menemui Malfoy junior itu, tapi di lubuk hatinya yang terdalam, dia ingin meminta kejelasan tentang hubungan mereka.
Pemuda berambut hitam berantakan itu menarik nafas, memantapkan hati dan langkahnya menuju tempat dimana Draco dirawat.
Untunglah hari ini adalah hari Sabtu. Kebanyakan murid sedang ke Hogsmeade untuk menghabiskan waktu libur mereka, jadi Harry tak perlu merasa was-was saat nanti dia berbicara dengan Draco.
Harry memasuki pintu Hospital Wing dengan hati-hati. Beberapa langkah setelah memasuki ruangan itu, ia berpapasan dengan Madam Pomfrey. Sepertinya ia hendak bepergian ke luar dilihat dari pakaian lengkap yang dipakainya.
"Ada yang bisa saya bantu, Mr. Potter?" sapa sang healer Hogwarts itu saat melihat Harry.
"Err. Apakah Malfoy masih dirawat disini?" tanya Harry ragu.
"Ya. Beliau masih beristirahat disini," jawab wanita itu. Pandangannya agak khawatir saat dia mendengar Harry menanyakan tentang keberadaan musuhnya itu. Wanita itu takut akan terjadi serangan kedua setelah kemarin. Namun rasa khawatirnya berkurang saat ia menatap kilau emerald itu memperlihatkan rasa ragu dan sedih, bukannya dendam.
"Mr. Malfoy ada di tempat tidur paling ujung," lanjut Madam Pomfrey saat melihat Harry mengedarkan pandangannya, mencari dimana Draco berada.
"Terima kasih, ma'am," balas Harry.
"Dan kuharap tidak ada keributan lagi kali ini karena aku harus keluar Hogwarts sebentar," pinta wanita setengah baya tersebut sambil melangkah keluar Hospital Wing.
Harry hanya tersenyum kecil sebagai jawaban.
.
.
"Bisa aku bicara denganmu?" tanya Harry ragu saat dilihatnya Draco sedang berbicara dengan Blaise.
Blaise yang sedang duduk di kursi di samping Draco langsung berdiri. Tongkatnya sudah dalam posisi siap digunakan.
"Aku tak akan menyerangnya lagi, Blaise. Aku hanya mau berbicara padanya," pinta Harry saat ia melihat posisi Blaise. Mata emerald itu berpindah menatap mata kelabu di hadapannya. Mata kelabu yang begitu dicintainya namun baru saja membuatnya sakit hati.
Draco tercengang saat emerald itu menatapnya. Sinarnya tidak lagi menunjukkan amarah, melainkan sedih, ragu, dan terluka?
'Apa yang terjadi denganmu, Love?' batin Draco.
"Biarkan kami bicara, Blaise. Masalah kami harus segera diselesaikan. Dan aku cukup yakin Harry tidak akan melukaiku lagi." Draco meyakinkan Blaise untuk menurunkan tongkatnya.
"Baiklah. Aku rasa kalian memang perlu bicara. Aku akan tinggalkan kalian berdua. Untunglah hanya ada Draco di tempat ini, jadi kalian bisa bicara dan berteriak sepuasnya," ujar Blaise, beranjak meninggalkan Hospital Wing. "Dan aku harap kalian tak perlu berteriak untuk menyelesaikan masalah kalian," lanjut Blaise dengan nada menggoda.
..
"Apa yang terjadi sebenarnya, Harry?" tanya Draco lembut.
.
.
Us & Our Love loading.....
KAMU SEDANG MEMBACA
By My Side
FanfictionDibalik semua perseteruan yang mendarah daging, ada cerita tentang kita yang hanya kita yang tahu. Kita akan selalu bersama apapun peran kita di dunia ini kan?