Tri

316 26 17
                                    

Je meletakan sepatu kesayangannya di bawah tempat tidur, kemudian ia beralih ke arah dapur.

Dapur dan tempat tidurnya hanya berjarak dua meter, jadi tidak heran jika hanya dalam hitungan detik Je sudah sampai di dapur.

Di dapur ada nenek Je yang sedang memasak, atau sering di panggil Yang One (Eyang one). Kenapa di panggil yang one? Karna Yang One satu satunya nenek yang Je punya.

Sekarang Yang One tengah memasak sayur bayam dan gulamo.

Je yang berdiri di sebelah Yang One, menghirup udara yang berisikan wanginya masakan neneknya.

"Hmm harumnya," cium Je pada neneknya.

Yang One malah tertawa lalu memukul cucunya itu dengan sendok goreng.

"Tuman," ujar Yang One.

Setelah masakannya selesai, Je membantu neneknya menyiapkan makanan di ruang tengah.
Bisa dikatakan, ruang tengah dan dapur mereka menyatu, jadi ruang tengah = dapur.

Setelah makanan terhidang, Je dengan gesitnya mengambil nasi dan gulamo.

"Sayurnya kenapa gak di ambil?" tanya Yang One.

"Warna hijau kayak adudu, jadi males makannya."

Pletak

Sapu lidi yang gunanya untuk memukul lalat sekarang sudah bertengker di bahu Je.

Je mengelak, tapi elakannya terlalu slowmotion, jadi bagian belakang Je terkena pukulan itu.

"Ambil gak sayurnya, atau besok nenek gak masak lagi."

Je menggerucutkan bibirnya seperti anak kecil, ia mengambil sayur hijau terpaksa.

"Anak jaman sekarang susah sekali di suruh makan sayur," ujar sang nenek membuat Je berdecak pelan.

"Dulu nenek waktu kecil.."

Je mengehela nafasnya, sudah ia yakini pasti neneknya akan menceritakan masa lalunya yang sangat kelam itu.
Je sudah bosan mendengarnya, Je hanya angguk amgguk ketika neneknya menceritakan bagaimana perjuangannya saat dulu.

Je sudah hapal betul isi ceritanya, sangat hapal sampai dia bisa menuliskannya di wattpad.

.
.

"Lo kerja hari ini?" tanya Sandi sambil menendang nendang batu krikil.

"Enggak, pak Dodo lagi pergi, katanya mau lamaran."

"Ha, pak Dodo nikah lagi?"

"Dih bego, anaknya yang mau nikah." ujar Je membuat Sandi mengangguk sambil ber oh ria.

"Main bola yuk, kampung sebelah."

"Males ah, bosan." ujar Je malas malasannya.

Hari ini sangat panas sekali, jika ia pergi bermain bola, yang ada kulit sawo matangnya ini akan berubah jadi sawo busuk.

"Yah, padahal mainnya depan rumah Anya."

Je berhenti melangkah, kepalanya langsung menoleh kearah Sandi.

"Yaudah deh, maksa banget loh." ucap Je, kemudian ia berlari dengan cepat.

Sandi yang di tinggal Je menatap Je menyipit.

"Serah lo deh Je, serah."

.

Sekarang disinilah mereka berada, di depan pekarangan rumah yang cukup luas.

Disana ada beberapa bocah yang tengah berlari lari mengejar benda bulat yang tengah bergelinding.

"Woii ikutan." teriak seorang wanita yang baru saja datang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Absurd Humans (GxG) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang