LF.10

6.4K 1K 224
                                    



Sorry for typo(s)




Suasana canggung menyelimuti dua sahabat sejak kuliah tersebut karena bersamaan sampai di sekolah untuk menjemput anak-anak. Kedua tangan Taeyong menyilang pada dada, menatap pintu kelas sang buah hati sedangkan Johnny berdiri sambil bersandar pada pintu mobil, sesekali melirik sosok yang lebih muda itu.




Dehamannya membuat Taeyong sedikit terlonjak di sana, Johnny beranjak dari posisi kemudian berdiri di samping lelaki Lee tersebut, "Apa kita akan selalu seperti ini?" tanyanya seraya menoleh pada sang sahabat.



Silent treatment seperti ini memang tidak menyelesaikan masalah. Tiga hari mungkin juga telah membuat Taeyong tenang dan menjalani kehidupan seperti biasa. Namun, tetap saja terasa perbedaannya.




Pandangan Taeyong masih ke depan, tanpa menoleh pada lelaki jangkung di sampingnya, ia menghela napas sejenak sampai kemudian bersuara, "Maaf," kepalanya menoleh pada Johnny dengan senyum tipis, "Aku hanya takut kemarin."




Lengkungan pada bibir Johnny terukir, ia menganggukkan kepala karena paham akan perasaan Taeyong. Putra yang selama ini dibesarkan kemudian datang tiba-tiba orang tua kandung untuk mengakui. Namun, lelaki jangkung tersebut tidak ingin terlibat lebih panjang lagi.




Suara bel berbunyi, terdengar sorakan gembira dari anak-anak. Beberapa saat menunggu, satu persatu mereka keluar dari kelas.




Kening Taeyong berkerut melihat pemandangan di depannya, ia juga menoleh pada Johnny yang sama memasang wajah keheranan. Di depan mereka, Haechan tengah menggandeng dua sahabatnya di sisi kanan dan kiri. Yang mencolok adalah raut wajah muram dari Jeno serta Jaemin.




Kedua laki-laki itu bersimpuh ketika tiga sekawan sudah berada di hadapan mereka. Jemari Taeyong mengusap wajah putra satu-satunya dengan tisu yang telah diambilnya dari tas.




"Jelek sekali wajah Jeno dan Jaemin kalau sedang sedih," celetuk Haechan di sana seraya menatap secara bergantian pada dua sahabatnya tersebut.





"Baby, No," lirih Johnny, tangannya terulur menarik lengan sang putra untuk berdiri di sampingnya. Pandangan lelaki jangkung itu kembali fokus pada keponakan sahabatnya, "Kau sakit, Jeno?"



Kepala anak itu menggeleng pelan.



"Kata Jeno, Uncle J sakit, Bubu."




Suara Jaemin mengalihkan perhatian lelaki Seo tersebut, ia melirik pada si kecil Lee yang memeluk Taeyong. Pipinya menggembung karena menempel pada bahu sang Ayah dengan tatapan sendu.




Adu pandangan antara Taeyong dengan Johnny terjadi, yang lebih muda menaikkkan kedua alis karena terkejut mendengar kabar tersebut.




Helaan napas panjang dihembuskan oleh Johnny di sana, jemarinya mengusak surai Jeno.




"Benar itu, Hyung?"




Kali ini, si kecil Lee telah digendong oleh Taeyong. Keduanya menatap Johnny dengan raut wajah bertanya, apalagi Jaemin. Manik sayu itu seakan meminta pertolongan untuk diberi kabar yang baik.




Anggukan kepala dari Johnny menjawab pertanyaan sahabatnya.




"Lalu, bagaimana keadaan dia?"




Sebelum menjawab, Johnny menundukkan kepala sejenak. Manik itu menatap dua anak yang ada di depannya kemudian berkata, "Kalian bermain sebentar, ya?" pintanya pada mereka.




Locu Felice✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang