Sorry for typo(s)
Mobil Mazda berwarna putih itu berhenti di depan rumah sewa milik Taeyong, di sampingnya Johnny mematikan mesin. Pandangannya tertuju pada bangunan sederhana di sana sembari menghela napas berbeda dengan lelaki Lee yang sedang menundukkan kepala.
Ingatannya kembali pada beberapa waktu yang lalu saat masih di kafe, bagaimana Taeyong melontarkan pertanyaan tidak sopan tersebut. Jawaban Johnny membuatnya terpaku saat itu juga.
"Maaf, aku hanya tidak ingin percakapan kita setelah sekian tahun justru tentang luka. Kita berada di posisi yang sama, Taeyong. Aku hanya menghargai privasimu."
Suara dengkuran dari tiga anak di belakang membuat Taeyong berbalik, senyumnya terukir melihat bagaimana Jaemin menyediakan bahu mungil menjadi bantal bagi kedua sahabatnya yang juga tertidur.
Kedua orang tua itu keluar lalu membuka pintu belakang. Dengan hati-hati mengangkat kepala Haechan serta Jeno di sana, pergerakan tersebut membuat Jaemin membuka mata dan melenguh.
"Sayang, hati-hati, ya? Sini keluar."
Masih dalam keadaan mengantuk, Jaemin mencoba membuka sabuk pengamannya dengan dibantu Taeyong. Rengekannya kecil ingin meraih tangan sang Bubu, dengan salah satu tangan lainnya lelaki itu membenarkan posisi kepala Jeno di sana begitupula Haechan.
Pintu mobil ditutup pelan, lelaki Lee itu berjalan menuju ke halaman rumahnya. Lengan mungil Jaemin melingkar pada leher sang Ayah dan dengkuran kembali terdengar. Bermain tadi membuat putranya kelelahan ditambah juga perut yang kenyang.
"Terima kasih, Hyung. Maaf merepotkanmu."
Lelaki blasteran itu tertawa kecil kemudian menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa. Anak-anak juga have fun tadi. Sudah ya, aku ingin membawa pulang Jeno," pamitnya sembari mengusap punggung Jaemin di sana.
***
Tidur malam ini begitu nyenyak bagi pasangan ayah dan anak Lee, rasanya ia tidak ingin pagi segera tiba dan meninggalkan putranya di sekolah. Taeyong ingin merasakan kembali di mana Jaemin masih belajar berjalan dan berbicara.
Masa-masa itu memang sulit, Taeyong berjuang sendirian di sana. Meskipun ada Ten dan Mark, tetapi tidak semuanya mereka tahu bagaimana perasaan lelaki Lee kala itu.
Di mana Jaemin yang selalu rewel dan tidak ingin ditinggal barang sedetikpun. Hanya untuk menyuapkan nasi saja, rasanya sulit sampai lapar sudah tidak bisa dirasakan oleh Taeyong. Mandi saja harus menunggu anak itu tertidur yang hampir di sore hari.
Taeyong belajar tentang kehidupan ketika menjadi orang tua. Amarah, lelah dan rasa ingin menyerah selalu datang silih berganti. Namun, pada akhirnya semua menjadi berharga untuk lelaki Lee tersebut.
Tangannya terulur ingin memeluk putranya kembali, tetapi keningnya berkerut kala merasakan sisi ranjang yang sudah kosong. Tubuh Taeyong tersentak kemudian mendengar sebuah benda terjatuh.
Maniknya terbuka, dalam keadaan berantakan Taeyong keluar dari kamar. Dari tempatnya, ia bisa melihat sosok Jaemin yang berdiri menggunakan kursi dari meja makan.
"Nana!"
Anak itu terlonjak, salah satu tangan Jaemin mengangkat sebuah sendok dan berbalik menatap sang Ayah. Setelah sampai, Taeyong dikejutkan dengan sebuah gelas yang telah pecah di lantai. Tangannya terangkat mengisyaratkan untuk sang putra jangan bergerak dari tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Locu Felice✓
Fiksi PenggemarDi mana tempat yang membahagiakan bagi setiap anak? ©piyelur, Agustus 2020.