chapter nine

363 55 6
                                    

Dua tahun berlalu dengan cepat.

Banyak hal mulai berubah meski sebagian lainnya masih berjalan dilingkaran yang sama.

Bagi keluarga Kim, dua tahun masih belum cukup untuk membuat mereka terbiasa dengan ketiadaan Lee Taeyong di rumah mereka.

Selama ini, pemuda itu seperti halnya matahari di musim panas. Membawa keceriaan dan suasana cerah dikediaman mereka yang terkadang mendung.

Ia seperti halnya bunga yang tumbuh ditengah gurun pasir yang gersang.

Lee Taeyong adalah sebuah alasan kehangatan di rumah mereka.

Dan sekarang, dia menghilang tanpa jejak.

Hari dimana ia pergi adalah badai bagi keluarga Kim.

Kim Tenny bahkan enggan keluar kamarnya selama beberapa hari ketika mengetahui kepergian adiknya yang tiba-tiba.

Ia sempat memilih membatalkan pernikahannya sampai Taeyong kembali.

Meski pada akhirnya ia tetap menikah setelah bujukan ayah dan ibunya.

Berbeda dengan Kim Doyoung yang lebih memilih menghancurkan barang-barang dikamarnya.

Ia tak percaya pada apa yang ia dengar dari ayahnya, bahwa Taeyong telah pergi tanpa pamit.

Ia merasa marah, namun juga menyesal.

Ia kecewa, pada dirinya sendiri yang tak bisa jujur pada perasaannya.

Ia marah karena telah melontarkan kalimat kasar pada pemuda itu.

Andai saja ia bisa lebih menahan emosinya.

Mungkin ia tak akan kehilangan Taeyong dengan cara seperti ini.

.
.
Dua tahun telah berlalu,

Dan hari ini adalah hari yang paling dinanti baik oleh keluarga Kim maupun Seo.

Setelah dua tahun pernikahan putra putrinya, akhirnya cucu pertama mereka lahir.

Dengan wajah lelah Tenny menggendong bayi mungil dilengannya. Bibir pucatnya mengulas senyum lembut, ia merasa bahagia atas kelahiran putranya itu.

"Tenny, selamat. Bayimu sangat tampan." Nyonya Seo mengelus rambut Tenny lembut. Ia meminta untuk menggendong cucu pertamanya.

"Hai tampan, ini grannie." Bayi dalam gendongannya menggeliat kecil membuat dirinya gemas.

Mengingatkannya pada Johny saat baru lahir dulu.

"Bukankah dia tampan sepertiku?" Tuan Seo tersenyum lebar, namun segera disikut oleh nyonya Seo.

"Kau pria tua. Menjauh sana!" Ujarnya galak.

Tuan Seo berdecak jengkel. Istrinya itu memang selalu menyebalkan.

Pintu ruangan terbuka, Johny berjalan menghampiri istrinya dan mengecup keningnya lembut. "Kau baik-baik saja?" Tanyanya. Tenny terseyum sambil mengangguk lemah.

"John, lihat putramu." Nyonya Seo menghamipiri Johny dan memperlihatkan bayinya.

Ayah muda itu meraih si bayi mungil dan mendekapnya dalam pelukan.

"Hai baby." Bisiknya lembut.

Tenny yang melihat itu tak bisa menahan tangis. Ia merasa terharu.

Meski pada awalnya ia merasa ragu akan perasaan suaminya, namun lambat laun pria itu mulai membuka hati padanya dan memperlakukannya dengan sangat baik dan lembut.

"Kau sudah menyiapkan nama?" Tanya Tenny. Johny masih menatap putranya, "Haechan, Seo Haechan." Jawabnya singkat.

"Seo Haechan. Aku suka nama itu." Johny menoleh pada Tenny dan kembali mencium kening ibu dari anaknya.

A Boy Named Lee TaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang