Bab 4

8 2 0
                                    

Bab 4

Pulang sekolah satu persatu murid-murid mulai berhamburan keluar dari dalam kelas. Ada yang tidak sabar dan malah saling mendahului teman-teman yang lainnya. Sehingga terjadilah tabrakkan-tabrakkan kecil yang membuat mereka berseru pada satu nama.

"Neee!!"

"Jalannya hati-hati dong!"

"Nee! Awas kau!"

Si pelaku hanya terkekeh tidak peduli dengan ocehan mereka. Tujuannya sekarang adalah mengejar Blue yang sudah pergi cukup jauh bersama kedua sahabatnya.

Sedangkan Clara ia tertinggal di belakang dengan langkah yang santai. Clara tidak bisa menghentikan Ne dan ia tahu akan itu. Percuma saja karena Ne tidak akan mendengarkannya.

"Blue! Tunggu aku!" Seru Ne mempercepat larinya.

Raines menoleh kebelakang saat mendengar seruan dari Ne. Ia segera melambaikan tangannya dengan senyuman yang lebar.

"Hei, Blue. Ne sedang mengejarmu, kau tidak menunggunya?" Tanya Raines yang masih berdiri ditempatnya berhenti tadi. Blue hanya diam berjalan dengan tangan yang ia masukkan ke dalam saku celananya.

Melihat perubahan raut wajah Blue yang tadinya biasa saja mendadak berkerut tidak suka membuat Beno menjadi was-was. Sahabatnya yang satu itu apa ia sama sekali tidak bisa menyadari jika Blue tidak menyukai Ne perempuan setengah bar-bar itu.

"Hei, Ne, mau pulang bersama Blue?" Tanya Raines begitu Ne berhenti disampingnya untuk mengambil napas. Ne melirik ke arah Raines dan segera merangkul pundak laki-laki itu.

Ukuran tinggi yang cukup mencolok membuat Raines seperti seorang adik laki-laki bagi Ne. Walaupun perbedaan tinggi mereka hanya beda beberapa senti saja.

Rangkulan yang diberikan oleh Ne pada Raines ternyata menimbulkan setidaknya sedikit efek samping. Ada rona merah yang tiba-tiba muncul di wajah Raines. Tidak ada yang tahu jika sekarang Raines tengah tersenyum simpul.

"Ayo, ikut," seru Ne menyeret Raines yang dalam rangkulannya untuk berjalan lebih dekat lagi ke arah blue.

"Ka-kau ingin pulang bersama Blue?" Tanya Raines terbata-bata. Ia benar-benar tidak bisa menyembunyikan guratan rasa malunya saat Ne tiba-tiba menatap manik mata laki-laki itu.

"Kepo!" Kekeh Ne.

Raines lagi-lagi mengulum senyuman. Ia bukannya tidak tampan hanya saja ia tidak setampan Blue. Ia punya hidung yang mancung, bibir yang merah alami, kulitnya juga putih, dan tinggi badan yang tidak terlalu tinggi. Bisa dikatakan ia sedikit pendek dari kedua sahabatnya itu.

"Blue, Blue, Blue, Blue!" Seru Ne memanggil nama Blue berulangkali. Sebab laki-laki itu terus saja mengacuhkannya.

"Beno, bisa kau hentikan dia, aku ingin berbicara sebentar,"

Beno langsung kelabakkan. Di tengah situasi seperti ini ia malah harus disuruh menghentikan Blue. Ia yakin Blue tidak akan menyukainya. Tapi jika ia tidak menuruti permintaan Ne, ia tidak bisa memprediksi apa yang akan dilakukan Ne padanya nanti.

"Euhmm.. Apa sebaiknya kau bisa berhenti sebentar? Sepertinya Ne baru saja menjadikan Raines sanderanya," ucap Beno sedikit ragu.

Beno menghela napasnya. Blue benar-benar mengacuhkannya. Melirik sedikit saja kebelakang melihat bagaimana keadaan Raines saja tidak.

Dilihat bagaimana pun sebenarnya Raines tidak terlihat sebagai seorang sanderaan Ne. Sebab laki-laki itu malah keasikkan mengulum senyuman saat Ne masih dengan heboh meminta Blue untuk berhenti.

Heran, koridor sekolah ini seberapa panjangnya hingga mereka belum juga sampai di pintu gerbang sekolah.

"Raines, kau bisa berlari bukan?" Lirih Ne tiba-tiba membuat kerutan dalam dikening Raines. Apa yang akan dilakukan oleh Ne?

"Satu..tiga! Lari!!" Seru Ne berlari secepat mungkin membuat Raines seakan terombang-ambing dalam rangkulannya.

"Mana nomer duanya?!" Jerit Raines terkejut.

"Akhhh!! Ne, hentikan!" Teriak Raines namun Ne tidak mendengarkannya. Ia malah tertawa dengan keras.

Akhirnya Ne berhasil mencegat langkah Blue. Sedangkan Raines malah terdampar dalam rangkulan Beno yang langsung menyambutnya dengan tiba-tiba. Sepertinya Raines baru saja mabuk lari.

Ne mencoba menatap mata hitam tajam itu. Laki-laki yang ada dihadapannya kini tidak melihat ke arahnya namun ke arah lain. Hal itu membuat Ne merasa sedikit jengkel tapi ia malah mengalihkannya dengan tersenyum.

"Sebentar lagi akan ada ujian kenaikkan kelas bukan? Apa kami boleh belajar bersama kalian di rumahmu?" Tanya Ne mengerjap-ngerjapkan matanya.

Aneh bukan? Hanya untuk menanyakan boleh atau tidaknya ia dan sahabatnya belajar kelompok di rumah Blue. Ia malah harus berlarian di sepanjang koridor sekolah.

Sebenarnya Ne bisa saja mengirim sebuah pesan pada Blue atau mungkin menelponnya jika perlu. Hanya saja laki-laki ini sangat jarang sekali bisa membalas bahkan menjawab panggilan teleponnya.

Akhirnya Ne memilih untuk berbicara langsung pada Blue. Walau sebenarnya ia tidak terlalu yakin Blue akan menerima permintaannya itu.

Tapi ayolah, berniat belajar bersama itu bukannya sebuah tujuan yang baik. Lagipula merekakan hanya belajar bukan bermain-main. Apa ini juga termasuk ke dalam strategi Ne untuk semakin dekat dengan Blue?

Sesekali Ne juga harus mengambil jalan yang cukup ekstrim tapi masih masuk akal agar ia bisa meruntuhkan benteng pertahanan laki-laki itu untuknya.

Blue tidak menjawabnya. Ia hanya melihat Beno dan Raines bergantian. Setelah itu ia melihat ke arah Ne yang masih setia berdiri di depannya menunggu jawaban darinya. Bukan jawaban atas balasan soal perasaan, ini hanya hal yang berkaitan tentang pelajaran.

Blue itu murid yang cukup pintar di sekolah. Ia selalu menempati posisi pertama sebagai juara umum yang belum pernah ada orang yang bisa mengalahkannya.

Setidaknya Ne ingin juga ketularan kepintarannya Blue atau jika beruntung Ne ingin Blue menerima dirinya.

Tapi harus sebagai apa? Ne tidak terlalu serius untuk memikirkannya. Kata orang Ne itu bucin-nya Blue. Ia sendiri baru tahu penjelasan lengkap tentang kata bucin itu.

Dunia ini memang aneh.

"Akan kupikirkan," jawab Blue singkat membuat binar-binar mata Ne semakin terang. Ne hampir saja terpekik saking senangnya. Tapi urung ia lakukan saat Clara telah berdiri tidak jauh di belakang Blue.

Sebenarnya jawaban yang diberikan oleh Blue belum sepenuhnya bisa mencapai kata-kata setuju. Baru seperempat dari kata itu sendiri.

Ya, setidaknya Blue sudah memberikan sebuah kepastian. Daripada ia sama sekali tidak memberikan sebuah jawabannya.





TBC...

DEEP LOVE IN THE RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang