Bab 5
Beberapa menit yang lalu Clara telah pulang ke rumahnya dengan mobilnya. Tentu saja bukan Clara yang mengendarai mobil itu. Mereka masih anak sekolahan belum diperbolehkan membawa kendaraan sendirian. Sebenarnya Clara telah mengajak Ne untuk pulang bersamanya namunNe menolaknya.
Ia beralasan ingin menikmati hujan hari ini. Dan ia mengatakannya dengan jujur. Clara awalnya memaksa Ne tapi apa boleh buat Ne terlalu keras kepala untuk Clara kendalikan.
Ne menengadahkan tangannya menampung air hujan yang jatuh dari atap sekolah. Hujannya masih deras malahan semakin deras dari tadi pagi. Pelangi yang sempat ia lihat di dalam kelas tadi sudah tidak ada lagi. Pelangi itu hanya datang sebentar dan tiba-tiba menghilang tanpa pamit.
Yerim baru saja keluar dari dalam kelasnya begitu ia melihat seorang perempuan yang ia pikir pernah bertemu dengannya. Perempuan itu terus memandangi hujan yang jatuh. Apa ia tidak merasa kedinginan? Pikir Yerim sebab sebagian tubuh perempuan itu telah berada di luar tempat yang teduh.
Di sisi lain Raines yang sedang berada di dalam mobil Blue tidak bisa melepaskan pandangan matanya dari perempuan yang kini sudah mulai berjalan dibawah guyuran hujan.
Ia bisa dengan jelas melihat senyuman yang terbit di wajah perempuan itu. Tanpa Raines sadari senyumannya pun ikut terbit bersamaan dengan matanya yang menatap kagum padanya.
Blue yang sibuk dengan ponselnya tidak memperdulikan hal apa saja yang terjadi diluar mobil. Ia hanya perlu menghangatkan dirinya sebab jika dibiarkan ia akan merasa kedinginan. Blue menyimpan ponselnya saat sudut matanya menangkap tubuh Raines yang tidak berhenti menatap ke arah luar.
Pandangan matanya mengikuti kemana arah mata Raines. Blue berdecak begitu ia sadar jika Raines tengah menatap Ne. Bukan hal yang menarik baginya. Jadi ia tidak perlu untuk memperhatikannya. Tapi siapa sangka sudut mata Blue malah bergerak untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh Ne sekarang.
Yerim beranjak dari tempatnya berdiri begitu melihat mobil yang menjemputnya sudah berada di dalam perkarangan sekolah. Ia segera membuka payung miliknya dan berjalan menembus air hujan tanpa basah sedikitpun.
Cplak cplik cplak...
"Akh!" Ringis Yerim merutuk pada dirinya karena tidak berhati-hati saat berjalan. Sepatunya malah terkena sedikit lumpur kental. Yerim membungkukkan badannya untuk membersihkan bagian sepatunya yang terkena lumpur dengan air seadanya yang ia tampung dari curahan payungnya.
Saat ia rasa sudah cukup bersih Yerim pun kembali melangkah. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti saat ia melihat seseorang yang ada didalam mobil tengah menatap ke arahnya.
"Sepertinya aku tahu siapa laki-laki itu," ucap Yerim dengan dirinya sendiri. Akhirnya Yerim memutuskan untuk menyapa laki-laki itu.
"Hei, Blue," seru Yerim berusaha melawan derasnya suara air hujan. Blue yang perhatiannya tengah tidak fokus terkesiap saat ia menemukan Yerim sudah berdiri di hadapannya. Blue mengerutkan keningnya. Ia merasa tidak mengenali Yerim dan darimana ia bisa tahu dengan namanya?
"Apa kau masih ingat aku?" Tanya Yerim. Blue tidak menjawabnya. Ia hanya diam dengan pikiran merutuki Beno yang masih belum juga kembali dari toilet beberapa menit yang lalu. Jika bukannya karena Beno mungkin saja mereka sudah pergi dari tadi.
Merasa tidak akan mendapatkan jawaban apapun dari Blue. Yerim pun memilih pamit dengan perasaan kecewa.
"Sampai bertemu kembali Blue," mungkin lain kali, gumam Yerim.
Tidak lama setelah itu muncul Beno dengan tergesa-gesa berlari untuk menghindari bajunya basah dan masuk ke dalam di sambut dengan ocehan Raines yang gemas dengan kebiasaannya yang selalu lama jika pergi ke toilet.
Beno meringis dan menggaruk-garuk tengkuknya.
Mobil yang membawa Yerim pulang perlahan mulai keluar dari gerbang sekolah. Di susul oleh mobil Blue yang berada di belakangnya.
Raines mencari-cari keberadaan Ne yang sudah tidak terlihat lagi. Ini semua gara-gara Beno. Jika saja laki-laki itu bisa mengatasi kebiasaannya mungkin saja Raines bisa memberikan Ne sesuatu pada Ne.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Yerim di dalam mobilnya. Ia terus memperhatikan keadaan trotoar dan orang-orang yang sedang berteduh. Tapi ia sama sekali tidak bisa menemukan Ne.
Padahal Yerim ingin mengajak Neuntuk pulang bersamanya. Yerim tidak mempermasalahkan baju Ne yang basah. Siapa pun yang kehujanan pasti akan bisa terkena flu bukan.
Blue memasang earphone di telinganya dan memejamkan matanya begitu musik yang ia pilih mengalun dengan sangat tenang ditelinganya. Ia tidak mendengar suara hujan lagi. Hanya sebuah ketenangan yang ia dapat sebelum akhirnya sampai di rumah.
***
Di tengah hujan yang masih saja setia untuk turun ini seseorang sedang sekuat tenaga berlari dari kejaran beberapa orang dibelakangnya. Sesekali ia menoleh kebelakang dan kembali memperhatikan langkah kakinya yang semakin cepat berlari sebab mereka sudah hampir bisa menjangkau dirinya.Dari sudut bibirnya mengeluarkan darah dan dibagian pelipis matanya ada sedikit luka robek. Darah itu berubah menjadi bening saat air hujan terus memaksanya untuk ikut jatuh bersamanya. Ia tidak bisa merasakan perih pada lukanya. Yang ia pikirkan bagaimana sekarang ia harus segera kabur dari kejaran mereka.
Sebenarnya ini salah dirinya juga yang sembarangan melewati jalanan yang dipenuhi beberapa preman gang. Awalnya baik-baik saja tapi saat ia tidak sengaja menyenggol sepeda motor mereka hingga terjadilah tubrukkan domino barulah masalah itu muncul.
Ia sudah meminta maaf tapi orang-orang itu tidak mau menerimanya begitu saja. Salah satu dari mereka datang dan malah memberinya sebuah pukulan di wajah. Itulah alasan kenapa bibirnya bisa terluka. Dan bagaimana dengan bagian pelipis matanya yang sedikit robek itu?
Setelah menerima sebuah pukulan telak tentu saja ia tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Maka ia pun memberikan sebuah pukulan yang cukup fatal bagi orang itu. Ia menendang bagian aset pribadi preman gang itu yang akhirnya membuatnya tidak bisa bergerak di atas tanah akibat menahan rasa sakit yang teramat menyakitkan.
"Rasakan itu!" Gumamnya.
Satu orang lagi datang dan melayangkan pukulannya. Tapi segera ia tangkis dengan sebelah tangannya. Kemudian dengan cepat ia memberi sebuah pukulan di bagian perut preman itu. Maka tumbanglah satu orang lagi.
Ia tidak menyangka jika beberapa dari mereka malah datang menyerbunya bersamaan. Merasa tersudut dan tidak bisa untuk melawan mereka sekaligus ia pun segera berbalik dan kabur secepat mungkin.
Dan saat ia berhasil keluar dari gang sempit itulah ia mendapatkan luka robek di pelipis matanya. Saking terburu-burunya ia sampai tidak menyadari jika ada seseorang yang sedang berjalan ke arahnya dengan sebuah payung. Ujung besi payung itu mengenai pelipis matanya. Ia masih beruntung matanya masih baik-baik saja.
"Hei! Kau tidak apa-apa!?" Serunya si pemilik payung. Beberapa saat kemudian empat orang preman melewatinya sambil berseru agar perempuan itu segera berhenti jika tidak mereka akan menghabisinya tanpa ampun.
Laki-laki itu menghela napasnya. Padahal yang mereka kejar hanya seorang perempuan dengan pakaian seragam sekolah SMA yang masih melekat dengan lengkap di badannya. Bisa-bisanya mereka malah mengganggu anak itu.
"Ucup!!!" Ia berteriak dengan keras. Tepat setelah itu orang yang bernama Ucup di antara mereka mendadak berhenti dan diam di tempatnya berdiri. Rasa dingin yang ia rasakan akibat air hujan malah terasa semakin dingin.
Kakinya tidak mampu berbalik kebelakang untuk melihat wajah orang yang baru saja berteriak memanggil namanya itu. Hal yang sama juga dirasakan oleh tiga orang temannya.
"Habis kita!" Keluhnya dengan badan yang menggigil kedinginan atau mungkin—ketakutan.
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
DEEP LOVE IN THE RAIN
Teen FictionNe gadis remaja yang sama seperti gadis seusianya. Senang melakukan sesuatu hal bahkan menyukai seseorang sampai orang lain mengira ia terlalu Bucin.. Padahal Ne merasa ia tidak seperti itu. Blue adalah orang yang disukai oleh Ne. Namun Blue orang y...