9- Takdir

72 2 0
                                    


Hola!  Ada yang kangen?
Nggak yah? :(
Tapi ga apa apa, yang ngangenin aku banyak. Hehe bercanda, jomblo mana ada yang kangen.

Happy reading all:)

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Jalanan lengang. Kendaraan bermotor berseliweran meskipun jumlahnya bisa dihitung dengan jari.

Tik. Satu tetes hujan menerpa wajahku. Tik. Satu lagi mengenai rambut hitamku yang tergerai.

"Kita berteduh dulu. Udah mau hujan." Cowok didepanku ini berbicara dibalik helm full face nya. Aku mengangguk mengiyakan sambil menoleh ke kaca spion.

Motor sport keluaran terbaru itu berbelok ke teras sebuah toko kelontong di pinggir jalan. Alvaro menyampirkan motornya tepat di depan toko itu.

"Turun"pintanya. Alvaro sudah duduk di bangku yang telah disediakan.

Aku mengikuti dan duduk disebelahnya. Titik titik hujan tadi semakin deras membasahi aspal jalanan didepanku.

Angin bertiup lumayan kencang. Aku menyilangkan tanganku di depan dada, berusaha memeluk diriku sendiri.

"Nih, pake." Lagi lagi cowok itu berbicara,kali ini sambil menjulurkan jaket yang tadi dia kenakan.

"Ga usah" tolakku.

"Pake aja."

Aku mengambil jaket tersebut. Memakainya ditubuh mungilku ini. Kebesaran memang, namun sangat nyaman dan wangi. Wangi khas Alvaro mendominasi.

"Mbak jual teh hangat nggak?" tanya Alvaro sedikit kencang agar penjaga toko mendengarnya.

"Kagak jualan teh anget mas. Disini cuman jual jajanan sama minuman kemasan" ujar penjaga toko kelontong tersebut.

"Gitu ya mbak. Padahal saya mau beli teh anget dengan harga 100 ribu lo. Tapi si mbaknya nggak jual toh."

Si mbak penjual yang mendengar nominal 100 ribu langsung tergagu. "Saya jual kok mas. Mau berapa?" tawarnya sumringah.

"Tadi katanya gak jual. Gimana sih?"

"Itukan tadi. Sekarang saya jual kok. Hehe."

"Pesen dua."

"Oke, siap mas." Si Mbak langsung pergi kebelakang dan menyiapkan pesanan.

Suasana canggung mulai merayapi kami berdua.Tidak ada yang mau membuka percakapan terlebih dulu. Aku memandang lurus  ke depan tanpa menoleh ke samping sedikitpun.

"Ehemm ini tehnya mas ganteng dan mbak cantik. Diminum, mumpung hangat." Mbak penjaga toko kelontong membawa nampan berisi 2 cangkir teh hangat lalu meletakkannya di meja depanku.

"Makasih mbak" ucapku.

"Sama sama."

Aku mengambil cangkir teh. Meniup niupnya sebentar lalu meneguknya perlahan.

"Udah mendingan?" tanya Alvaro. Aku bahkan lupa kalau dia masih disampingku.

"Lumayan."

"Tadi dikelas, kamu kelihatan lemas. Syukurlah sekarang udah baikan."

Aku hanya tersenyum simpul. Menatap kembali jalanan di depanku. Hujan sudah mulai reda. Titik titik  air nya jarang turun. Aku bangkit dari tempat duduk. "Kayaknya udah reda. Kita langsung pulang ya."

"Oke."

Setelah membayar teh dengan nominal yang sudah dijanjikan, kami menaiki kembali motor Alvaro. Menuju ke rumah sederhana milik keluarga ku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bad Type [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang