Owen Grassley seorang bocah lelaki yang lahir di keluarga petani bernama Grassley. Owen memiliki kakak perempuan bernama Lily, ibunya bernama Heather, dan ayahnya Philip Grassley.
Ayahnya Philip Grassley merupakan petani paling terkenal di kota dengan memiliki beras kualitas terbaik. Ketika ditanya mengapa beras dari sawahnya sangat berkualitas dan berbeda dari beras yang lainnya Philip hanya menjawab, "Tentu saja begitu, saya dan keluarga saya sendiri yang menanamnya, pastilah enak". Jawabannya yang seperti lawakan hanya membuat warga tertawa.
Namun jawaban Philip tidak sepenuhnya salah, memang dia dan keluarganya menanam padi itu sendiri. dan mereka mendedikasikan seluruh usaha mereka kepada padi yang mereka tanam. Kecuali Owen yang pada saat itu berumur 8 tahun, tak sekalipun ia membantu keluarganya menanam padi disawah. Menurut Owen menjadi petani merupakan pekerjaan payah. Jadi yang ia lakukan hanya bermain-main berkeliling kota tanpa melakukan apapun.
Suatu pagi saat Owen hendak bermain, ayahnya menyuruhnya untuk membeli persediaan sawah di kota sebelah.
Owen : "Kenapa harus di kota sebelah? kan di kota kita juga ada. Lagian biasanya ayah kok yang beli. Aku kan sudah bilang nggak mau ikut campur soal sawah, aku bukan petani!"
Philip : " Ayolah Owen sekali ini saja, dengarkan permintaan ayah. Persediaan ini harus kamu beli di kota sebelah, kalau nggak diluar kota nggak boleh."
Owen : " Kenapa sih? Ayah tiba-tiba jadi aneh tau nggak? Pokok aku nggak mau!"
Philip : " OWEN!!!", (sembari berteriak, Philip menampar Owen)
Owen pun menangis sambil memegang pipinya, dan ia berlari pergi dari rumahnya. Namun Philip malah berkata "Iya bagus, pergilah kamu tidak usah kembali lagi. Kamu bukan anakku lagi".
Setelah berlari jauh Owen duduk dan beristirahat di bawah sebuah jembatan. Owen masih tidak percaya ayahnya berkata seperti itu, karena yang ia tahu adalah sosok ayahnya yang sangat baik yang bahkan membiarkannya bermain dan tidak bekerja di sawah. Kata-kata terakhir ayahnya menusuk hati Owen sangat dalam, Owen tidak berani untuk kembali kerumah. " Jika ayah sudah semarah itu, bahkan kakak dan ibu sudah tidak bisa membantuku untuk kembali kerumah lagi", pikir Owen.
Pagi berlalu, siang berlalu, dan sore pun berlalu. Saat ini sudah tengah malam, Owen masih dibawah jembatan merasa kedinginan. Owen mulai berpikir mungkin ini memang salahnya, seharusnya Owen menuruti perintah ayahnya. Ayahnya hanya menyuruhnya untuk membeli peralatan, tak ada alasan untuk Owen untuk marah kepada ayahnya hanya karena menyuruhnya membeli peralatan.
Dengan penuh perasaan menyesal Owen mulai berjalan kembali ke rumahnya sembari memikirkan ucapan minta maaf yang harus ia sampaikan ke ayahnya.
.
.
.
.
.
Belokan dekat rumahnya, Owen sudah hampir sampai.
Owen sudah samai kerumahnya kembali, ia tercengang, tangannya bergetar, mata Owen mulai ber-air tak percaya. Sawahnya hangus, rumahnya sudah menjadi debu. Owen tak tahu apa yang terjadi, namun ia langsung berlari ke arah rumahnya yang hangus, memastikan tak ada mayat ditumpukan debu itu. Owen terus menggali, menggali, dan menggali tumpukan debu itu, dan.
Sebuah bekas cakaran dan garukan ditanah, tak jauh dari bekas cakaran itu sebuah tangan hangus serta tampak tulang terlihat di tumpukan atap yang runtuh. Pikiran Owen mulai kacau, semuanya terasa gila, melihat tangan yang telah terbakar itu membuat Owen kehilangan kendali emosinya. Owen tertawa. Ia tertawa tebahak-bahak sambil memukul mukul tanah, dengan air matanya yang mengalir tanpa berhenti.
"Sungguh ironis, keluarga petani paling terkenal di kota sawah dan rumahnya terbakar, bahkan orangnya pun ikut terbakar. dan tak ada seorangpun yang datang menolong mereka!", teriak Owen. Tetangga sekitarnya yang mendengar suara tangis serta tawa Owen yang tak jelas itu mulai mematikan lampu rumah mereka dan menutup jendela mereka. Tak seorangpun menghampiri rumah Owen yang sudah terbakar.
Tanpa sadar Owen akhirnya tertidur di tumpukan abu rumahnya.
to be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Sang Anak Petani
Fiction HistoriqueHanya sebuah kisah sederhana seorang anak petani Yang hidup pada abad ke-15.