Eighteen: Count Me! (b)

8.1K 1.8K 231
                                    


Di ruangan Pak Dhani, Orin harus berhadapan dengan tampang semasam cuka milik Mei. Ya Tuhan, menghadapi makhluk-makhluk seperti ini benar-benar menguras emosi. Merasa dirinya sebagai orang beradab yang masih tahu bagaimana bersikap sopan, Orin menyapa Mei dengan senyuman. Meskipun hanya mendapat cibiran sinis sebagai balasan. Orin hanya berharap Jeffry tidak memperhatikan hal itu.

"Ternyata benar, suasana di hydro memang benar-benar panas nih, rupanya," komentar Jeffry tanpa diduga.

"Pak Jeffry emangnya tahu dari mana?" tanya Orin heran.

"Gosip neredar lebih cepat dari api, Mbak Orin," sahut pria itu.

Dan obrolan mereka terputus ketika Pak Dhani muncul dengan ponsel menempel di telinganya. Dengan isyarat tangan atasan Orin itu menyuruh keduanya menunggu di sofa yang ada di kantor itu. Sofa yang sering dipakai Berlyn tidur kalau sedang menunggu Orin pulang. Haduh, nih laki-laki emang beneran deh! Batin Orin antara kesal dan merasa lucu sendiri dengan tabiat pria itu.

Pak Dhani bergabung setelah menyelesaikan pembicaraannya. Mei mendekat tanpa disuruh. Sebagai asisten Pak Dhani, dia memang harus tahu apa saja kebutuhan bosnya, yang biasanya tidak jauh-jauh dari urusan menyediakan perlengkapan atau membantu mencatat notulen.

"Maaf nih harus menunggu. Pak Budiarso yang barusan berbicara sama saya," kata Pak Dhani menyebut nama sang direktur teknik. "Sebenarnya dari semalam saya sudah ngobrol terus sama Pak Berlyn. Terkejut juga mendengar fakta yang baru soal salah data ini. Yang membuat saya heran, kok bisa terjadi kesalahan sefatal ini," pria di hadapan mereka berbicara dengan aksen Jawa yang sangat kental.

"Dari pihak kami juga sama terkejutnya, Pak," sahut Jeffry. "Apalagi setelah ditegesin berkali-kali, akhirnya salah satu anggota tim kami, Anom, mengaku juga bahwa selama ini dia mendapat supply data dari pacarnya, anggota Mbak Orin. Tidak mengambil secara resmi dari server hidro."

"Jam berapa Anom mengaku?" tanya Pak Dhani.

"Tadi pagi, tepat sebelum Pak Berlyn berangkat. Sepertinya dia masih berharap ikut dalam rombongan. Tetapi Pak Berlyn tidak mengizinkan sampai dia bertanggung jawab pada perbuatannya itu. Untung saja Pak Berlyn sudah tahu kasusnya sejak semalam. Dan sudah menghubungi saya dan menyuruh mempersiapkan segalanya, memperbaiki apa yang sempat diperbaiki. Hanya saja, nanti meeting pertama Pak Berlyn dilakukan pukul sebelas waktu Indonesia bagian tengah. Jadi kita benar-benar mepet waktunya nih."

Jeffry menunjukkan jadwal Berlyn, seperti yang dilihatnya semalam.

"Jadi gimana nih, Rin? Data-data untuk meeting pagi ini?" tanya Pak Dhani.

"Sebenarnya sudah siap kok, Pak. Terdata secara rapi di server tinggal ambil saja," jawab Orin kalem.

Pak Dhani tertawa terbahak-bahak. "Ini namanya konyol. Data sudah ada, tinggal ambil, apalagi Pak Berlyn dan Orin itu satu item. Bisa-bisanya Anom mau ngadalin. Antara bego dan nekat ini."

Orin ikut tertawa bersama kedua pria. Tetapi dengan sudut matanya dia menangkap ekspresi marah di wajah Mei. Ya maaf, Mei. Kamu bukan bagian dari semesta pembicaraan! Tetapi seperti biasa Orin pura-pura tidak tahu. Alih-alih mempermalukan Mei dengan memberinya tatapan penuh kemenangan, gadis itu memilih mengalihkan pandangan dan kembali berbincang bersama Pak Dhani dan Jeffry.

"Untungnya Pak Berlyn tahu dari Orin tadi malam, ya," celetuk Pak Dhani, entah lugu, entah sengaja memancing. Karena obrolan seperti ini bila ditangkap oleh para pria bisa membuatnya jadi bulan-bulanan.

"Kebetulan saja saya sedang bersama Pak Berlyn," Orin berusaha menetralkan suasana.

"Nggak kebetulan juga nggak apa-apa, Mbak Orin. Namanya mau pisah lama, wajar kalau ingin menghabiskan waktu berdua," seringai Jeffry.

Sew The Heartmade (akan terbit dengan judul :Love You, Orin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang