Karena reputasi tidak hanya menyangkut urusan harga diri.
"Berlyn nggak datang juga, Ma?"
Wanita lanjut usia yang sedang membenahi tanaman-tanaman hias dalam pot itu hanya terhenti sejenak ketika melirik perempuan muda yang sedang duduk di kursi panjang teras rumah itu.
Irma adalah putri sahabatnya yang menikah dengan salah satu kerabat jauhnya. Sejak kecil gadis itu sudah sering bermain ke rumah ini dan juga akrab dengan Berlyn. Rasanya semua seperti mimpi ketika putra semata wayangnya ini memutuskan menikahi Irma. Dan gadis itu memberinya seorang cucu yang cantik dan lucu.
Sebelum perceraian itu terjadi. Dan sebelum misteri di balik pernikahan mereka terkuak. Kini Irma memang bukan lagi menantunya. Tetapi dia tak keberatan kalau tetap dipanggil Mami. Dan Vero pun masih diperlakukan seperti cucu kandungnya di rumah ini. Tidak ada yang berubah. Kecuali kegelisahan di mata Irma yang tidak sanggup dia tutupi.
"Dia sibuk. Jadi jarang bisa mampir. Katanya sekarang dia mengurus divisi baru di perusahaannya."
Irma terkejut. "Oh ya?"
Wanita itu akhirnya berdiri dan menatap Irma dengan iba. "Mama pikir kamu sudah tahu."
Irma menggeleng. Bagaimana dia tahu? Setiap berbicara dengan Berlyn selalu hanya membicarakan tentang Vero. Karena hanya gadis kecil itu satu-satunya penyambung komunikasi di antara mereka. "Sejak kapan, Ma?"
"Sejak dia pulang dari Belanda. Kan direkturnya yang meminta Berlyn kembali ke perusahaan karena sudah diplot untuk posisi baru. Papa waktu itu sudah khawatir aja kalau masa depannya berantakan. Kondisi sedang kayak gini, cari kerja susah, Berlyn malah menolak cuti. Dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya karena nggak yakin akan balik lagi setelah menyelesaikan program masternya. Untung saja dia langsung ditawari posisi baru begitu urusan studinya kelar."
"Kupikir Berlyn kembali ke perusahaan pada posisinya yang dulu dan masih harus dikirim ke lapangan. Terakhir aku telepon juga dia lagi di lapangan, Ma."
Mama Berlyn kembali memperhatikan Irma yang seolah sedang melamun. Meskipun ada dugaan keras kalau Irma seperti berharap kembali pada putranya, dia tidak akan sampai hati menanyakannya. Hubungan mereka sudah sangat dekat seperti keluarga, dengan atau tanpa pernikahan mereka.
"Berlyn bilang kalau dia memang harus ke lapangan. Tetapi tidak stay seperti dulu. Karena kantor tetapnya sekarang di sini."
"Hm ..." Irma seperti orang yang sedang melamun. "Berlyn sering pulang, Ma?"
"Sesekali. Itu juga cuma sebentar. Kalau pulang kantor kadang mampir untuk makan malam. Tetapi jarang. Karena dia sering lembur juga."
"Weekend juga jarang nongol ya. Dia malah belum pernah sekali pun hadir di acara keluarga."
"Dia sibuk, Irma. Jumat kemarin dia juga baru pulang dari lapangan."
"Hm ... iya. Pasti dia sibuk. Tapi baiknya dia, di sela-sela kesibukannya, kalau ditelepon sama Vero pasti dia mau meladeni," Irma tertawa kecil.
"Papa Berlyn ya, Ma?" tanya Vero tiba-tiba.
"Iya, Sayang."
"Papa Berlyn sudah pulang, Oma?"
"Belum. Papa Berlyn kan kerja?"
"Ini hari Minggu. Kok Papa nggak libur?"
Irma segera menarik tangan anaknya dan berbicara dengannya. "Papa Berlyn memang libur, Sayang. Tapi tidak di sini."
"Kita ke rumah Papa Berlyn ya, Ma."
Irma mengangguk. "Kapan-kapan, ya?"
Sedangkan wanita senior itu menatap keduanya dengan khawatir. Dia pasti akan sangat bersyukur andai Irma dan Berlyn akan bersatu kembali. Melanjutkan apa yang dulu belum dimulai. Putranya pria yang baik di balik penampilan luarnya yang genit dan suka bercanda. Memiliki rasa tanggung jawab yang luar biasa. Irma akan terjaga andai dia tetap bersama Berlyn. Begitu juga Vero.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sew The Heartmade (akan terbit dengan judul :Love You, Orin)
Literatura FemininaJLEB! Kamu beneran yakin nih, akan menjalin hubungan serius dengan pria kayak Berlyn? Bukannya dia orang aneh? Gimana nggak aneh, sekarang cowok waras mana yang mau nikahin cewek yang lagi hamil anak pria lain? Semalaikat-malaikatnya Berlyn, dia...