Kalopsia
I don't know if delusion is more beautiful than reality
Day 2 || Rindu
|| 887 words ||
ヾ(*'▽'*) Happy reading (^0^)ノ
.
.( ・∀・)・・・--------☆
Orang-orang perlahan mulai meninggalkan tanah merah itu. Meninggalkan Arba sendirian di sana. Yang menatap kosong pusara baru di depannya. Menatap bulir-bulir kelopak bunga yang menghiasi pusara itu. Sementara pohon kamboja yang tandus terus bergerak-gerak oleh angin sore ini.
“Aku duluan, Ar.” Orang terakhir menyentuh bahu Arba lembut. Segera meninggalkannya sendirian bersama pusara itu. Tidak ada lagi orang di sekitarnya. Sejenak angin semilir menerpa wajah sendunya. Matahari sudah tenggelam, meninggalkan semburat kemerahan yang sejuk.
Air mata beningnya perlahan luluh dari mata lelaki itu. Menangis sesegukan sendirian. Berharap ini semua hanyalah mimpi belaka.
***
Warung makanan itu ramai sejenak oleh kedua pasangan muda. Bercengkrama berdua di warung yang sepi itu. Tidak ada restoran mahal. Tidak ada pelayanan bintang lima.
Hanya warung di pelosok dengan dua porsi makanan tanpa makanan penutup. Sesekali penjual makanan ikut nimbrung mengobrol—bosan dia mengobrol dengan wajan dan panci.
“Aku tak bisa membayangkan wajah malumu saat itu.“ Lia tertawa renyah. Mendengar suaminya salah masuk kelas mata kuliah itu menggelitik perutnya. Arba mengangkat bahu. “Untungnya tidak ada professor Arsa di kelas itu.“ Arba melanjutkan.
“Yah, kamu bisa dihukum membuat esay banyak-banyak dari beliau.“ Lia menyeruput es jeruknya.
“Neng sama Abang ini nggak salah salah masuk warung juga kan?” penjual dengan serbet melingkari lehernya bertanya. Kepalanya nongol di daun pintu dapur. Lia terdesak sejenak. Diikuti tawa Arba oleh pertanyaan absurd penjual dan sedakan Lia.
“Ayolah, bang, kami memang sengaja kemari. Nasi goreng abang enak sekali.“ Arba mengacungkan jempolnya. Penjual itu salah tingkah, segera pergi masuk kembali mengobrol dengan sayur sawi dan kucing pencuri suwiran ayamnya.
Arba dan Lia adalah pasangan muda. Mereka berdua baru saja lulus kuliah. Meski Arba kembali mengambil S2. Mengharuskannya sekolah sambil menafkahi istrinya. Tapi itu tidak membebaninya. Malah menambah semangat hidupnya, mengingat sebelumnya dia hidup sendirian. Tidak ada orang tua dan sanak saudara.
“Hey, sudahlah, jangan menangis.” Lia mengusap air mata di ujung mata Arba. Arba tertawa pelan. Memegang punggung tangan Lia yang masih ada di pipinya. Mengelusnya manja seperti seekor kucing.
“Cicilan rumah kita nanti aku juga akan berusaha, Arba fokus sekolah dulu. Toh, bulan depan Arba akan lulus.”
Arba mengangguk. Mengusap wajahnya perlahan. Dia merasa beruntung menemukan sosok seperti Lia. Sosok yang selalu mengekspresikan perasaannya dengan indah. Lia yang periang dan bersemangat. Meski selalu kalah dengan film horror dan preman jalanan.
***
“Kenapa,” Arba berseru serak. Dirinya masih duduk di tempat yang sama. Kaki dan betisnya sudah kesemutan dari tadi. Tapi Arba tak bergeming sama sekali. Dia tak peduli. Dia kembali teringat kejadian tadi pagi. Saat dia lulus menjadi wisudawan S2.
“Kamu seharusnya tidak perlu datang.” Air mata Arba kembali luluh. Dia tidak mengusapnya sama sekali. Membiarkannya jatuh di pusara Lia. Sesekali Arba tersengal.
Pagi itu, Arba wisuda. Dihadiri orang tua atau wali wisudawan. Lia akan datang sebagai wali Arba, eh, bukan wali, sebagai istri Arba. Arba menunggu Lia lama sekali. Duduk sendirian di kursi empuk.
Menatap teman-temannya yang sibuk berbangga diri dengan keluarganya. Arba menelan ludah. Dia akan mencoba menelpon Lia.
Tiga nada panggilan tidak terjawab.
Arba menelan ludah. Jangan-jangan Lia ketiduran, mengingat saat dia tadi berangkat subuh tadi, Lia masih terlelap. Arba mendengus kesal. Dia akan menjemput Lia. Acara intinya sudah selesai, menyisakan acara penutup. Tidak masalah jika dia pergi menjemput Lia.
“Maaf,” Arba menggigit bibirnya. “Seharusnya kita berangkat bersama saja.” Arba tak kuasa mengingatnya. Air matanya terus luluh sementara pikirannya kembali mengeduk ingatannya pagi itu.
“Lia!” Arba memeluk tubuh membeku itu depan umum. Membiarkan dirinya ikut kotor oleh darah. Kemeja putih yang tadinya sudah dicuci hingga kinclong oleh Lia, sekarang sudah kembali bernoda oleh darahnya sendiri. Arba tidak tahu, siapa yang melakukan hal ini pada Lia.
Dia hanya melihat kejadian saat Lia sudah tergeletak tak berdaya dengan motor yang sudah bengkok.
“Siapapun, panggil ambulance, kumohon.” Arba berseru memohon pada orang-orang yang sedari tadi menontonnya. Salah seorang ibu-ibu itu mengangguk, dia baru saja memanggil ambulans. Arba mendongak, berusaha menahan air matanya.
Jari Lia bergerak-gerak pelan. Matanya mengkerjab-kerjab, menatap suaminya perlahan.
“Arba,” Lia berseru pelan. Tangannya mengusap air mata yang masih menggenang di sudut mata Arba. Arba berseru tertahan, menenangkan Lia agar tidak banyak bergerak. Lia tertawa pelan.
“Selamat, Arba, aku sangat bangga. Aku sangat senang memiliki seseorang sepertimu. Maaf aku tak sempat datang di acara wisudamu.”
Arba masih membiarkan air matanya luluh terserap tanah pusara Lia. Hari ini seharusnya hari yang hebat, seharusnya hari ini Arba tidak lagi harus membagi waktu belajar dan bekerja. Seharusnya Lia tak perlu lagi menyuruhnya belajar dengan giat. Seharusnya,
“Lia,” Arba menatap pusara itu lekat-lekat. Pikirannya kembali teringat ucapan Lia dan tawa renyahnya. Arba mencoba tersenyum, menenangkan dirinya. “Padahal baru tadi pagi kamu pergi,” Arba menahan matanya yang kembali pedih. “Aku sudah merindukan usapan tangan lembutmu ketika aku menangis. Aku,” Arba kembali tertunduk.
Kali ini dia mengusap air matanya. Teringat ucapan yang selalu dilontarkan Lia ketika menenangkan Arba yang menangis. “Hey, sudahlah jangan menangis.”
“Aku benar-benar merindukannya.”
Thanks for reading
ヽ(>∀<☆)ノTerimakasih sudah mau membaca cerpen roman saya
Kisah cinta dengan akhir duda
Jadi maaf kalau ada salah kata
yah sajaknya nggak nyambung:"
Hope u like it \(^ヮ^)/
See you tomorrow ' ')/
Krisar boleh banget soalnya azzah adalah penulis yang baru lahir mengeow#Challenge10daywriteAR
#AR_Rainbow
#SiapMenulisSiapBerkarya
#Day2
#Rindu(ノ◕ヮ◕)ノ*:・゚✧
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalopsia: 10 day writing challenge AR Rainbow
Short Storykisah-kisah yang entah apa adanya yang tenggelam dalam laut penuh amunisi dan mencungkil salah satunya menjadi kisah mereka. 10 Day Writing Challenge with AR Rainbow well, asal kalian tahu, ini ceritanya nyambung:)) bukan beda" Hope u like it