Sunghoon kecil hidup nyaman dalam belaian harta. Orang tuanya lebih dari kaya untuk membelikannya apapun yang dia mau. Buku, cat air, biola –apapun yang dia inginkan. Sunghoon tinggal di sebuah rumah sebesar kastil raja-raja dalam dongeng, tak pernah merasakan kedinginan apalagi kelaparan.
Tapi hatinya.
Sunghoon tumbuh di antara begitu banyak koleksi sastra di perpustakaan pribadinya. Membuatnya sedikit banyak mengerti apa yang kurang di hidupnya. Alasan dari dingin dan lapar yang dia rasakan meskipun duduk di dekat perapian hangat dengan secangkir coklat.
Hingga satu hari berhujan datang. Sebuah ironi ketika untuk pertama kali dalam hidup Sunghoon, hangat itu dia rasa kala tubuhnya terguyur oleh deras air hujan.
Waktu itu, Sunghoon akal-akalan saja lari dari supir yang menunggu di depan sekolah dengan dua buah payung –satu dipakai dan satu lagi untuk diberikan pada si tuan muda. Sunghoon sebagai tuan muda tentu tidak pernah merasakan yang namanya kehujanan, sebuah perasaan yang baru bagi Sunghoon. Dan ada satu lagi perasaan baru yang dia rasakan ketika langkah kakinya terhenti di emperan minimarket untuk berteduh.
Perasaan dimana jantungnya seolah diremas begitu kencang dan mendadak napasnya menjadi berat.
Awalnya Sunghoon mengira dia terserang flu, tapi tubuhnya merespon baik perasaan itu. Hatinya senang. Begitu senang hingga tanpa tahu malu manik matanya memandang sosok yang berdiri di sampingnya tanpa berkedip.
Dia seorang lelaki, memakai seragam yang sama dengan miliknya. Rambutnya hitam, terlihat halus, mata sipitnya berbinar naik hampir-hampir menyerupai seekor rubah. Jangan lupakan kulit putih yang nampak semakin pucat karena dingin. Pemuda ini sama basahnya dengan Sunghoon.
Tangan Sunghoon tergerak untuk membuka resleting tasnya, mengambil sebuah jaket hoodie tebal yang terlipat rapi di antara buku-buku. Dengan malu dia menyodorkan jaketnya pada pemuda itu.
"Eh?"
"Kamu kedinginan," jawab Sunghoon singkat.
Beberapa saat, jaket itu masih aman di tangan. Sunghoon bodoh! Kalian bahkan tidak saling mengenal sama sekali.
"A-Aku Sunghoon. Park Sunghoon. Kelas 2-3," perlahan Sunghoon yang mulanya menunduk malu menatap wajah rubah itu yang sedang terkikik pelan.
Detik itu juga, Sunghoon merasakan bahwa jantung dan paru-parunya telah melorot ke perut.
Efeknya terlalu dahsyat bagi Sunghoon yang hanya meraba keindahan dari lukisan-lukisan mahal yang tertempel di dinding rumahnya.
"Sunoo. Kim Sunoo. Saya masih kelas satu, 1-2. Terima kasih atas tawarannya, tapi saya pikir Sunghoon-sunbae lebih membutuhkannya dari saya."
Jangan terlena Sunghoon! Jangan terjebak oleh senyumannya!
"Aku memaksa. Kau kedinginan, bi-birmu–" satu lagi kebodohan Sunghoon hari ini, kenapa dia harus gagap hanya untuk mengeja kata bibir?
"Bibirmu gemetaran,"
Pemuda bernama Sunoo itu kembali menggeleng dengan senyuman masih bertengger manis di wajahnya, "Saya baik-baik saja,".
Gemas, Sunghoon memberanikan diri meraih tangan Sunoo, meletakkan hoodienya dengan mantap.
"Bawa dulu, kalau kamu merasa tidak nyaman menerima bantuan dariku, maka tukar saja dengan nomor ponselmu. Ini perintah, bukan penawaran."
Sunoo terlalu polos untuk menolak. Dia menerima hoodie itu lalu memakainya dengan canggung, "Terima kasih, sunbae,"
"Hangat,"
Walau hanya gumaman kecil, Sunghoon bisa mendengarnya. Ya, sekaligus bisa dia rasakan juga hangatnya. Dingin yang telah ia rasakan selama belasan tahun hidupnya kini bertemu kehangatan yang sejak lama ia impikan.
Sunghoon tak bisa untuk tak tersenyum. Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana lalu menyandarkan punggung basahnya ke dinding kaca minimarket. Kepalanya menoleh ke arah Sunoo yang menatap hujan di luar ruang mereka.
Masing-masing melihat ke arah sesuatu yang mereka anggap indah.
.
.
Hari ini bisa jadi hari yang paling beruntung bagi Sunghoon karena tanpa sengaja dia bertemu wajah rubah itu sekali lagi ketika hendak mengembalikan buku yang dia pinjam di perpustakaan.
Sunoo sedang tidur di atas meja. Sinar matahari menembus melewati jendela membentuk garis-garis lurus yang jatuh menimpa sosoknya.
Bel tanda istirahat telah berakhir terdengar. Namun, bukannya keluar Sunghoon malah melangkahkan kakinya semakin masuk ke dalam perpustakaan.
"Park Sunghoon, bel sudah berbunyi. Mau kemana?" tegur penjaga perpustakaan.
Sunghoon meringis nakal, "Mau nyamperin malaikat,"
Rupanya Sunghoon jadi tidak rasional setelah bertemu Sunoo tempo hari. Beberapa malam dia habiskan untuk meneliti perasaannya. Mengobrak-abrik seisi perpustakaan di rumah, mencari tahu gejala yang dialaminya di internet, bahkan secara pribadi menelepon psikolog kepercayaan papanya untuk bertanya.
Semua itu merujuk pada satu jawaban. Sunghoon sedang jatuh cinta.
Orang-orang menyebutnya love at first sight alias cinta pada pandangan pertama. Benar saja, Sunghoon langsung jatuh di detik pertama maniknya menangkap sosok Sunoo yang berdiri di depan minimarket waktu itu.
Sunghoon duduk di hadapan Sunoo, mengamati pemuda itu dengan perasaan yang membuncah. Ada lukisan Venus di lorong dekat dapur dan pemandangan di depannya ribuan kali lebih indah daripada itu.
Sunoo menggeliat dalam tidurnya, membuka mata dan menguceknya pelan-pelan. Tampaknya dia belum sadar akan kehadiran Sunghoon hingga dia menepuk kedua pipinya keras.
"Sunghoon-sunbae?"
"Halo, sudah masuk lho, betah kamu tidur di sini," tidak ada lagi Sunghoon yang malu-malu seperti di depan minimarket itu. Sunghoon sudah belajar.
"Benarkah? Kalau begitu saya permisi dulu," belum satu meter, Sunoo berbalik lagi, "Jaketmu! Hampir saja saya lupa. Sunbae meminta nomor saya, jadi saya pikir saya akan mendapat pesan. Tapi ternyata tidak. Maafkan saya, padahal saya yang meminjam."
Sunghoon juga lupa soal itu. Pantas saja ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya beberapa hari ini dan sesuatu itu adalah nomor Sunoo yang tersimpan di ponselnya menunggu untuk dihubungi.
"Ah, biar aku kirim kakao ke kamu nanti."
"Jangan begitu," Sunoo buru-buru mengambil ponsel di sakunya lalu menyerahkannya pada Sunghoon, "saya terlalu malu untuk datang langsung ke kelas sunbae. Jadi, saya minta nomor saja. Saya akan segera mengembalikan jaketnya."
Sunghoon mengetikkan nomornya di sana, Sunoo mengucapkan terima kasih dengan riang.
"Kalau begitu saya permisi,"
"Sunoo," panggil Sunghoon.
"Ya?"
"Aku jatuh cinta,"
-tbc-
Saya membuat cerita ini spontan tanpa ada ide yang disiapkan. Jadi, jika terkesan kurang matang, mohon dimaafkan, ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAIRY TALE| Sunghoon X Sunoo [ILAND]
Fanfiction"Sounds like a fairy tale. Once he came to my life, all I see was colors." . . . . . !baku !bxb