Aku tidak bisa menyembunyikan senyum ketika melihat Arsya memasuki pagar rumah. Refleks, aku bergerak mendekatinya, memperpendek jarakku dengannya.
"Aku..."
Belum sempat menyelesaikan ucapanku, Arsya menangkup kedua sisi wajahku dan menciumku. Aku tidak menyangka kalau ciuman di parkiran rumah bisa terasa menyenangkan.
Aku melingkarkan lenganku ke leher Arsya, membuatnya semakin leluasa dalam menguasai bibirku. This is the best birthday present, so far!
Arsya melepaskan ciumannya sambil menggigit pelan bibirku. "Happy birthday, Ranieta."
"So, this is your present?" godaku.
Arsya menyunggingkan senyum tipis sebelum dia kembali merengkuhku. Sepagi ini dia sudah membuaiku, aku tidak yakin apakah bisa menahan diri sampai hari ini berakhir.
Aku hanya bisa memejamkan mata, membiarkan Arsya menuntunku dalam membalas setiap ciumannya, sementara kedua tangannya mendekap tubuhku dengan erat.
Satu hal yang pasti, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Pagiku yang nyaris sempurna, kini dirusak oleh bunyi klakson mobil yang menjengkelkan, membuatku terpaksa mengakhiri kado ulang tahunku itu.
Aku melirik ke sumber keributan dari balik pundak Arsya, dan bersitatap dengan cengiran lebar di wajah Mas Rama.
"Dasar pengganggu," gerutuku, dan membawa Arsya menyingkir agar Mas Rama bisa masuk.
Aku menunggu di teras rumah, bukan untuk menyambut Mas Rama. Melainkan, sosok lain yang aku rindukan.
Pintu mobil itu terbuka, diikuti dengan langkah-langkah kecil yang berlari kencang mendekatiku.
"Sayangnya Auntie." Aku berjongkok agar Lala bisa memelukku. "Miss me?"
Lala mengangguk, membuat rambutnya yang dikuncir tinggi ikut bergerak seiring dengan kepalanya. Aku bangkit berdiri sambil membawa Lala di dalam gendonganku. Ya Tuhan, sejak kapan dia jadi seberat ini?
I have known her since she was a baby. Semua karena ibunya yang kurang ajar itu. She's just a sweet little baby, tapi ibunya malah menelantarkannya begitu saja.
Selain Mama, Lala alasanku rela bolak balik London dan Jakarta karena janjiku yang akan menjaga Lala. Aku pun menjadi tante favoritnya, meski posisiku sempat tergeser akibat kehadiran Mbak Jia. Namun, Mbak Jia sudah berubah dari Tante Jia menjadi Mama Jia, sehingga aku bisa kembali mengklaim posisiku sebagai The Best Aunt in the World di mata Lala.
Aku mencium pipinya yang selalu bersemu merah itu.
"Happy birthday, Auntie." Lala tersenyum lebar, memperlihatkan giginya yang kecil dan bersusun rapi.
"Makasih, Sayang."
Lala menatap ke sosok yang berdiri di belakangku. Wajahnya tampak begitu ingin tahu. Dia memang mudah akrab dengan orang, sehingga jika ada orang baru, Lala selalu penasaran.
Aku berbalik dan membuatnya menghadap Arsya. "Ayo, kenalan sama Om Arsya."
Arsya mengulurkan tangannya, yang langsung disambut Lala sambil menyebut namanya dengan lantang.
"Om Arsya temannya Auntie?"
Aku mengangguk. "Teman spesial," bisikku.
Lala hanya mengangguk, entah dia mengerti atau tidak. Dia meminta diturunkan karena mendengar Mama memanggil namanya.
"Happy birthday, Mbak. Setelah ini bawelnya dikurangi, ya."
Aku memukul lengan Mas Rama, tapi tidak menolak pelukannya. He'll always be my reliable big brother.
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETE] Philosophy of Love
RomanceFor Calista, love is like a fairy tale. She believes that her love story is a modern day fairy tale. Something like Notting Hill, Autumn in New York, Sleepless in Seattle, The Holiday ... well then she realizes that reality sometime sucks. Being in...