2

6.3K 741 140
                                    

Usai menemani para pria kecilnya makan siang dan kini mereka sedang berada di ruang belajar, Yara akhirnya bisa memiliki waktu untuk melihat putri sulungnya yang belum genap dua tahun.

Senyum wanita itu mengembang saat melihat Alesha tengah memegang sebuah buku yang ia coret menggunakan tinta warna-warni.

"Alesha, Sayang. Sedang apa kau?"  tegur Yara menghampiri si bungsu.

"Gambar,"  sahut Alesha singkat.

Yara melihat apa yang tengah di gambarkan putrinya itu. Setelah itu ia mendudukkan dirinya di samping si kecil yang saat ini tengah mem-fokuskan diri menatap gambaran yang berada di hadapannya.

"Gambar apa itu?" tanya Yara. Meski itu adalah bentuk gambar abstrak, tak masalah. Setidaknya putri bungsunya memiliki kegiatan.

Alesha yang saat ini belum genap dua tahun hanya menggeleng kepalanya tidak tahu. Ia memang tidak mengerti apa yang sedang ia gambar. Tapi,  ia pernah mendengar beberapa kali kakak keduanya menyebutkan kata gambar. Nyatanya yang Alesha lakukan hanya mencoret kertas putih dengan tinta hitam.

Yara tersenyum lembut mengusap rambut panjang putrinya.
"Kau sudah makan?"  tanyanya lagj. Kali ini tidak ada respons dari Alesha membuat Yara mengalihkan tatapannya pada tiga orang yang bertugas mengasuh Alesha.

"Nyonya, Nona Alesha sudah makan tadi bahkan sebelum para tuan kecil memulai makan siang," ujar seorang pengasuh. Tubuhnya bergerak selangkah, kemudian ia menundukkan kepalanya, tidak berani menatap sang nyonya rumah.

"Baiklah. Terima kasih,"  ujar Yara yang di sambut senyuman si pengasuh. Meski suami wanita di hadapannya ini sangat kejam, tapi mereka bersyukur setidaknya ada wanita baik yang menjadi istrinya. Jika tidak, mungkin mereka akan memilih untuk berhenti bekerja. Siapa yang kuat berada di dekat Aldrich berlama-lama? Jawabannya tentu saja tidak ada.

Sementara Yara di istana bersama anak-anaknya, di perusahaan besar yang berada di pusat kota tengah terjadi kekacauan karena baru saja seorang wanita terlempar keluar dari lobi hingga ke pelataran luar lobi.

Wanita itu berteriak dan menyumpah serapah pemilik perusahaan yang tidak mau bertanggungjawab atas bayi yang sedang ia kandung. Teriakan wanita tersebut mengundang tatapan para karyawan yang bekerja hingga membuat beberapa pria bertubuh besar membubarkan mereka semua dan tidak peduli dengan suara teriakan si wanita tidak waras tersebut.

"Aldrich, kau harus tanggung jawab! Ini bayimu! Tega-teganya kau mencampakkan aku setelah tahu aku hamil. Sungguh, kau pria kejam dan tidak berperasaan kau!"

"Pergi dari sini dan berhenti bicara omong kosong!" usir seorang pengawal mulai jengah. Bagi mereka yang sudah cukup mengenal Aldrich sangat tahu betapa perfeksionis dan msyphobia sang atasan. Tidak mungkin wanita yang mengaku sebagai artis itu pernah tidur dengan tuan mereka karena nyatanya istri tuan mereka jauh lebih segalanya dari wanita ini.

"Diam kalian! Aku akan membuat perhitungan dengan kalian terutama Aldrich. Jika dia masih tidak mau bertanggungjawab, maka aku tidak akan segan membeberkan hal ini pada wartawan,"  ancam wanita itu menatap tajam barisan pengawal di depannya.

"Silakan lakukan apa yang kau mau, Nona. Kami akan melihat atraksi monyet yang akan kau mainkan," balas pengawal dengan tubuh paling kecil sendiri di antara teman-temannya.

"Sialan kau! Tunggu pembalasanku!"  Wanita tersebut akhirnya memilih pergi dengan berbagai macam pikiran untuk menjerat Aldrich Syegavano agar menjadi miliknya.

"Tuan,  wanita itu sudah beberapa kali membuat ulah. Tuan tidak ingin melakukan sesuatu?" Sendro menatap Aldrich yang masih duduk dengan tenang sembari memperhatikan layar segi empat di hadapannya.

"Tidak perlu mengurus lalat yang tidak penting." Aldrich menjawab datar. "Sekali tepuk lalat akan mati. Tidak ada perlawanan,"  tandasnya.

Sendro mengangguk mengerti dengan ucapan tuannya. Tidak pernah ia kira jika tuannya akan bersikap santai seperti ini dalam menghadapi orang-orang yang mengganggunya.

"Jika dia sudah membuat ulah dengan menyakiti istri dan anakku, biarkan dia mati tanpa nama."

Sendro menggigit bibirnya mendengar pernyataan tuannya. Ternyata masih kejam seperti dulu, pikir batin Sendro.

"Baik, Tuan. Kalau begitu aku permisi lebih dulu." Sendro menunduk hormat dan melangkah pergi dari ruangan Aldrich. Sementara Aldrich sendiri sibuk memperhatikan layar datar di depannya yang tengah menampakkan sosok istrinya dalam video CCTV yang ia pasang di seluruh ruangan yang biasa dikunjungi istrinya.

Ah, ingin rasanya Aldrich untuk pulang ke rumah dan menemui istrinya. Tapi, sayang sekali. Matanya melirik tumpukan berkas yang berada di hadapannya dan menghembus napas malas. Terlalu banyak pekerjaan sehingga membuat ia tidak bisa pulang cepat. Ingin rasanya Aldrich melimpahkan pekerjaannya pada Sen, tapi tidak bisa karena berkas yang harus ia periksa adalah berkas penting yang tidak bisa diwakili siapa pun.

Setelah berkutat selama beberapa jam di kantor, Aldrich akhirnya bisa pulang saat jam menunjukkan pukul enam petang.

Aldrich merenggangkan tubuhnya sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruangannya.

Di depan ruangan sudah ada lima pengawal yang bertugas menjaganya termasuk Sendro.

Aldrich dan para pengawalnya masuk ke dalam lift yang berbeda. Setelah tiba di lantai dasar, Aldrich dan lainnya keluar dari lobi perusahaan.

Aldrich menunggu di depan lobi sopir yang entah berada dimana.

Berdiri paling posisi depan adalah Aldrich. Empat pengawalnya berdiri di belakangnya. Sementara Sendro di sisi kanan pria itu. Aura dan pesona Aldrich memang tidak tertandingi apalagi saat ini ia sedang dikelilingi para pengawal yang memang memiliki wajah tampan.

Aldrich yang tengah memikirkan hal apa yang akan ia lakukan pada Yara di istananya tersentak saat merasakan seseorang memeluknya erat.

Tidak hanya Aldrich yang tersentak terkejut, hal yang tak jauh berbeda juga terjadi pada pengawal Aldrich dan juga Sendro.

Wajah mereka spontan pucat pasi saat melihat perempuan yang sudah mereka lempar tadi siang memeluk Aldrich erat.

Segera, mereka menarik wanita itu menjauh dari Aldrich.  Wanita itu semakin mengetatkan pelukannya pada Aldrich hingga membuat salah seorang pengawal bertindak kasar dengan menarik dan mencekiknya dari belakang.  Lebih baik perempuan ini yang mati daripada mereka yang harus mengorbankan nyawa akibat kemurkaan Aldrich nanti.

Setelah tubuh wanita yang hampir kehabisan napas itu lepas, mereka segera menariknya dan menjauhkannya dari Aldrich. Kemudian melemparnya ke tengah jalanan dan hampir tertindas mobil jika tidak pengemudi tersebut menghentikan mobilnya tepat waktu.

Sementara Aldrich masih berdiri kaku dengan rahang mengerat dan wajahnya yang sudah pucat pasi membuat Sendro panik.

"Tuan--"

Aldrich muntah dan mengeluarkan isi perutnya. Keringat dingin mengucur deras sementara tubuhnya memberontak terasa ingin remuk.

Sendro yang panik segera membantu melepaskan jas yang dikenakan Aldrich sementara seorang pengawal segera menyemprot cairan di sekitar belakang tubuhnya namun tidak memberikan efek apapun.

Tubuh Aldrich melemah seiring kesadarannya yang menipis. Tubuh pria itu nyaris roboh ke depan andai saja tidak di tahan oleh Sendro dan pengawal lainnya.

"Bawa ke istana!" teriak Sendro.

Segera mereka membopong tubuh besar Aldrich diikuti tatapan bingung para karyawan yang belum pulang.







You're RapunzelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang