Cellphone

11 2 6
                                    


"Aku suka kamu." dia mengulang kembali perkataannya.

Aku terdiam, tak habis pikir mendengar ucapannya barusan. Pertama kalinya bagiku mendengar ungkapan perasaan secara langsung dari seorang wanita dan yang lebih mengejutkan adalah dia mendahului yang seharusnya aku lakukan. Padahal aku sudah memikirkan saat yang tepat untuk mengatakannya, tapi ternyata dia malah mendahuluinya. Sungguh, aku sangat terkejut.

"Kamu yakin, gak bercanda ini?" tanyaku sambil menatap matanya. Sangat indah, meski sedikit lebay, aku bisa melihat pantulan wajah terkejutku di bola matanya. Kucoba sedikit membuka tentang diriku yang tak diketahuinya.

Dia memotong pembicaraanku dengan kata "Sudahlah, jangan beri tau aku sisi lain dari dirimu! Aku udah melihat semuanya dengan caraku. Aku gak berniat untuk mengurungkan niatku."

Ya apa boleh buat, eh mungkin lebih tepatnya baiklah dan aku punya pacar.

Keesokan harinya aku bersiap berangkat kerja. Setelah sarapan, kutulis captions di story WhatsApp milikku.

"Hari ini cerah sekali. Mungkin karena tidak berawan atau mungkin karena semangat baruku."

Bahkan bekerja hari ini pun sangat mengesannya. Terbawa suasana, mungkin. Hingga waktu terasa sangat cepat, sampai tak terasa lapar, tapi kamu tak boleh begitu ya, bagaimanapun kita harus makan. Sesaat sebelum pulang kerja, kusempatkan mengabari dia, mengajaknya duduk di depan swalayan tempat biasa. Aku tak menunggu balasan darinya, langsung mengarah pulang saja. Sesampainya aku di sana, masih tak ada siapa-siapa, hanya motor-motor karyawan swalayan saja yang terparkir di sana. Kucoba melihat ponsel milikku, tak ada pesan masuk di sana, aku terdiam sejenak. Aku tak memikirkan apa-apa beberapa detik sampai pada akhirnya kuputuskan untuk membeli minuman dan cemilan saja. Saat keluar dari swalayan, tiba-tiba pria yang kulihat bertemu dengan dia di sini waktu itu muncul dan berhenti tepat di sebelahku.

"Kenapa momentnya jadi seperti ini, ya?" tanyaku dalam hati.

Kalau dilihat-lihat sepertinya dia tidak tau tentang aku, sedikit basa-basi mungkin tak ada salahnya. Kutawarkan cemilan yang baru saja kubeli tadi padanya. Ya, seperti kebanyakan orang, dia menolaknya dengan kata "Lanjut.". Setelah itu aku diam saja, tak berkata apa-apa bahkan dalam pikiranku pun aku tak memikirkan apa-apa. Kucoba lihat lagi ponselku, masih tidak ada apa-apa dan tak lama setelah itu pria yang tadinya di sebelahku langsung saja pergi, mungkin dia buru-buru.

Hari semakin sore dan senja juga semakin cantik, kuambil gambar cemilanku yang tinggal sedikit dan teh botol yang juga sudah hampir habis ini dengan camera ponselku.

"Saat ini aku sedang menunggu dua hal. Pertama sebuah kabar dan kedua ya kamu." di captions yang kutulis dengan foto itu.

Pikiranku mulai traveling sekarang, moment yang aneh dan perasaan was-was mulai mengganggu ketenanganku. Aku bahkan kebingungan antara pulang saja atau menunggu dan membeli cemilan lagi.

Ahh... Aku jadi labil dan kutunggu saja meski hari mulai magrib. Lampu-lampu jalan terlihat indah. Warna warni hiasan berkelip di toko-toko pun hidup menghiasi mata yang melihatnya. Ponselku bergetar, dengan sigap kulihat sebuah panggilan darinya muncul di layar ponselku dan langsung menjawabnya.

"Kamu di sana? Tunggu aku ya."

Aku langsung bersemangat pada akhirnya aku bertemu dia, maklumlah kejadian hari ini agak aneh.

Seperti biasa, tak ada hari yang membosankan saat bersamanya. Setelah dia datang, bercerita berdua, menghibur diri dari penatnya aktivitas masing-masing. Ya, menyenangkan. "Mungkin bulan depan aku harus menghadiahkannya sesuatu." pikirku sebelum tidur.

To be continued...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bukan Puitis (Short story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang