PENSIL 2B
Esok hari Ivana mendapati di atas mejanya telah ada sebuah pensil 2B. Pensil yang sama seperti milik..
‘Huh! Ini pasti si Dadar gulung. Ngapain sih ngasih pensil lagi’ Ivana menghampiri bangku Darwin, mengulangi apa yang dibatinnya,
“Kenapa ngasih pensil lagi?” Darwin mendongak melihat kedatangan Ivana di depannya,
“Ini dari lo kan?” Ivana mencoba bertanya dengan santai. ‘jangan ngegas dulu’ pikirnya.
“hehe.. iya, Va. Terima ya, plis” alis Ivana terangkat sebelah,
“Why?”
“Cuma mau ngasih aja” oh! Demi apa Darwin menunjukkan muka sok imutnya.
“yaudah iya, Makasih loh.” Ivana mengalah, kembali ke tempat duduknya.
**
Pagi harinya ketika Ivana sudah berada di kelas ketika kelas sudah ramai. Ia memposisikan dirinya di bangku agar nyaman sembari mengeluarkan kotak pensil dan buku bahasa Ingggrisnya. Ia jadi teringat tempo hari ketika harus maju dan berkenalan dengan Darwin. Mulanya ia menggerutu dalam hati. Namun demi mengingat senyum manis yang selalu dihadirkan Darwin, ia tak jadi menyesal sudah maju dengan laki-laki itu. Ia malah tersenyum tipis sekarang.
“WOI, IVANA! kok lo senyum-senyum sendiri gitu? Mikirin gue ya lo?” lamunan dan senyum Ivana buyar seketika saat Darwin membuatnya terkejut. Wajahnya kembali datar lagi karena kehadiran Darwin yang tiba-tiba, tepat saat ia memikirkan laki-laki itu.
“Rese banget sih lo pake acara ngagetin segala! Pede gila lo ngira gue lagi mikirin elo.” Lagi-lagi ia bersusah payah mempertahankan muka ketusnya untuk menutupi rasa gugupnya.
Darwin mengalihkan pandangannya dari wajah ketus Ivana-yang menurutnya lucu- ke kotak pensil gambar Angry Bird milik Ivana.
“Kok sama kaya punya gue ni tempat pensil?” Darwin mengangkat kotak pensil Ivana dan mengamatinya sambil senyum-senyum. Lalu ia membuka tas nya yang masih digendong. Sejak masuk kelas Darwin sengaja langsung menghampiri Ivana.
“Nih, kan sama kaya punya gue, beda warna doang. Tapi sama-sama gambar Angry Bird. Emang jodoh kayaknya kita Va” Darwin masih menimang-nimang dua kotak pensil –miliknya dan Ivana- sambil cengar-cengir sendiri. Ivana agak terkejut, namun tetap memasang muka lempengnya.
“Kan masih kayaknya, Win. Siniin ah punya gue!” Ivana menyambar paksa kotak pensil dari tangan Darwin. Sedangkan Darwin masih cengengesan tak jelas. “Sono lu balik ke tempat lu!” imbuh Ivana sambil mendorong-dorong punggung Darwin, dan akhirnya Darwin menurut. Seperginya Darwin ia tercenung. ‘apasih cuma kotak pensil juga ini’. Ivana kembali tak peduli. Baru saja hendak berganti fokus, Darwin kembali menghampiri,
“Kita tukeran tempat pensil, ya!” tanya Darwin namun tanpa menunggu jawaban ia langsung mengganti semua isi tempat pensilnya dengan milik Ivana.
“Eh! Apaan sih, lo! Kan gue gak bilang mau.”
“Sayangnya, udah selesai, udah kepindah semua, hehe.. gapapa ya, Va, tukeran duluu pliss...” Darwin memelas kepada Ivana, namun kedua tangannya rapat mendekap tempat pensil milik Ivana. Memohon namun memaksa, pikir Ivana.
“Huft.. yaudah sana sana pergi!” Ivana menyerah.
YOU ARE READING
Rasa Teman-Tersayang
Fiksi Remajaisi hati yang nggak pernah tersampaikan karena kuasa si bungkam dan rasa menjadi semakin runyam. teman rasa sayang, entah sampai kapan akan begini