FS. 01

58 6 0
                                    

Pondok pesantren. Dua kata, satu tempat. Seketika yang tergambar jelas di kepala Nabila tentang tempat itu adalah jembatan menuju impiannya. Impiannya yang ingin kuliah ke luar negeri dengan beasiswa. Karena ia melihat kakak nya yang saat itu mesantren dan kini ia sudah sukses menggapai mimpinya. Nabila berpikir bahwa sedikit banyak yang membantu kakak nya menggapai mimpinya adalah tempat yang disebut pondok pesantren. Maka saat ia disuruh mamah nya untuk mesantren selepas SMP, ia dengan senang hati menerimanya. Ia bahkan tak pernah menduga segala hal apa saja yang akan terjadi kedepannya. Ia hanya tau bahwa ia akan berusaha sebaik mungkin agar ia dapat mencapai impiannya. Masalah lainnya sudah tak terpikirkam lagi dalam benaknya.

"

⭐⭐⭐⭐

Tepat saat jam alarm di samping Nabila berbunyi keras dan menunjukkan pukul 07.00 pagi, Nabila terbangun dari tidurnya. Ia pun duduk dari tidurnya sambil masih terkantuk-kantuk, matanya masih setengah terpejam. Rambutnya yang tadinya sudah rapih, kini terlihat sedikit berantakan, kunciran nya pun mulai melonggar.

Tadi seusai sarapan, Nabila sedikit mengantuk. Jadi ia tertidur sebentar sebelum bel upacara terdengar menggema di seluruh penjuru asrama. Upacara hari Senin akan dimulai 10 menit lagi, cukup bagi Nabila untuk memperbaiki tatanan rambut, pakaian, juga wajah nya yang tentu terlihat sayu sebab efek bangun tidur.

Tahun ini, entah keberuntungan darimana akhirnya mereka berempat berada di satu kamar yang sama. Pembagian kamar yang biasa dilakukan setiap tahun membuat para anggota kamar pun berubah dan pasti berbeda dari kamar saat tahun lalu. Sistem seperti ini diajukan oleh pengurus pesantren agar setiap santri dapat bergaul dengan santri lainnya dan tidak berpatok pada beberapa santri saja. Di Al-Himmah ini, setiap satu kamar santriwati berisi 10 anak. Biasanya akan dihuni dengan 4 anak kelas 10, 4 anak kelas 11, dan 2  anak kelas 12. Namun biasanya ketika mulai memasuki semester 2 maka, anak kelas 12 akan digabung menjadi satu kamar agar lebih fokus dengan ujian-ujian mereka.
Dan betapa beruntungnya empat sekawan ini, setelah setahun kemarin mereka berbeda kamar kini mereka malah disatukan dalam satu kamar.

"Wake up girl! Let's prepare for the ceremony" ucap Nasya pada Nabila sambil menepuk-nepuk pundak Nabila. Nasya yang sudah rapih dengan seragamnya itu pun kemudian menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya yang satu ini.

Nabila pun mengucek matanya seraya menghela napas. Sungguh, ia tidak menyukai hari Senin. Kalau diberi kesempatan untuk bisa menghilangkan salah satu hari dalam deretan satu Minggu itu, ia akan langsung menghilangkan hari Senin.

"Omg Nabila! Wake up girl! The bell will ring after this!" ucap Riri heboh, padahal waktu 10 menit sebenarnya cukup lama untuk ukurannya yang begitu disiplin waktu. Hanya saja, ia memang begitu sedikit lebay. Lebih sering menghebohkan hal-hal kecil.

"Hmm" Nabila hanya menjawab dengan gumaman, malas menanggapi karena belum sepenuhnya sadar. Ia pun beranjak dari ranjangnya menuju ke lemari nya dan mengambil botol minuman berwarna biru kesukaannya. Kemudian ia duduk kembali di ranjangnya dan meneguk air putih dalam botolnya dengan tenang. Setelah itu, ia mulai merasa segar dan lalu merapihkan ranjang yang tadi di tempatnya untuk tidur. Dan merapihkan dirinya, juga bersiap untuk melaksanakan upacara.

Siina hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan aneh Nabila ini. Adik-adik kelas mereka yang berada di kamar sudah bersiap semua di lapangan. Kakak kelas mereka pun sudah pergi keluar kamar lebih awal sebab mereka sebagai anggota ISMAH harus mempersiapkan segala keperluan untuk upacara. Jadi yang tersisa di kamar hanya mereka berempat. Kemudian akhirnya bel upacara pun berdengung di seantero asrama putra dan putri. Para santri pun berlarian menghambur ke lapangan sekolah. Suara derap sepatu para santri terdengar berseru.

Four Stars (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang