Pertemanan yang sempit hanya akan membawamu ke dunia yang minimal.
# ----- #
[ Mars Michael Wijaya ]
# ----- #
Ruangan yang cukup luas dengan barbagai kerangka bunga di setiap sudut menjadi hal yang Biru potret. Nuansanya selalu sama seperti tumpukan kertas yang tak tersusun rapi di ujung meja setiap pemilik tempat ini. Laci-laci pun bernasib senada, bahkan ada yang memiliki pintu laci dengan engsel rusak. Jangan lupakan juga beberapa petak ubin dengan pasir yang masih berserakan. Sangat berantakan.
Entah dimana siswa yang melanggar pagi tadi, seharusnya mereka mendapat list membersihkan di sini.
Pelan-pelan, alasan mengapa sekolah harus mendisiplinkan semua murid pun mulai terkuak. Tujuan utamanya tentu untuk menghasilkan penerus bangsa yang berkualitas, namun sadarkah bahwa tujuan itu memiliki banyak cabang? Contohnya, agar ruang-ruang penting di sekolah tetap bersih tanpa harus ada sumbangan keringat dari para guru.
Konspirasi dunia pendidikan? Tidak, mari menyebutnya dengan lebih sederhana. Seperti, menolong guru yang telah berjasa terhadap kita.
Cowok itu hanya menggerakkan kepala malas untuk mengganti arah pandang. Kanan, kiri, atas, dan bawah. Benar-benar tempat yang tak pernah menunjukkan sedikit pun daya tarik bagi pengunjung. Tak juga ia ingin pusing memikirkan kemana larinya donasi dari Fery untuk sekolah ini sebagai donatur tetap SMA JAYA SAKTI.
"Duduk," titah Budi sambil melirik sofa di ruang BK lalu berlalu sebentar ke mejanya.
Patuh karena malas mengeluarkan energi, Biru pun mendaratkan bokongnya pada sofa yang sialnya tak seempuk mata memandang. Alhasil, ia menahan perih akibat dari terlalu keras melempar diri untuk duduk tadi.
Sofa aja nggak bisa berguna di sini. Capek-capek bokap gue kerja terus nyumbang cuma buat pertahanin barang kayak gini.
Jika berada di ruangan sepi tanpa ada orang lain, mungkin Biru telah mengelus kasar bokongnya agar dapat meminimalisir rasa perih. Tapi, sosok bernama Budi tak pernah hadir tanpa menjadi masalah baginya. Beliau parasit? Tidak, sebutan yang pas dan sopan untuknya adalah anak tangga kesuksesan penerus bangsa. Seperti itulah cara pandang kita agar dapat menjaga keadaan tetap berada di dalam zona yang aman.
Budi kembali mendekat dan berakhir duduk di sofa seberang. Biru yang mengamati sempat menorehkan rasa iri yang mendalam. Ayolah, ini tidak adil. Mengapa sofa yang terlihat sama tak memberi fungsi yang sama pula? Tempat duduk di sana terlihat nyaman untuk digunakan, sangat berbeda dengan yang ia tempati.
Bukankah guru dan murid memiliki kodrat yang sama? Lalu, mengapa hal sepele seperti ini dibiarkan hingga menunjukkan kesenjangan sosial secara tak sengaja?
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY TO MEET YOU AZURA
Mystery / ThrillerLife must go on. Tentang cerita kemarin, biarlah menjadi bekas pikulan. Semua orang adalah pemilik masa depan, mereka berhak bahagia dan dapat terluka.