「 Chapter 9 」

360 54 7
                                    

Tubuh sicheng mendadak kaku. Setibanya didepan rumah sicheng langsung berhadapan dengan seohyun. Kedua tangannya bergetar; memeluk map hasil pemeriksaannya erat. Seolah tak membiarkan seohyun untuk melihat isinya.

"Bagaimana hasilnya?" Seohyun hanya menanyakan itu. Tak ada sedikitpun dari wajahnya yang menunjukkan jika wanita itu ingin melihat isi mapnya. 

Ekspresi yang ditunjukkan sicheng membuat seohyun dapat menebak jawabannya. Wanita itu menghela nafas lelah. Ingin sekali ia menampar sicheng, karena lagi-lagi menantu nya itu membuat ia kecewa. Namun seohyun rasa itu tidak berguna. Tamparannya tak akan merubah hasil pemeriksaan itu.

"Sebaiknya kau temui yuta di dalam. Karena dia yang akan memutuskan apakah akan bercerai denganmu atau tidak."

Menggeleng cepat, tentu saja sicheng tidak mau. Pikirannya yang kacau mulai memikirkan suatu cara agar dirinya tidak bercerai dengan yuta. "Ibu.." Sicheng berucap lirih, "aku akan menggugurkan bayi ini."

Dan sebuah tamparan keras sicheng dapatkan pada pipi kirinya. Panas dan perih, sicheng memegangi pipi kirinya dengan terisak. Ayolah, ia tak menginginkan bayi ini. Satu-satunya cara adalah menggugurkannya. Tentu hubungannya dengan yuta akan kembali normal jika bayi ini lenyap bukan?

"Kau sudah melakukan dosa dengan bercinta bersama pria lain," ucap seohyun dengan suara rendah. "Dan sekarang!.. Apa kau ingin menambah dosamu dengan menggugurkan janin yang jelas-jelas tidak bersalah huh?!" Sungguh, perkataan sicheng tadi membuatnya benar-benar marah.

"Tapi—tapi aku tidak menginginkannya ibu.." Balas sicheng. Ia menyentuh perut ratanya, lalu meremasnya kuat. "Hiks.. Bayi ini harus lenyap.." Sicheng tak mau mempertahankan hasil perbuatan kotor nya dengan pria itu. Jika memang harus dipertahankan, maka sicheng tak akan mau merawatnya setelah ia lahir nanti.

Wajah seohyun melunak. Ia menyingkirkan tangan sicheng yang masih meremas perutnya. "Jangan begitu," seohyun berucap lembut. "Jangan menyakitinya, dia tidak bersalah."

"Apa kau pikir setelah kau menggugurkannya yuta akan menerimamu lagi?" Tanya seohyun dengan suara yang sedikit tinggi. "Tentu tidak sicheng," suaranya kembali lembut. "Yuta akan semakin membencimu jika kau menggugurkannya."

Cairan bening semakin mengalir melalui wajah sicheng. Setelah melakukan pemeriksaan sicheng berpikir bahwa yuta dan seohyun akan menyuruhnya menggugurkan bayi itu. Namun kenyataannya tak sesuai dengan apa yang ia pikirkan. Seohyun justru menyuruhnya mempertahankan bayi itu. Tapi—apakah yuta akan berpikir hal yang sama, lalu menceraikannya?

"Dengar sicheng, mungkin aku akan berusaha menerima bayi itu. Tapi aku bukanlah suamimu, statusku disini sebagai mertuamu." Seohyun menyentuh lengan sicheng, lalu mengusapnya lembut. "Temui yuta. Semua keputusan ada di tangannya sicheng."

Berat bagi sicheng. Namun apa boleh buat? Mau tak mau ia harus menemui yuta. Semua keputusan ada di tangan pria itu saat ini.

Yeah, berdoa saja agar yuta masih mau menerima sicheng dan calon bayinya.

---

Mata sicheng bengkak. Selama 1 jam ia menangis; tak berani menemui yuta. Sampai akhirnya seohyun lah yang menenangkannya. Kini perasaannya sedikit tenang, sicheng memutuskan memberanikan diri untuk menemui yuta di kamar.

Pintu itu ditutup perlahan. Dilihatnya yuta yang terduduk di kursi rodanya. Tatapan suami nya itu tak sama lagi seperti dulu—dimana mata itu selalu berbinar tiap kali sicheng memasuki kamar. Namun sekarang, yuta selalu memberi tatapan tajam tiap kali berhadapan dengan sicheng.

"Kenapa kau sangat bodoh sicheng?" Yuta memulai pembicaraan dengan suara lirih. "Pikiranmu sangat pendek. Kau membuatku marah, kau membuatku kecewa." Dengan cepat yuta menghapus airmata di wajahnya. "Perbuatanmu hari itu belum aku maafkan, dan sekarang.. Janin itu hadir di dalam perutmu. Membuatku semakin marah denganmu."

Sicheng tersentak. Jadi, yuta mendengar percakapannya dengan seohyun di teras?

"Aku tidak mau menerima kehadirannya," ucap yuta seraya menatap perut sicheng. "Tapi aku juga tidak menyuruhmu menggugurkannya. Sudah cukup kau menyakitiku, jangan menambah dosamu dengan menyakitinya sicheng.."

"Biarkan dia lahir sicheng. Rawat dia, kelak jika beruntung, maka dia akan dipertemukan dengan ayah kandungnya." Setelah mengucapkan itu yuta tertawa pelan. "Aku yakin.. Kau masih mengingat wajah pria itu bukan?" Bersamaan dengan itu, setetes cairan bening jatuh mengenai wajah tampannya.

Miris—orang yang sangat yuta cintai telah membuatnya kecewa. Yuta tak akan mau menerima sicheng lagi, setelah apa yang baru saja terjadi. Ia telah mengambil keputusan, dan keputusan itu tak dapat diubah lagi.

"Pastikan kondisimu selalu baik. Karena kita akan melakukan proses perceraian."

Tak ada yang bisa sicheng lakukan; selain menangis. Memohon pun juga terasa sia-sia, tubuhnya telah kotor. Jelas, yuta tidak akan mau menerimanya lagi. Yuta berhak melakukan ini, siapapun akan seperti ini jika mengetahui istri nya telah bercinta hingga mengandung anak dari pria lain.

"Sudahlah," yuta menyentuh lengan sicheng, lalu menepuknya pelan. "Aku akan memaafkan perbuatanmu, namun aku tidak akan mengubah keputusanku sicheng—"

Cukup. Sicheng tak mau mendengarnya lagi. Ia tidak kuat, tubuhnya terkulai lemas diatas ranjang. Samar-samar, sicheng dapat mendengar suara khawatir yuta yang memanggil namanya.

.

.

.

TBC

When He Loved Me •yuwin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang