Bab 14

13 3 0
                                    


Sekarang aku mulai mengerti bagaimana cara menghadapimu, ternyata hanya dengan kelembutan dapat melunakkan hatimu yang sekeras batu.
~Nayla Az-Zahra

-Suara Hati Nayla-

Nayla terus mengikuti langkah Faizal, dan Alhamdulillah akhirnya mereka menemukan keberadaan kantin setelah lama berkeliling kesana-kemari tanpa tujuan yang jelas. Nayla merasa lega, ia dan Faizal sekarang duduk di kursi kantin tersebut.

"Mau pesan apa La?" tanya Faizal yang duduk di sebelah Nayla dengan jarak yang cukup jauh.

"Aku bakso aja Zal. Minumnya teh es." Jawab Nayla bersemangat karena ia sudah sangat lapar. Cacing di perutnya seperti sedang demo minta makan.

"Oke,"

Nayla menyantap makanannya dengan lahap, hal tersebut diperhatikan oleh Faizal. Sesekali Faizal tertawa pelan melihat Nayla yang begitu lahapnya mengunyah pentol bakso masuk ke dalam mulutnya. Melihat dirinya mulai diperhatikan, Nayla merasa malu. Ia pun memandang Faizal dengan sedikit kesal.

"Zal ... Jangan liatin aku kayak gitu dong. Kan jadi malu." Ucap Nayla melihat Faizal yang masih setia memperhatikan gerak-gerik Nayla saat ini.

"Iya ... Iya, lapar banget ya?"

Nayla hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, sebab ia malu mengakui dirinya yang sangat lapar sampai-sampai bakso yang ada di hadapannya saat ini habis tak tersisa. Termasuk kuahnya juga.

"Iya Zal." Jawab Nayla malu.

Saat mereka sedang asyik berbincang. Tanpa mereka sadari seorang laki-laki terus memperhatikan mereka dari kejauhan. Laki-laki tersebut adalah Dafa, ia baru saja sampai ke kantin dan sekarang tengah mencari keberadaan Nayla. Akhirnya ia temukan juga Nayla secara kebetulan di kantin tersebut. Dafa sedari tadi melihat gerak-gerik Nayla dan Faizal, tampak dari wajahnya penuh kekesalan. Ia tidak suka melihat Nayla makan dengan Faizal, Dafa mengepalkan tangannya tanda bahwa ia marah. Entah ada apa dengan Dafa? Mengapa ia marah saat Nayla bersama laki-laki? Mengapa ia bersikap seakan-akan ia sedang cemburu? Yang pasti tanpa Dafa sadari, saat ini ia mulai tertarik pada Nayla walaupun ia menyangkal hal itu. Tapi hatinya tak akan pernah berbohong. Dengan penuh kekesalan, Dafa menghampiri Nayla dan Faizal. Ekspresi yang datar dan dingin akan selalu menjadi ciri khas Dafa.

"Lo ya, gue cariin malah berduaan sama dia di sini." Teriak Dafa kesal melihat Nayla. Nayla yang melihat Dafa menghampirinya merasa heran, sejak kapan dia ada di sini? Mengapa marah-marah? Itulah yang ada di pikiran Nayla saat ini.

"Kak Dafa, kenapa Kakak marah? Saya di sini hanya ingin makan. Lalu salah saya apa?" tanya Nayla balik dengan wajah memerah karena ia juga tersulut amarah pada Dafa.

"Lo lupa tugas Lo?" Ujar Dafa membentak.

Faizal yang menyaksikan perdebatan antara Nayla dan Dafa seniornya itu membuat ia juga angkat bicara. Ia tak terima saat Nayla dibentak oleh siapapun termasuk senior ya sekalipun. "Kalau berbicara itu yang sopan. Jangan bentak-bentak seperti itu. Tidakkah Kak Dafa lihat dia itu perempuan? Hargailah dia." Bentak Faizal tak terima.

"Bukan urusan Lo." Ujar Dafa datar.

"Zahra, Lo masih ingat kan tugas Lo?" Dafa mulai merendahkan suaranya.

"Iya Kak, saya masih ingat." Jawab Nayla pelan, mengapa nggak dari aja ngomongnya lembut? Astaghfirullah aku jadi emosi gini. Maaf ya Allah.

"Baiklah Kak, saya minta maaf. Jadi, kakak mau apa sebenarnya?" tanya Nayla lembut yang membuat Faizal tak menyangka. Kenapa Nayla bersikap baik kepada seniornya yang galak ini? Mengapa Nayla lalu menuruti kemauan Dafa? Itulah yang sekarang ada di dalam benak Faizal, ia tak mengerti dengan jalan pemikiran Nayla. Sulit ditebak bagi seorang Faizal.

Mendengar ucapan Nayla lembut, Dafa menyunggingkan senyumannya. Ia bahagia mendengar suara itu kembali hadir. Ya, suara lembut dari seorang Nayla yang membuat hatinya keras sedikit melunak. Entah mengapa Dafa sangat suka mendengar suara Nayla. Apakah Dafa menaruh hati pada Nayla? Hanya waktu yang dapat menjawab itu semua. Dafa dengan segala keegoisannya memang sulit untuk dimengerti kecuali dengan sikap dewasa Nayla dalam menghadapinya.

"Oke, gue terima maaf dari Lo Zahra. Sekarang temani gue ke lapangan basket." Ujar Dafa seraya tersenyum manis, Nayla tak menyangka sejak kapan Dafa bisa tersenyum seperti itu? Bukankah ia biasanya tersenyum dengan ciri khas sombongnya? Dan sekarang yang terlihat adalah senyuman yang tampak tulus. Sesekali Nayla bersyukur kepada Allah, sekarang ia mulai mengerti bagaimana cara menghadapi seorang Dafa. Hanya dengan kelembutanlah yang akan membuat hatinya yang keras menjadi lunak.

"La, kenapa kamu menurutinya?" tanya Faizal tak percaya akan sikap Nayla yang terlalu polos.

"Zal, ini urusan aku dengan Kak Dafa. Aku harap kamu mengerti." Jelas Nayla yang membuat Faizal kebingungan.

"Ni bawain barang-barang gue." Ujar Dafa datar seraya menyodorkan Tote bag berisikan air minum, handuk dan pakaian gantinya.

Nayla hanya mengangguk lalu mengambil Tote bag tersebut, Faizal tak mengerti dengan Nayla. Nayla dengan polosnya menuruti kemauan Dafa.

"Aku pamit dulu ya Zal." Ucap Nayla seraya mengikuti derap langkah Dafa untuk menuju lapangan basket.

Tetap jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama 😊

Author update ngebut nih wkwk, doain endingnya bagus ya. 😂🤣

Suara Hati Nayla~TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang