H A L LO
Selamat datang lagi di cerita My Neighbor. Berhubung aku lagi baik, part kali ini cukup panjang. Lumayan lah bacanya agak lama.
Warning! Cerita My Neighbor juga terdapat banyak umpatan-umpatan kasar, jadi jangan kaget, oke?
Dan, yeah, seperti biasa aku bakalan up kalau komentarnya udah tembus 50—100 atau 50 vote.
Membicarakan takdir sering membuat
kita terpaku, takdir yang menarik
kita atau kita yang mendekati takdir,
yang pasti aku dan kamu bertemu
di masa ini.🏡🏡🏡🏡🏡🏡🏡
Caca duduk santai di gazebo belakang rumah Rafka. Sore ini ia dan Rafka berniat untuk mengerjakan tugas yang ketinggalan karena si hukum pagi tadi. Tidak tanggung-tanggung, tugas yang dikasih lebih dari tiga lembar.
“RAF, LELET BANGET, SIH LO! BURUAN, ANJIR! GUE MAU NONTON AIKATSU!” teriak Caca dengan sungguh-sungguh. Sudah hampir setengah jam ia menunggu, namun Rafka tak kunjung kembali-kembali juga. Siapa yang tidak emosi coba.
“Ngapain, sih, tuh kuda?!” setelah menimang sebentar, akhirnya Caca memutuskan untuk mendatangi kamar Rafka.
Tugas mereka baru dikerjakan setengah lembar, dan Rafka tidak turun-turun juga dari kamar setelah minta izin mengambil pensil. Ini, sih, namanya pemborosan waktu.
“Awas aja! Gue jambak tuh orang baru tau rasa,” dumel Caca. Keadaan rumah Rafka saat ini sangat sepi. Sebab, pembantu yang sering bekerja di rumah besar ini tengah meliburkan diri, sekaligus mengurus kelahiran anak terakhir beliau di kampung dan kedua Rafka yang sudah pergi saat ia datang. Kedua orang Rafka hanya bilang kepadanya kalau mereka ingin jalan-jalan sebentar sambil bernostalgia.
Sesampainya di kamar Rafka dengan pintu yang bercat hitam—dark, kelam seperti masa depan sang pemilik kamarnya juga, ia langsung mengetuk-ngetuknya cepat, bahkan sampai menggedor-gedornya keras.
“RAFKA, BUKAIN PINTUNYA! KERJAIN TUGAS, BEGO!”
“HEH ANAK KUDA, BUKAIN KAGAK! LO MAU GUE MUTILASI?”
Caca menggerak-gerakkan handel pintu, terkunci. “Sialan! Lo ngapaian, sih, di dalam, hah?!”
Caca terus menggedor-gedor pintu kamar Rafka, hingga akhirnya terdengar bunyi pecahan kaca yang jatuh. Caca jadi kaget, tapi tetap memasang wajah santai.
“Raf, lo nggak papa, kan? Lo nggak kesurupan, kan?”
“Rafka! Bukain, woi!”
KAMU SEDANG MEMBACA
My Neighbor
Teen FictionGimana, sih, rasanya punya tetangga yang normal? Yang kalau ketemuan itu senyum, bukannya malah ngajak baku hantam plus sesi nyinyir tiga ronde? Kalau ada, segera hubungi Rafka Kalingga-cowok tampan yang sialnya mempunyai tetangga nadzubillah sepert...