Magig Spell

122 19 0
                                    

Diam.

Hanya itu yang dapat gadis itu lakukan, memperhatikan dari balik dia buah lensa tebal yang memenjarakan manik indahnya.

Bagaimana gadis-gadis seusianya mulai bersolek mempercantik diri, setiap hari bertukar pakaian yang membalut indah tubuh semampai mereka.

Haah, membayangkan jika itu adalah dirinya. Sebuah ketidak mungkinan yang hanya dapat tenggelam di dalam angan-angan.

Untuk membeli sebotol air mineral saja dia harus berpikir dua kali, bahkan tak jarang harus menahan haus hingga nanti tiba di dalam kediamannya.

"Kau tidak ke kantin?" Tanya salah satu teman sekelasnya.

Gadis itu tergagap, refleks menyelinap kan sebelah tangannya ke dalam saku rok seragam yang mulai lusuh.

"Aku masih kenyang, kalian pergi saja ke kantin" Jawaban itu terlontar dengan mulus disertai dengan sebuah senyuman manis di akhir.

"Kau yakin?" Tanya sang teman sekali lagi.

Kepalan tangannya di dalam saku semakin mengerat. "Ya, pergilah" Ia mengedikkan dagunya.

Kemudian rombongan gadis-gadis cantik itu berlalu, menyisakan suasana hening akibat tidak lagi terdengar suara berbincang gadis-gadis tadi.

"Haaah..." Menghela napas panjang seraya mengeluarkan kepalan tangan dengan perlahan.

Senyum miris tercipta ketika melihat beberapa keping uang logam muncul dari balik kepalan tangannya.

"Mungkin hanya dapat dua bungkus permen?" Gumamnya dengan tidak yakin.

Gadis berkacamata itu menelungkupkan kepalanya di atas meja.

Merasa miris dengan kehidupannya, semua ini terlalu tiba-tiba dan memutar hidupnya seratus delapan puluh derajat.

Amelia nama gadis itu, gadis yang bahkan dari kecil tidak pernah merasakan panasnya matahari karena memiliki rumah yang nyaman, kendaraan beroda empat yang akan mengantarkan kemanapun dia pergi.

Dahulu bahkan ia bisa mentraktir satu kelas hanya dengan uang jajannya selama beberapa hari.

Dahulu dia memiliki segalanya. Hidup gadis itu sempurna. Dulu.

Kemudian angin kencang berhembus, membawa kehidupan sempurna gadis itu dan menyisakan sebuah rasa sakit yang bahkan tidak dapat di jabarkan.

Ayahnya mendadak kehilangan pekerjaan, dan ibunya yang dahulu seorang guru bahasa Inggris di salah satu sekolah swasta terkenal di kota itu telah berhenti sejak lama.

Tidak. Dia dan keluarganya tidak langsung ter tendang ke jalanan dan tidak juga kehilangan kuda besi baru yang bahkan belum satu tahun mereka beli.

Orangtuanya memiliki tabungan, tetapi semuanya telah beralih menjadi modal katering, usaha yang di rintis dengan susah payah oleh pasangan suami istri itu.

Tetapi seiring berjalannya waktu, uang di dalam tabungan itu habis, sedangkan bisnis yang mereka rintis masih begitu kecil, tidak sebanding dengan uang gaji sang ayah dahulu.

Di sisi lain satu persatu hutang mulai bermunculan, baik itu hutang yang lama maupun hutang baru.

Tak jarang Amelia mendengar pertengkaran kedua orang tuanya, apa yang dapat gadis tujuh belas tahun itu lakukan?

Menulikan pendengarannya seraya menutup kedua daun telinga sang adik rapat-rapat.

"Kau melamun?" Suara itu membuat lamunan Amelia menjadi buyar.

My Little HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang