"Pril, lelaki yang baik itu buat perempuan yang baik pula dan sebaliknya, gue tau lo cewek yang baik meskipun banyak ngeselinnya. Lo pasti bakalan dapet yang jauh lebih baik dari Alvin. Gue yakin."
Gue mengusap air mata yang kembali mengalir di pipi. Beberapa saat yang lalu gue ceritain semuanya ke Radit, literally semuanya. Rasanya sudah tidak perlu ada yang gue tutupin lagi dari Radit karena pada akhirnya yang ada disaat gue jatuh kayak gini cuma doi. Meskipun berkali-kali Radit maki-maki gue tapi kadang kita perlu di maki orang lain agar sadar kalau yang kita lakukan itu salah, kan? Dan Radit sore ini ada buat gue.
Gue menggangguk.
"Seandainya gue ada di posisi lo sekarang, gue bakalan balas dendam, Pril. Dalam agama dibolehkan kok balas dendam itu, asalkan tingkatannya sama, nggak boleh lebih kejam. Tapi lebih baik lagi kalau lo mau maafin semuanya. Sulit emang, tapi balasannya Surga."
Gue tersenyum "Modelan lo gini, tumben banget ngomong bener, nggak sadar lo sekarang lagi megang apa?"
Radit menoleh ke tangannya dan meringis menatap gue "selama ngga bikin mabuk, boleh kok"
"Ajarannya siapa kayak gitu?"
"Pokoknya gitu lah, Pril. Tempat kembali paling bener cuma kepada-Nya"
"Dit, sumpah. Nggak enak banget lo dakwah tapi di tangan lo megang amer. Minimal taruh dulu kalau mo ceramah"
Radit cengengesan dan menenggak sisa Heineken di dalam kalengnya. "Gue punya rencana balas dendam, Pril. Lo mau join nggak?"
"Tunggu tunggu... kok malah gue yang lo ajak join sih, ini yang punya masalah sama Alvin siapa, jangan bilang lo ada masalah kerjaan sama dia?"
Radit tertawa, "gue di kick dari project"
"Hah serius lo... " Gue menegakkan posisi duduk, setengah nggak percaya sama apa yang dibilang Radit kali ini. Alvin memang salah satu PIC dari project baru kantor. Dan gue nggak pernah menduga Radit bakalan di kick, padahal gue tahu banget Radit begitu kompeten dikerjaan.
Radit meraih kaleng Heineken kedua. "Meeting sore tadi, dia berusaha banget buat kick gue dari project ini. Alasannya macem-macem mulai dari yang masuk akal sampai ke hal-hal yang menurut gue nggak bisa dia jadikan alasan. Sampe akhirnya para BTI setuju dan di kick lah gue..., gila sih pinter banget dia ngelobby atasan."
"Ini hasil meeting sore tadi, Dit, emang sebelumnya gimana... bukannya baik-baik aja setau gue?"
"Iya sore tadi, pas udah ploting blueprinting, tinggal gue coding... Dan lo tau yang gantiin gue siapa? Si Beniqno. Yang doi cuma pegang ITassg, gila gak? Katanya si Ben lebih paham alur proses WMS daripada gue."
Gue menepuk jidat "si Ben nggak bisa Laravel, doi pake CI sama Yii. Harus belajar lagi tuh"
Radit menegak kaleng beer-nya "Nah... padahal project itu deadline nya 6 bulan. Lo kira-kira aja deh, males gue sumpah"
"..... si Ben dulu temen kuliahnya Alvin"
Radit mengumpat "Pantesan....lo ya, bisa bisanya pacaran sama laki kayak gitu, Pril"
Gue memutar kaleng Heineken di tangan, sekelebat hari-hari yang gue lewati bareng Alvin berputar cepat bagai potongan film pendek ".....Alvin orang yang baik kok".
"Baik dari Bangladesh" Radit mendesis
"... biasanya dari Hongkong sih Dit"
"Kurang jauh"
------
Kita berdua akhirnya pindah ke ruang TV. Radit dan gue sama-sama rebahan diatas karpet. Ditengah-tengah kita ada dua kardus Pizza Hut ukuran paling gede yang dipesan Radit beberapa beberapa waktu lalu dan beberapa kaleng minuman bersoda. Kita lagi ada di mode serius dan butuh kinerja otak yang baik, nggak mau lagi menyentuh sisa bir di meja ruang tamu
"Lo serius Dit, itu nggak terlalu kejam?"
"Nggak, tenang aja, semua bakalan beres sama gue" Radit mengunyah satu slice pizza sambil tiduran, banyangin sendiri.
"Tapi gue sebenernya nggak mau balas dendam sih, Dit. Dari awal kayaknya gue yang salah deh, udah masuk ke hidup mereka, mungkin ini karma buat gue kali"
Radit langsung bangun dan duduk disebelah kepala gue "Lo ya... jadi orang jahat dikiiiiitt aja bisa nggak. Males gue punya temen terlalu baik kayak gini."
Gue meraih bantal di sebelah dan menutup wajah
"Jangan lemah, Pril. Gue tau lo cinta sama Alvin tapi orang kayak dia perlu dikasih pelajaran"
".....tapi kalau gue sih, pingin mulai dari Desca dulu, Dit"
Radit menyunggingkan senyum sadisnya "Itu urusan lebih gampang lagi..."
-------------
"Gilaaa... nggak, gue nggak mau"
"Hahahha.... Gimana? Keren kan?
"Nggak Dit, Lo gila"
"Nggak papa, lagian dia bukan siapa-siapa tiba-tiba dateng ngehancurin lo, percaya sama gue, Pril. Gue pro masalah ginian, tenang. Lo belum lihat pesona gue sih. Gue pastikan si Desca minta maaf sama lo"
Gue menggeleng kuat kuat, ide balas dendam dari Radit terlalu kejam buat dilakuin.
"Itu melanggar privasi Dit. nggak, gue nggak mau" Sejak kenal Radit, gue tau doi jago hacking dan ikut komunitas white hat. Bukan masalah besar buat dia nge-hack akun-akun orang, tapi dalam hal ini, gue nggak mau terlibat. Urusannya bisa jauh, melanggar UUITE.
".... gue bakalan hapus semua Log lebih cepat dari Desca sadar kalau doi sedang gue hack, Pril" Katanya santai sambil mengunyah pizza.
Gue masih belum bisa terima ide gila dari Radit.
"Apa perlu gue hapus semua data di laptop kantornya. gue bisa masuk lewat IP. urusan yang sangat gampang"
Gue langsung berdiri, kepala gue rasanya udah mau pecah dengan semua ide gila soal balas dendam ke Alvin dan Desca. Gue menggeleng kuat-kuat menyingkirkan semua pikiran jahat dari dalem kepala gue.
"Nggak Dit, lo keluar deh dari rumah gue sekarang. Ide lo sudah terlalu gila, ini masalah gue sama Alvin dan Desca. Lo nggak ada sangkut pautnya sama ini semua. Gue nggak mau malah terjadi apa-apa sama lo nantinya, Dit."
"Iya iya.. Tenang Pril, Urusan Desca kita sederhanakan, ya.. Gue niatnya mau bantu lo dan mau ngasih pelajaran buat orang-orang yang seenaknya bikin sakit hati orang lain. Oke gue nggak akan sejauh itu, Pril. percaya sama gue"
Radit merangkul pundak gue dan membawa gue kembali duduk "April, gue nggak akan jahat selama orang itu juga nggak jahat ke gue. Alvin tiba-tiba kick gue dari project pas disaat dia mutusin lo sore tadi, apa itu nggak sengaja? Gue jadi yakin dia punya rencana lain, jadi sebelum kita berdua yang masuk ke rencana mereka, mending gue duluan yg ambil langkah"
Gue masih diam, mencerna kata-kata Radit yang sedikit demi sedikit mulai bisa diterima oleh otak gue
"Gue nggak masalah Pril mau di kick dari project. Toh gaji gue juga tetep segitu, cuma gue sakit hati aja dipandang rendah sama orang-orang di meeting tadi. Alvin ngomongin soal kompetensi gue, padahal gue bisa matiin servernya kantor dari rumah lo sekarang juga kalo lo suruh"
Radit yang gue kenal memang orang yang pinter banget kalau masalah kerjaan dan kerja di IT kayak mainan sehari-harinya, doi bahkan tidak pernah mengeluh soal banyaknya kerjaan atau error program. Tapi baru kali ini gue beneran lihat sisi lain dari seorang Radit, kelihatan banget kalau dia sangat tidak suka diremehkan.
Akhirnya gue mengangguk, Radit mengulurkan tangannya dan gue jabat erat. Rencana balas dendam akan segera dimulai
YOU ARE READING
Love Issue
RomanceGue nggak tau apakah hubungan cinta dengan teman kantor adalah salah satu employee issue? Sebagai anak baru, sudah seharusnya menerima penyuluhan tentang employee engagement dari HR termasuk didalamnya cara bercinta dengan teman sekantor.