11. Aqiqah pakai domba Hago

11K 330 17
                                    

Pintu ruangan IT warna putih yang ada tulisannya "Bukan hanya sekedar IT, biasanya kami disebut dukun" yang dipasang besar-besar ini kelihatan paling mentereng di antara pintu divisi lainnya. Gue berjalan pelan menghampiri pintu itu, malas. Sepertinya hari ini akan gue habiskan dengan dengerin lagu-lagunya Secondhand Serenade. Playlist favorit ketika perasaan lagi kayak gini.

Tapi langkah gue berhenti ketika Alvin yang setengah berlari berhenti di depan gue. Doi mengatur napas sebentar, melempar senyum dan mengambil gelas kopi dari tangan gue.

"Aku taruh kopi mu di meja, abis itu ikut aku bentar" dan doi berlalu, membawa gelas kopi gue. Melewati pintu IT dan manusia ini hilang beberapa saat dibalik pintu yang tertutup otomatis

Gue masih berdiri mematung kayak orang linglung beberapa meter di depan pintu. Kejadian barusan begitu cepat, otak gue yang sebelumnya lagi mikirin playlist Secondhand Serenade, tiba-tiba dikejutkan dengan kemunculan manusia yang dari kapan hari bikin gue uring-uringan, ditambah lagi, doi ngambil kopi gue gitu aja.

Pintu IT kembali terbuka dan Alvin berjalan cepat kearah gue sambil menyisir rambutnya dengan jari-jari. Pagi ini pun seperti biasanya doi begitu sangat mempesona. Setelan kemeja casual warna abu-abu dipadukan dengan celana chino hitam bikin tampilannya luar biasa mengagumkan.

Alvin menghampiri gue yang dengan bodohnya masih berdiri nggak jelas kayak gini

"Ikut aku bentar, kali ini serius" Tanpa dia bilang kayak gitu pun, gue udah membaca keseriusan itu dari cara pandangnya dan caranya bicara.

Gue menggangguk.

Alvin berjalan melewati deretan meja kubikel divisi admin program, gue mengikutinya dari belakang. Sialnya, karena gue berjalan dibelakang doi, wangi parfumnya langsung masuk ke hidung gue, aroma yang sama yang selalu bikin gue inget kejadian di hotel luar pulau kemarin. Aroma yang bikin gue hanyut, aroma yang selalu bikin gue susah payah nahan diri buat nggak langsung membenamkan kepala ke dadanya.

.....sedetik kemudian gue mengurungkan niat itu ketika potongan kejadian di tempat makan berputar kembali memenuhi otak gue.

Alvin rupanya membawa gue ke lorong pemisah gedung pusat dan cabang yang pernah gue kisahkan di Chapter 2. Lorong dimana gue memulai semua kekacauan ini

Gue berdiri di tempat yang sama seperti sebulan yang lalu, Alvin pun demikian. Kami berhadap-hadapan masih sama seperti dulu, cuma bedanya kalau dulu gue yang bingung nggak karuan dan Alvin yang berdiri dengan santainya. Kali ini kebalik. Kalian bayangin sendiri aja, gue bersandar ke dinding dengan dua tangan terlipat di depan dada, Alvin yang masih berusaha bersikap tenang padahal tergambar jelas ada di kekalutan di sorot matanya.

"Aku sayang kamu"

Kata pertama meluncur gitu aja dari bibir sexy miliknya. Meskipun gue udah sering denger kata ini, tapi sekarang doi mengucapkannya dengan nada putus asa. Bikin gue mengerutkan dahi.

"Kamu boleh nggak percaya sekarang, but i will prove it. Give me one more time." tandasnya.

Gue masih diam sambil menatap lurus ke kedua matanya. Mata yang biasanya bercahaya kali ini redup karena sinar putus asa lebih mendominasi.

"Aku putus sama Farah, we totally over, i can't deny that i love you more. I want you, so please be mine, April"

Doi berusaha meraih tangan gue, Lelaki yang selalu terlihat mempesona di mata gue ini, lelaki yang bikin gue jatuh cinta, lelaki yang selalu ada buat gue selama sebulan ini dan lelaki yang menjadikan gue selingkuhannya ini, meminta gue buat jadi miliknya?

Gue menghembuskan napas

"Gimana kondisi kesehatannya Farah?"

"April...." Doi mengeratkan genggaman tangannya.

"Dia sakit apa? Seberapa parah? Apa sudah mendingan?" lanjut gue.

Alvin melepaskan tangan dan mengusap wajahnya, pias.

"Andai aku tau kalau kemarin dia cuma pura-pura sakit, aku nggak bakalan ninggalin kamu di tempat makan. April.. Aku nggak tau kalau itu cuma alasannya buat ketemu aku"

...gue tersentak.

"Dan kalau kamu tau gimana menyesalnya aku udah ninggalin kamu kemarin, April.."

"Wah gila seeh... sakit banget ini si Farah, sumpah. Sakit jiwa"

Kata gue kemudian setelah gue menyadari betapa terlukanya harga diri gue udah ditinggal gitu aja ternyata cuma dibohongi......yaa gini nih kalo dulu aqiqahnya pake domba Hago.

Love IssueWhere stories live. Discover now