13. Bahagia itu Ilusi Semesta

14.2K 286 10
                                    

Gue terbangun di sebelah Alvin yang tertidur pulas. Wajahnya teduh, napasnya teratur, dadanya bidang, bibirnya masih merona merah muda. Gue bangun pelan-pelan, tidak ingin menimbulkan suara yang bisa bikin doi terbangun. Kasihan. Udah nyetir 4 jam plus olahraga kasur, bikin tenaganya terkuras, lemas setelah 45 menit yang keren. Doi selalu pintar mengatur tempo.

Turun dari kasur berukuran king size, gue mulai mencari-cari kemana perginya semua pakaian yang ada di badan gue sebelumnya. Ternyata, baju gue dan juga Alvin berserakan gitu aja di lantai. Gue ambil satu per satu dan gue pakai lagi. Sekalian juga gue rapikan baju-baju Alvin. Asli, kalo udah enak, lupa deh sama dunia. Main buang semua baju sembarang. Bahkan ada yang nyangkut di meja sebelah, dan itu kemeja gue.

Sebelum keluar hotel, gue memastikan penampilan udah rapi. Sedikit tambahan bedak dan lipstik buat mengelabui penampilan abis bangun tidur gue ini. Gue perlu balik dulu ke rumah masa kecil, mengurus beberapa urusan. Alvin masih tertidur pulas. Entah mimpi apa. Gue menyobek kertas dari buku note, menulis pesan.

"Ku tinggal kerumah dulu ya, Mas. Btw yang tadi enak banget loh. Nanti mau lagi ya, jaga staminamu. Love, A"

Gue taruh tulisan itu di bawah ponselnya yang diletakkan di meja. Sebelum keluar kamar, gue mengecup pelan keningnya. Doi menggeliat pelan dan kembali tertidur.

...ah gue bahagia banget hari ini.

Sampai rumah, gue memberitahu kakek dan nenek kalau nanti malam bakalan ada seseorang yang datang kerumah. Teman kantor. Gitu gue bilangnya. Masih juga pacaran belum ada sebulan, cuy. Masa mau ngomong doi adalah calon gue. Meskipun gue selalu mengamini kata-kata barusan, tapi realistis dikit boleh kali.

Ponsel gue bunyi. Sebuah whatsapp dari Alvin, rupanya doi sudah bangun.

Alvin mengirim foto tulisan gue tadi ditambah sebaris chat

"aku juga mau lagi, hehe.. jangan capek-capek ya, dirumah istirahat yang cukup. i miss you so bad, honey"

Baru juga pisah belum ada beberapa jam, udah kangen aja ini manusia. Ya gini kalau baru jadian, dunia jadi indah banget dan maunya nempel terus. Nggak beda sama gue, ini aja udah kebayang terus badan doi yang tanpa pake baju tadi siang. Ah sial...

Pukul 7 malam, gue keluar menuju ruang tamu. Alvin sudah disana, ngobrol hangat dengan kakek. Buru-buru gue menghampiri mereka, memotong obrolan - yang kalau nggak salah lagi bahas oleh-oleh khas kota ini - sebelum kakek lebih banyak ngomong. Biasa orang tua.

"Yuk, berangkat" Sapa gue, masih berdiri

"Udah siap?" tanya Alvin

"Kakek baru aja ngobrol sama nak Alvin" komentar kakek sambil tersenyum

"Nanti keburu malem kek, kan besok Alvin masih harus nyetir balik ke Kota" kata gue.

Alvin tersenyum, "keluar dulu ya, Kek." Pamitnya sopan, sambil menjabat tangan Kakek. Aduh pemandangan yang addeeem bener dilihatnya.

Dalam lima menit, kami sudah meluncur ke jalanan kota yang sepi. Kota kecil gue emang selalu sepi apalagi ditambah malam ini sedikit gerimis bikin udara makin dingin. Tujuan gue malam ini adalah .... Kemana ya gue bahkan nggak kepikiran tujuan mana aja selain ke hotel tempat Alvin menginap. Dingin-dingin gini paling enak ngapain lagi coba?

"Kok diem..." Alvin meraih tangan gue, menggegamnya.

"Kamu bahagia nggak hari ini?" tanya gue memilih topik random.

Alvin tersenyum. "Bahagia banget, sayang. Dingin nggak sih malem ini"

"Lumayan. Makan di cafe yang hangat yuk, nggak jauh dari sini" ajak gue.

Love IssueWhere stories live. Discover now