#6 Tell Me What I Want To Hear

15 0 0
                                    


            Setelah hampir seminggu berada di atas kapal, tak henti-hentinya terempas ombak, menapak tanah padat terasa aneh. Valda turun dari kapal ke dermaga utama Kastel Scorpio, dan memperhatikan sekitarnya. Sepertinya tidak ada yang mengenalinya.

     "Bagaimana perasaanmu?" tanya seseorang.

      Valda menoleh, dan mendapati Apollo berdiri di sampingnya di ujung dermaga. Matahari yang baru terbit menyinarkan cahaya redup yang membuat rambut pirang pemuda itu berkilat-kilat indah.

     "Aku tidak merasakan apapun," jawab Valda, jarinya menelusuri gagang gada di pinggangnya. "Kukira saat akhirnya aku tiba di sini aku akan merasakan sesuatu. Amarah, mungkin. Atau dorongan untuk membalas dendam. Tapi nyatanya tidak,"

     "Kau mengingatkanku pada Nilsa," kata Apollo tiba-tiba.

     "Jangan bicara seperti itu," bentak Valda. "Jangan bicara seperti kau mengenalnya. Seperti kau mengenal Nilsa,"

     Apollo kelihatan seperti ingin menyampaikan sesuatu, tapi kemudian mengurungkannya. "Sebaiknya aku mencari Leo," Kata Apollo, kemudian ia berjalan pergi.

     "Aku membawakan jubah untukmu," kata Freya yang tiba-tiba muncul di samping Valda. Valda terlonjak pelan dan hampir masuk ke air.

     "Untuk apa kau membawakanku jubah? Hari ini panas," tanya Valda, menerima jubah besar tebal dari Freya.

     "Kau membawa berbagai macam senjata di sabukmu, Valda. Kau tentu tidak ingin menarik perhatian banyak orang," kata Freya. "Ikut aku. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu,"

     Valda menyampirkan jubah pemberian Freya kemudian buru-buru mengikuti gadis itu. Mereka berjalan menyusuri jalanan dermaga yang ramai. Valda menyikut dan disikut berkali-kali di jalan, dan sekali ia merasakan seseorang meraba jubahnya untuk mencari kantong koin.

     Mereka akhirnya berhenti di ujung dermaga, tempat Valda bisa melihat menara-menara kastel Scorpio di atas tebing.

     "Ingin sekali aku membakar tempat itu hingga yang tersisa darinya hanyalah debu dan kenangan," kata Valda.

     "Bersabarlah sedikit," kata Freya, rahangnya mengencang. "Kau lihat menara yang itu? Yang kelihatan seperti menara jam? Itu kamar Darya." Kata Freya, menunjuk sebuah menara tinggi.

     "Kenapa mereka menempatkan Darya di menara? Tidakkah lebih aman jika mereka menempatkan Darya di pusat kastel?" tanya Valda.

     "Menurut mereka lebih aman untuk menempatkan Darya di menara. Para pembunuh yang berhasil masuk ke kastel biasanya tidak berpikiran untuk mengecek menara-menara tinggi," kata Freya. "Kecuali aku,"

     Valda bisa melihat kilatan sinting di mata Freya. Ia tahu Freya sudah kehilangan lebih banyak darinya, tapi tetap saja melihat Freya saat ini membuatnya ngeri. Dan sedetik kemudian, kilatan sinting itu hilang, dan wajah Freya kembali seperti biasanya. Keras dan penuh tekad.

     "Sebaiknya kita berkumpul dengan yang lain. Kita perlu mencari penginapan di kota untuk beberapa hari," kata Freya.

     "Untuk apa kita mencari penginapan?"

     "Kau tentu ingat bahwa kita tiba di sini sebelum rombongan Kastel Scorpio tiba. Mereka baru akan sampai beberapa hari lagi," kata Freya. "Dan kita perlu mematangkan rencana. Aku tidak ingin menerjang Kastel Scorpio secara membabi buta,"

     Valda dan Freya kembali berkumpul dengan yang lainnya, dan akhirnya mereka memutuskan untuk menginap di sebuah penginapan kecil bobrok di dekat kastel. Penginapan itu memiliki kedai minum sepi di depannya, yang hanya berisi 3 orang bermuka seram.

ElementsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang