07 - Tujuan Levi

609 58 23
                                    

Petra merasakan beban berat di pinggangnya. Dia membuka matanya perlahan dan menemukan laki-laki yang dia benci ada di depannya.

"AAAAA! Apa yang kau lakukan di kasurku, hah!?"

Petra mendorong Levi dan membuat laki-laki itu terjatuh ke lantai. Sontak itu membuat Levi mengaduh kesakitan. Levi memasang ekspresi datarnya seraya berdiri. Aneh, rasanya kemarin gadis itu menangis di pelukannya. Kenapa sekarang sifat menjengkelkannya kembali lagi?

Levi memutuskan pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajah tampannya. Semua sudah dia jelaskan. Tapi pasti Petra masih bertanya-tanya apa tujuannya membawa dia ke Jepang. Ah, itu urusan mudah. Nanti dia akan mengatakannya.

"Hei, kau belum bilang alasanmu membawaku ke Jepang," Petra berucap seraya merapikan rambutnya.

"Nanti saja. Habis sarapan," jawab Levi melengos pergi.

Sepertinya baru kemarin sikapnya itu berubah jadi lembut. Tapi kenapa sekarang sikapnya jadi dingin lagi. Uh, dia muak sekali.

"Hei tunggu, Tuan. Aku ikut!" Petra berlari mengejar Levi yang sedang menuju ke lift.

"Eh, bagaimana dengan pelayan pribadi?"

"Kalau kau mau, kau boleh melakukannya."

Tangan Petra sudah bersiap untuk mencekik pria di sampingnya itu. Tinggal bersama Levi membuatnya gila. Dia tidak habis pikir, kira-kira dulu waktu masih dalam kandungan dia makan apa ya?

"Kau mau ke mana?"

"Jalan pagi."

Mereka berdua jalan di sekitar taman hotel. Tampak Petra selalu melihat Levi dengan tatapan membunuhnya. Dan sudah jelas apa yang dilakukan pria itu. Yup benar, mengacuhkannya dengan pura-pura tidak sadar.

Beberapa orang yang kebetulan ada di situ, mengira mereka adalah pasangan suami istri yang sedang bertengakar. Boro-boro suami istri, saling suka aja enggak. Yang ada malah saling benci.

Perut Petra tiba-tiba berbunyi menandakan cacing-cacing yang bersarang di perutnya minta diisi makanan.

"Hei, Levi. Ayo sarapan."

"Jangan menarik-narik bajuku, Petra bodoh!"

Petra yang memang dasarnya keras kepala, tidak menghiraukan ucapan Levi. Sampai akhirnya karena tidak memperhatikan jalan, gadis itu menubruk seseorang.

Brukkk!

Orang itu dengan segera menahan pinggang Petra agar gadis itu tidak jatuh.

"Ah, maaf. Aku nggak lihat jalan," ucap Petra dengan nada menyesal.

"Kau baik-baik saja, Petra?"

Petra terkejut mendengar apa yang ditanyakan pemuda di hadapannya ini. Bagaimana dia bisa tahu nama Petra. Bahkan gadis itu baru kali ini melihat wajah pemuda itu.

"Gimana kau bisa tahu namaku."

Pemuda itu tampak gelagapan. "Ah, tadi orang di belakangmu memanggilmu Petra. Kupikir, itu mungkin namamu," jelasnya.

Petra hanya menganggukkan kepalanya. Segera setelah mengucapkan permintaan maaf dan terima kasih, Petra dan Levi kembali ke hotel untuk sarapan.

Namun, Petra tidak atau bahkan Levi tidak tahu rencana tersembunyi yang pemuda itu siapkan.

"Jalan itu pakai mata."

"Iya, iya maaf. Oh iya, ingat kau masih punya janji padaku."

"Terserah."

Petra sedikit melihat perubahan pada sikap Levi padanya. Bukannya Petra mau sok kepedean, hanya saja dia merasa Levi menjadi lebih perhatian padanya. Contohnya tadi saat dia menabrak orang.

Tanpa sadar, Petra tersenyum mengingatnya. Tiba-tiba dia berpikir Levi kalau dilihat-lihat juga tampan. Tidak ada salahnya menyukai pria itu, bukan? Tersadar apa yang dia pikir, Petra segera menepuk-nepuk pipinya.

Bodoh, Petra! Mana mungkin!

"Apa yang kau lakukan?"

"Ti-tidak ada! Ayo kita sarapan."

Petra mengandeng tangan Levi. Mau tidak mau Levi mengikuti langkah gadis yang sudah membuat hidupnya kacau ini. Bagaimana tidak? Sikapnya yang kekanakan dan mulutnya yang cerewet benar-benar menghancurkan ketenangan dalam dirinya.

.
.
.
.
.

"Kita mau ke mana?"

"..." Tidak ada jawaban dari Levi.

Saat ini mereka sedang dalam perjalanan ke rumah paman Levi yang berada di Jepang. Tujuan? Tentu saja agar mata-mata yang mengincar mereka kehilangan jejak.

Sehabis sarapan tadi, Petra terus-terusan merengek meminta penjelasan pria itu. Mungkin lebih tepatnya tujuan kenapa Levi membawanya ke Jepang.

Mata-mata yang mengincar ibu Petra berbalik mengincar Petra. Alasan? Karena mereka pikir Petra merupakan mata-mata yang bekerja di keluarga Ackerman.

"Diam bodoh! Aku sedang menyetir!"

Petra memanyunkan bibirnya. Kini bibirnya itu malah mirip dengan paruh bebek.

Laju mobil berhenti di depan sebuah rumah tua. Levi terus-terusan memanggil nama Petra, tapi gadis itu tidak kunjung bangun. Namun, bukan Levi namanya kalau tidak kasar.

"Bangun bodoh!"

"Ah, apa? Di mana? Siapa?" tanya Petra beturut-turut seperti orang linglung.

"Kau mau di sini terus? Tidak masalah." Kemudian Levi keluar dari mobil meninggalkan Petra sendirian di sana.

Kesadaran Petra yang baru saja pulih, membuatnya tersadar jika mereka telah sampai di tujuan. Dengan segera ia keluar dari mobil dan menghampiri Levi.

"Woy, Paman! Buka pintunya!" ucap Levi dengan nada dinginnya.

Tidak berapa lama pintu pun terbuka. Tampak pria yang diperkirakan berumur 40 tahun memakak topi sambil menghisap rokoknya.

"Yo, Levi. Eh, siapa yang kau bawa? Apa dia istrimu?"

"Bukan. Dia gadis 'itu'."

"Ah, aku ingat. Hei, masuklah. Anggap aja rumah sendiri."

Levi yang melihat Petra tampak was-was, segera mengatakan pada gadis itu jika tidak ada sesuatu yang harus dikhawatirkan.

"Maaf, agak kotor."

"Ini bahkan lebih buruk dari gudang di rumahku." Levi menyahut. Petra tersenyum geli melihat interaksi antara Levi dan pamannya.

"Kau pasti Petra, 'kan?"

"Ah, i-iya."

"Santai saja. Dan kau bisa memanggilku paman atau Kenny. Terserah padamu."

"Iya, Paman." Kenny tersenyum mendengarnya lalu pergi ke dapur.

"Hei bodoh. Lebih baik kau istirahat."

Petra tidak menduga Levi akan menghawatirkannya. Walaupun dengan nada yang tidak enak didengar. Namun, Petra tahu ada rasa peduli di dalamnya.

"Aku tidak mau kau menyusahkanku," lanjutnya lagi.

Ya, sudah bisa Petra tebak akan jadi begini. Ia berani bertaruh kalau Levi adalah pria yang paling membuatnya hampir terkena darah tinggi.

"Hem."

Kemudian ia masuk ke kamar yang sebelumnya sudah Kenny siapkan dan berbaring. Berharap besok ia bisa mendapat pencerahan dari masalah yang bahkan ia tidak mengerti.

***
How long has this been going on?

Oke, malah nyanyi. Dah lama nggak up. Banyak alasan, satu nggak ada ide. Dua males nulis. But demi kalian. Makasih banget.

Next? Vomen

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Believe You (LeviXPetra) [SLOW UP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang