❀
“jadi kalian berdua mewarnai rambut kalian agar terlihat berbeda?”
aku yang sedang menyusun stok barang dietalase toko pun mencuri pandang sambil bertanya pada mereka, miya kembar.
keduanya mengangguk dengan selaras, “awalnya aku doang yang mau warnain, tapi samu malah ikutan.”
yang pirang menunjuk si kelabu yang sedang memakan puding disampingnya, delikan tajam mengarah pada atsumu.
osamu meletakan mangkuk pudingnya diatas meja terlebih dahulu agar aman, setelahnya menepis telunjuk atsumu.
“gak usah tunjuk-tunjuk, tangan lo belom cebok.”
“ini tangan kanan! lagian apa korelasinya, sih!?” atsumu menggerutu.
dari balik konter aku terkikik melihat awal pertengkaran mereka, sudah hampir seminggu aku bekerja disini. menjadi admin toko online shop cukup mudah, tidak ada hambatan tertentu.
pekerjaannya juga santai, cocok untuk manusia mager seperti diriku.
kadang kalau sedang kosong seperti ini, dua anak kembar mama miya datang menghampiriku, katanya ingin berkenalan agar tidak canggung.
atsumu yang duluan menyapaku dengan gugup, osamu dibelakangnya menahan tawa.
menurutnya melihat tingkah atsumu yang gugup dihadapan gadis adalah sebuah hiburan. mungkin atsumu lupa caranya berhadapan dengan seorang gadis setelah berbulan-bulan terkena lockdown.
kemampuan merayu nya jadi turun drastis, wajahnya memang terlihat seperti jamet.
tapi bukan berarti jiwanya ikut menjamet, malahan jiwa atsumu jauh dari kata jamet. itu sih penilaianku selama satu minggu bekerja disini.
untuk osamu, wajahnya memang terlihat seperti orang kalem dan alim ulama. tapi sifatnya jauh lebih lebih menyebalkan dari pada atsumu.
ketika atsumu menjahilinya sekali, maka akan dibalas lima kali oleh osamu.
kadang aku suka kasian pada atsumu, kalau mereka bertengkar lama dan tidak ada yang mau mengalah, pasti berakhir adu jotos.
dan yang mendapat luka paling parah? tentunya atsumu.
tenaga osamu itu gorila.
mereka berdua masih kelas 2 sma, berbeda dua tahun denganku.
“tsumu bego! jangan makan puding guaaaaaa!!!!!”
“kAlo uDah dIaTAs meJA bEda laGi ceRItaNya!”
aku menggelengkan kepala, lelah sendiri melihat pertengkaran mereka yang tidak ada habisnya.
tapi senang juga dapat hiburan gratis.
“tadi pagi aku bawa puding satu kotak, samu ambil aja.” ucapku menyela kegiatan sakral mereka.
osamu yang mendengar kata puding menarik tangannya yang sedang menjambak rambut jamet atsumu, kedua mata malasnya berbinar senang menatapku.
“beneran, nih, kak?” tanya osamu padaku untuk meyakinkan.
aku tertawa kecil, ekspresinya seperti anak kecil yang mendapat permen, salah, deh. dapat puding, xixi.
aku mengangguk sebagai jawaban.
“yes! makasih kak [name]! huuuu tsumu jelek!” osamu mengepalkan tangan kegirangan.
setelahnya ngacir menuju sudut toko tempat kulkas berada, atsumu mengusap-usap kepalanya sambil menggerutu.
sepertinya jambakan osamu sakitnya bukan main, aku menepukan kedua tangan untuk membersihkan debu yang menempel.
lalu mendekati atsumu. “sakit, ya?”
atsumu menghentikan gerutuannya dan menoleh padaku, wajahnya memerah, mungkin efek setelah jambak-jambakan.
“iya, nih. sakit banget, samu tenaga kuda emang.” keluhnya sambil mengusap kepala.
“hEh gUA deNGer!”
aku kembali tertawa, mereka berdua sahut-sahutan saling menghina.
osamu dengan mulut penuh puding milikku serta atsumu dengan kepala yang berdenyut bekas jambakan samu, dan aku yang menjadi penonton aksi tawuran mereka.
mari aku perkenalkan, kami adalah tiga orang berisik penghuni toko miya.
[omake]
karena merasa kasihan, aku pun mengusap kepala atsumu dengan lembut.
“sakit-sakit pergilah, fuh!” aku mengucapkan matra yang sama ketika adikku yang paling kecil sedang terluka.
atsumu menatapku, dimatanya seperti ada percikan cahaya yang terpancar keluar.
aku berkedip.
lalu memiringkan kepala, bingung dengan reaksi atsumu yang hanya diam menatapku.
“tadi itu apa?” tanyanya.
aku tersenyum, “mantra penghilang rasa sakit!”
“keren! makasih, kak!”
“sama-sama, tapi tsumu, aku meper tanganku ke rambutmu tadi.”
“YANG BENER!?”
“bercanda!”
[tbc]
KAMU SEDANG MEMBACA
olshop
Fanfiction♀♂✗ karena pekerjaan inilah aku bertemu dengan kalian hq © furudate haruichi 2020