"Abang!"
"Bang!"
"Bang Alvinnnnn!"
"Dek, itu bibir apa toa? Heran abang, kuat amat suaranya, kasihan telinga tetangga kalau dengar suaramu."
Anak bungsu keluarga tersebut mencebik bibir tanda tak suka diomelin balik oleh sang abang yang baru saja menampakkan diri dari bilik pintu kamar pribadinya. Anak bungsu itu masih melihat sang abang yang merapikan seragam sekolahnya sembari berjalan ke arah meja makan.
"Ini kan juga salah Bang Alvin sendiri. Abang lama, Aileen mau ke sekolah." balas sang adik tak mau kalah.
"Kalian ini berantem saja kerjanya kalau sudah bertemu. Nanti saja kalau abang gak pulang, adek nyariin abang," ucap sang ibunda yang keluar dari dapur dengan dua piring nasi goreng sambal hijau untuk kedua anaknya itu. "ayo sarapan, bang, dek."
"Ish, bundaaa." pekik Aileen dengan nada memelas. Bahunya merosot jatuh sembari berjalan loyo ke arah meja makan dan duduk di sana. Bunda membuka kartu As-nya di depan sang abang.
"Adek beneran begitu, bun? Hahaha ... kangen abang ya, dek?" ucap Alvin yang di depan Aileen sambil alis mata yang terangkat naik, bersikap tengil di hadapan adik sendiri.
"Kamu juga sama, Bang. Tidak ingat pas adek nginap di rumah Tante Iin, kamunya telepon adek tiap sejam sekali." balas sang bunda yang keluar dari dapur dengan sepiring nasi goreng original dan semangkuk besar nasi goreng dihidangkan di tengah mereka.
"Itukan aku gabut, bun." kilah Alvin. Bunda hanya tersenyum, "Kemarin pas adek nginap, ada orang yang tanyain tentang adek mulu, 'adek sudah makan belum ya?' , 'Kira-kira kenyang tidak ya?' , 'Adek sudah tidur belum?' gitu, dek."
Aileen tersenyum geli, "Ada yang kangen adek juga ternyata."
"Kangen sih. Gak ada yang bisa disuruh-suruh soalnya."
Aileen tersenyum kecut. Beginilah nasib seorang adik yang tidak berdaya melawan sang abang yang memerintahnya dua puluh empat jam penuh. Tapi, tidak apa, Bang Alvin begini juga pengertian, apalagi saat Aileen datang dengan dompet kosong.
Disaat itu, Aileen sayang banget nget nget dengan abangnya yang satu itu.
"Cieee ... anak ayah sudah besar. Sudah SMA, sebentar lagi Ayah dilupain, karena, bakalan ada seorang cowok yang katanya pacar adek."
Aileen memutar matanya dengan malas, "Pacar apa, Yah? Adek di rumah doang bagaimana bisa nyari pacar."
Bunda dan Ayah tertawa kecil, lalu ikut sarapan dengan kedua permata mereka. Sarapan saja banyak drama keluarga yang satu ini.
Sepuluh menit kemudian, Aileen dan Alvin pamit sama Bunda untuk ke sekolah. Ini hari pertama mereka masuk semester baru, kelas baru.
Aileen meletakkan tasnya di bagian tengah mobil Ayah, sedangkan pemiliknya sendiri duduk di sebelah pengemudi. Beda dengan Aileen, Alvin duduk di tengah sendirian ditemani oleh tas sekolah dan tas kantor Ayah. Padahal, siapa yang sulung sih? Kenapa Aileen, sang bungsu yang di depan?
Jawabannya, hanya karena, Alvin mengalah. Ayah Bunda juga memberi tempat untuk Aileen di depan. Mereka ke sekolah diantar oleh Ayah, pulangnya naik bus atau pesan transportasi online.
"Bang, kok Aileen ngerasa ada yang kurang ya?" tanya Aileen sembari celingak-celinguk melihat seisi mobil.
"Apa yang kurang lagi? Tas sekolahmu kan sudah di mobil, termos juga sudah. Adek juga sudah pakai seragam SMA bukan piyama. Terus apa lagi?"
Aileen mengangkat bahunya tanda tidak tahu, "Gak tahu, bang. Justru itu Aileen bertanya. Rasanya tuh kita ke sekolah ramai gitu bang pas perginya. Bukan hanya ada Aileen sama Abang doang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Monster ✔
Teen FictionAileen mengira hidupnya sudah sempurna, ada Ayah, Bunda, dan Bang Alvin. Hanya empat orang di dalam rumah sejak Aileen kecil. Tapi, saat hari pertama ia sekolah, dia mendapatkan kejutan. "A ... adik? Aku punya adik? Dan ... tadi kamu bilang adikku...