2

59 2 0
                                    

"Regantara" Regan baru akan beranjak keluar kelas ketika seseorang memanggil namanya.

Regan menyipitkan mata menatap Nadia yang berdiri di depannya "apa?"

"Kata Bu Erika, lo belum gabung di ekskul manapun" Regan memandang Nadia dengan tidak sabar, Nadia melanjutkan perkataannya "gue mau lo gabung di club Mading"

"Why should I?" Regan menatap Nadia heran seperti Nadia baru saja menyuruhnya untuk terjun dari lantai dua.

Nadia berdecak mendengar itu "klub mading kekurangan anggota. karena cuman lo di kelas ini yang belum gabung di ekskul manapun. Jadi, gue inisiatif ngajakin Lo buat gabung"

"Wah ... Thank you.. tapi gue nggak berminat" Regan menatap Nadia dengan muka tengil minta disambit, Regan mencangklong tasnya lalu berdiri "Itu aja, kan?" Regan menunduk mendekatkan wajahnya di depan wajah Nadia, Nadia refleks menjauhkan mukanya sambil mengangguk "ya udah, gue balik" Regan melenggang santai keluar kelas.

Astaga si Regantara ini benar-benar.... Nadia masih memperhatikan punggung Regan yang menghilang di balik pintu dengan muka memerah karena kesal "Wuahhh.... Regan keren sekali" Nadia berjengit kaget mendengar suara cempreng Emi sahabatnya.

"Apaan sih Em, Keren apaan yang kayak gitu"

"Regan itu kayak Sehun oppa tau, tinggi, putih, ganteng. Duh kok bisa dia seganteng itu?" Emi tersenyum menangkupkan kedua tangan di pipinya

Nadia geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu, dia sudah biasa menghadapi tingkah Emi yang satu ini, kalau ada cowok bening dikit, pasti dia akan langsung bilang kalau si cowok ini mirip dengan idolanya. Entah itu mirip Sehun, kau eh apa kai, terserahlah... Nadia nggak peduli.

***
Regan menaruh sepedanya di garasi. Dengan mengendap-endap, dia memasuki rumah melalu pintu penghubung garasi dan dapur.

"Re" Damn ... Regan mengerem langkahnya mendengar panggilan mamanya. Seharusnya dia tau, sebagai seorang guru TK, jam segini mamanya pasti sudah di rumah.

Regan berbalik menemukan mamanya berada tak jauh darinya sedang berdiri memegang sendok sayur di tangannya. "Hai, Ma" Regan berlagak terkejut menemukan mamanya di dapur. Dia langsung menghampiri dan mencium tangan mamanya.

"Aduh, manisnya anak mama" mama tersenyum manis pada Regan "Apa ini semacam penebusan dosa karena habis mecahin vas mama?" Ibu Rima menyipitkan mata menatap curiga pada anak bungsunya.

"Sorry, Ma. Re nggak sengaja. Lagian itu bukan aku doang kok, ada si catty juga yang turut andil" catty itu kucing betina berwarna putih di rumah Regan

"Lah ngapain bawa-bawa kucing"

"Kan, tadi malam kakak Ra beli snack buat si catty, yaah.. aku main sama si catty, ngasih dia Snack tapi pake dilempar dulu. Si catty nangkap Snack itu, nggak sengaja dia jatuhin vas mama, nah yang salah si catty kan, Ma?"

"Malah nyalahin kucing. Itu kamu yang salah. Coba kalau Re ngasih makan nggak pake di lempar, nggak bakalan si Catty lompat dan mecahin vas mama"

"Iya deh... Iya. Re yang salah. Re minta maaf"

"Oke, sekarang naik ganti baju. Abis itu turun buat makan siang. Bentar jam 4 sore, bantuan mama nata taman ya Re"

Regan mengangguk tidak punya pilihan lain, dia sudah tahu akan hal ini. Mama Regan memiliki taman kecil yang terletak di samping rumah.  Taman itu ditanami dengan beberapa macam bunga, bumbu dapur dan beberapa tanaman obat. Kadang Regan disuruh mencabut rumput liar atau memindahkan tanaman-tanaman dari pot yang kecil ke pot yang lebih besar. Hal yang selalu dijadikan mamanya sebagai hukuman ketika dia melakukan sesuatu yang salah, entah dia tidak sengaja melempar bola basket hingga mengenai kaca jendela, ketahuan terlambat datang ke sekolah, atau habis membeli banyak barang yang tidak terlalu penting seperti komik.

***
Regan menyeka peluh di dahinya, sudah hampir 1 jam dia dan mama membersihkan taman. Kulit muka Regan yang putih berubah kemerahan. Argh... Mama nggak main-main kalau soal ngasih hukuman ke anaknya.

"Pantasan papa nggak nemu orang di dalam, pada di sini ternyata" papa Regan tersenyum memandang istri dan anaknya, masih dengan pakaian kantor lalu melangkah duduk di kursi  yang tersedia di teras samping.

Mama Regan berdiri membuka kos tangan lalu mencuci tangan dengan selang air yang di gunakan untuk menyiram tanaman, kemudian beranjak menghampiri suaminya "loh, papa udah lama sampai?"

Papa melirik jam tangannya "baru lima menitan kayaknya" lalu melirik Regan "Re udah cocok banget kalo tinggal di rumah nenek. Bisa bantu- bantu bersihkan kebun" papa menggoda Regan

Regan menatap malas pada ayahnya, dia tau kalau ayahnya tidak sungguh-sungguh mengatakan itu. Lihat aja, di bagian Regan membersihkan masih banyak tersisa rumput kecil. Regan yakin ayah mengatakan itu hanya untuk meledeknya.

"Re, udahan Nak. Nanti di lanjut lagi kapan-kapan" Regan tersenyum senang mendengar kalimat yang sudah dinantikannya semenjak tadi. Bergegas dia merapikan alat-alat yang tadi dipakainya bersama mama, kemudian mencuci tangan dan kakinya.

Regan belum memutuskan apakah dia langsung mandi atau main basket dulu ketika mamanya memanggil lagi, "Re, langsung mandi yaa, nggak usah main basket lagi. Badan kamu udah bau keringat" Regan menganga mendengar kata-kata mamanya. "astaghfirullah... Ini mama kayaknya benaran bisa baca pikiran ..." Regan makin cemberut ketika dilihatnya papa di belakang sang mama diam-diam menertawakannya
***

Buton Utara, 31 Agustus 2020

The Class President's Little SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang