Adinda dan Ridho telah sampai di sekolah mereka dulu. Mereka sudah menggunakan baju putih abu yang ikonik, penuh kenangan masa lalu. Di depan gerbang, udara terasa segar dan penuh harapan.
“Andai kamu tahu, Din. Hari ini aku merasa kita kembali seperti dulu, saat kita sama-sama saling menyukai,” batin Ridho, sementara matanya terfokus pada Adinda, yang sedang asyik mengobrol dengan salah satu guru.
“Kamu beda sekali, Din. Sekarang, kamu lebih cantik,” puji Bu Lina, guru mereka yang ramah.
“Alhamdulillah, Bu. Oh iya, Dinda punya sesuatu buat Bu Lina,” kata Adinda sambil mengeluarkan kotak berwarna putih dari tasnya.
Lina tersenyum lebar, wajahnya cerah seolah mendapatkan kejutan yang menyenangkan. “Terima kasih, nak. Dan terima kasih juga sudah mau kemari. Ibu kira Dinda lupa. Teman-teman yang lain sering sekali kemari, termasuk Ridho,” ucap Lina sambil melirik Ridho, membuat Adinda menatap sahabatnya.
“Aku ingin sekali mengajakmu. Tapi aku takut kamu kecapaian jika harus bolak-balik ke Bandung,” jawab Ridho dengan nada santai, berusaha menyembunyikan perasaannya.
“Kalian sudah menikah?” tanya Lina tiba-tiba, membuat Adinda sedikit terkejut.
“Menikah?” mereka berdua bertanya serentak, suara mereka menyatu dan menciptakan momen yang canggung.
“Iya, menikah. Masa kalian tetap sahabatan? Dan lagian, Ridho m—” ucapan Lina terhenti ketika Ridho langsung memotongnya.
“Maaf, Bu. Ridho potong. Kita lebih nyaman bersahabat. Sahabat kan nggak pernah putus. Jadi kami berdua memilih bersahabat selamanya,” jelas Ridho, berusaha menyembunyikan rasa cintanya yang belum tergantikan.
“Iya bener, Bu. Kami hanya sahabat. Dan masalah jodoh biar Allah yang ngatur,” sambung Adinda. Dalam hati, ia merasa sedih. “Dan aku sudah dipertemukan dengan jodohku. Dan itu bukanlah Ridho.”
Lina mengangguk paham, mengerti perasaan mereka berdua.
“Yasudah, Ibu mau ngajar dulu. Kalian ketemu sama guru yang lain dan siapa tahu kalian kangen sama kantin,” ujar Lina.
“Iya, Bu. Pasti.”
Setelah menemui beberapa guru, Adinda dan Ridho melihat siswa-siswi yang sedang latihan kesenian, olahraga, dan lain-lain.
Saat Adinda melihat lapangan, ingatannya melayang kepada kejadian yang sangat lucu dan memalukan, di mana ia terpaksa minta bantuan Ridho mengikat rambutnya.
Flashback On
Suatu hari di SMA, Adinda sedang berjalan menuju kelas ketika ikat rambutnya tiba-tiba lepas. “Aduh, kemana ikatannya?” gumamnya. Ia merasa panik, rambutnya berantakan.
“Eh, Din! Kenapa?” Ridho yang melihat kegelisahan Adinda segera menghampirinya.
“Ikat rambut gue ilang, Rid! Tolong!” kata Adinda dengan nada putus asa.
Padahal di balik itu, Ridho ingin tertawa dan merasa menang, karena ia yang telah menyembunyikan ikat rambut Adinda. Di mata Ridho Adinda lebih cantik jika di gerai.
Ridho pun tertawa. “Jangan khawatir! Gue ada solusi!”
Dia membuka tasnya dan melihat di dalam. Ia menemukan sisa karet bekas gado-gado yang dia bawa untuk bekal. “Coba deh ini!” serunya sambil menyerahkan karet itu.
“Rid! Nggak mungkin! Cuma karet gado-gado!” Adinda merasa ragu dan tak habis pikir kepada sahabat nya ini.
“Tapi ini bisa bantu lo, Lagipula, rambut lo kayaknya nyaman deh pakai ini!” ucap Ridho sembari berusaha meyakinkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/228988319-288-k944531.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Surga yang Di Rindukan
Художественная проза🚫DiLARANG PLAGIAT! 🚫 JIKA ADA KESAMAAN TOKOH. MOHON MAAF BUKAN DI SENGAJA. "aku tidak akan pernah mencintaimu! karena pacarku lebih cantik dan semperna! ucap rafka tanpa memperdulikan perasaan adinda yang begitu sakit mendengarnya. adinda gadis...