Janji

60 6 3
                                    

"Kak Fi, beneran mau pulang lagi ?" tanya Emily, gadis berponi itu duduk di tepi ranjang Shafira, menatap si sulung yang sedang mengemas beberapa pakaiannya.

"Sebentar doang kok, Mil. Gue kangen nyokap." Jawab Shafira.

"Perasaan belum lama pulang, Kak." Sahut Hannah. Ia tahu, Shafira sedang ada masalah dengan Beno dari Emily.

"Belum lama apaan? Udah enam bulan, Hann. Dari yang terakhir Beno jemput gue." Shafira menutup tas ranselnya.

"Nanti siapa yang bantuin persiapan nikahan gue ?" Rajuk Hannah.

Shafira menatap Hannah sambil tersenyum.

"Sama Emily dulu. Gue pulang cuma sebentar kok. Nggak niat pindah ke sana."

Emily terkekeh. "Iyalah, hatinya kan tertinggal di sini."

"Apaan sih ?! Tuh, Saka uring-uringan. Lo kalo lagi PMS jangan suka bentak-bentak anak orang dong." Cibir Shafira. Emily mendengus.

"Diih... tukang ngadu."

"Nanti kabarin kalau udah sampai ya, Kak. Yakin nggak mau diantar Mas Beno ?"

Shafira menggeleng, justru ia sedang tak ingin bertemu Beno untuk saat ini. Ia butuh sendiri.

"Yuk, Mil. Antar gue ke stasiun." Shafira sudah siap, memanggul tas ranselnya. Ia hanya pulang untuk beberapa hari, sekalian menghabiskan cuti tahunannya yang sayang kalau nggak dipakai.

Sore ini langit cerah, musim penghujan sudah lewat dua bulan yang lalu berganti musim panas. Shafira hanya mengenakan kaos oblong warna putih dipadu knee lenght skrit berbahan jeans dengan sepatu kets warna senada dengan kaosnya.

Shafira melangkah masuk ke dalam gerbong kereta yang akan membawanya pulang ke kota kelahiran. Kalau nggak ada kendala ia akan tiba di stasiun tujuan tepat pukul delapan malam. Shafira sudah meminta Andika untuk menjemputnya.

Gema pemberitahuan keberangkatan kereta terdengar dari pengeras suara. Shafira memilih memasang headset dan memejamkan mata ketimbang berinteraksi dengan orang-orang asing yang ada disekitarnya.

Dalam diam ia menatap wallpaper ponselnya. Ia rindu pada sosok laki-laki yang fotonya ia jadikan wallpaper. Sosok Beno yang saat ini menghilang entah kemana? Rasanya sakit ketika bertemu tapi tak saling menyapa. Saling menghindar tanpa kata. Shafira terlalu gengsi untuk meminta maaf, padahal satu kata itu yang mungkin Beno tunggu. Keegoisan itu masih pekat menguasai perasaannya.

*******

Shafira menghempaskan tubuhnya di kursi sofa ruang tengah begitu ia sampai. Bu Nirwan heran melihat anak gadisnya nampak murung. Tak banyak yang mereka bicarakan. Shafria memilih bercengkrama dengan kucing kesayangan ayahnya. Tubuhnya terasa letih, padahal selama perjalanan dia asyik tidur, bukan tidur nyenyak tentunya.

"Mau Mama hangatin makanan nggak ?" tanya Bu Nirwan, "Tadi Mama masak soto ayam kesukaan kamu."

Shafira menggeleng, "Nggak, Ma. Nanti aja. Fira masih capek."

Bu Nirwan menghela napas, prihatin melihat anak gadisnya murung.

"Lho, Mbak. Tumben pulang lagi ?" Sapa Pak Nirwan yang baru kembali dari musholah. Pria paruh baya berpakaian Koko itu duduk di sebelah putri semata wayangnya.

"Papa nih, nggak senang banget aku pulang." Cibir Shafira, tangannya masih mengelus bulu Sweety sesekali mengajak kucing itu berbicara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bentang GanindraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang