D-7 Badran Nuraga

185 22 5
                                    

Kerai jendela kamar Raga telah terbuka sedari pagi, ayahnya pasti tak tega membangunkannya. Raga terbangun karena pancaran sinar hangat matahari menyengat kelopak matanya. Raga menggeliat dan melakukan peregangan seperti Brown, kucing yang sering mampir ke toko bunga ayahnya. Perutnya mengaum seperti suara ikan paus, saat hidungnya mencium aroma panekuk pisang dari arah dapur, lambungnya meronta minta diisi. Ia segera bangkit dari tempat tidurnya, kakinya reflek melangkah meski terlihat sempoyongan, karena kepalanya berat sebelah. Semalam ia asyik menghabiskan serial terbaru komik detektif hingga pukul dua dini hari. Empat lembar panekuk pisang dilahapnya. Segelas susu putih hangat juga telah tersedia di meja yang sama.

Hari ini kelas Pak Jibril dimulai jam sembilan pagi, itupun bila Pak Jibril tepat waktu. Pak Jibril adalah tipikal dosen yang sering beralibi: lebih baik terlambat daripada terlambat banget. Ahelah, dasar bapak-bapak! Humornya cringe banget. Tapi Pak Jibril ini, meskipun niat mengajarnya selambat kungkang Amerika, tapi tatapan matanya saat mengajar setajam kungkang Jawa.

Memikirkan seperti apa bentuk Pak Jibril mampu membuat susu hangat di meja seketika dingin, sedingin sikap Ibu Kun Aminah dosen agama. Sehabis susu dinginnya tandas, raga menarik handuk dari gantungan baju, kemudian gegas mandi.

Jam dinding menunjukkan pukul 08.05 saat Raga rapi berpakaian. Masih ada lumayan banyak waktu untuk sekadar mampir dan berpamitan dengan ayahnya di toko. Lagipula perjalanan menuju kampusnya bisa ia tempuh selama lima belas menit saja. Saat mengecek isi ranselnya, Raga hanya menemukan laptop, buku tulis, dan satu pulpen di dalamnya. Keningnya berkerut, saat ia pijit-pijit, asap terlihat mengepul dari kepalanya, woho... rupanya air yang belum sepenuhnya kering di rambut hitam legamnya menguap saat diterpa sinar matahari. Raga teringat barang yang dia cari tertinggal di meja toko ayahnya semalam.

Mengenakan sepatu kets merk Nikey yang belum diganti—karena belum mampu beli—sejak awal masuk kuliah, Raga berlari kecil menuju pintu kaca belakang toko.

Terdengar suara gemerisik air dari arah toilet, pertanda ayahnya ada di dalam situ. Saat matanya menekuni meja mencari bukunya, hidungnya membaui wangi parfum mahal kombinasi bunga peony dan mawar Damaskus dengan sentuhan bergamot. Aneh, padahal sekarang bukan musimnya bunga peony, dan ia yakin sekali tidak ada bunga peony di toko ini.

Raga langsung menerkam bukunya tanpa melihat, bagaikan Elang yang sudah hafal bagaimana cara mencengkeram anak ayam, matanya justru nyalang menuju sumber aroma parfum surga tadi. Sesosok perempuan bergaun abu-abu dirangkap blazer hitam tersebut tampak menekuni halaman toko bunga ayahnya. Bidadari! (yang tampak seperti anak kelinci yang kesasar) batin Raga. Si Elang tampak bersimpati, alih-alih menerkam malah menyembunyikan cakarnya, kini menjelma menjadi anak musang berekor sembilan yang polos, dan baik hati.

Sinyal perempuan yang tampak kebingungan itu tertangkap radar mata Raga. Mungkin ini pertama kalinya berkunjung ke toko bunga ini, atau dia hanya tidak tahu harus membeli bunga apa. Belum ada tanda-tanda ayahnya menyelesaikan hajatnya. Masih betah di toilet, Raga lebih dari tahu bagaimana kebiasaan ayahnya yang begitu lama jika BAB. Raga melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan, kelasnya akan dimulai 20 menit lagi. Ia teringat tujuan awalnya yang hanya mampir sebentar ke toko untuk mengambil buku kuliahnya yang tertinggal, tetapi batinnya seperti mengunci langkah kakinya, ada sesuatu, entah apa, seperti kesemutan yang mendadak menjelma. Berat melangkahkan kakinya.

Khemkhemmkhemmm…” Raga mengawali pelayanannya dengan berdehem tiga kali pada calon konsumen toko bunga ayahnya. Gemi melirik sebentar, tampak cuek, lantas tekun mengamati (mencari) bunga yang bermaksud ia beli.

“Selamat pagi, Nona, boleh saya tahu sedang cari bunga apa ya?” Raga akhirnya memutuskan untuk melayani tamu tokonya, setelah sebelumnya mengirimkan pesan singkat pada teman sekelasnya, dia masih punya sisa 2 jatah absen lagi jika kali ini dia tidak masuk kelas. 

Pushing Up DaisiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang