two

11.7K 2.2K 476
                                        

Narash Nagendra.

Orang-orang kantor memanggilnya mas Andra. Sang pakar untuk urusan digital marketing. Mulutnya luar biasa tajam setiap menilai hasil kerja tim. Empati? Apa itu? Sepertinya, dia hanya mengenal kata 'kerja, kerja, kerja'. Bahkan Jihan yang menyukai fisiknya pun selalu menyebut Andra adalah sosok sempurna dari perpaduan setan dan dewa tampan.

Bisa dituntut enggak sih omongan Jihan?

Well, aku memang tidak terlalu mengenal mas Andra. Ketika aku bergabung di sini sebagai karyawan baru, penentu dari semua pekerjaan adalah bang Benny---partner mas Andra dalam mengelola perusahaannya ini. Jadi, yang aku tahu, bang Benny adalah orang baik. Baik sekali. Kalau salah, dia bahkan mau membenarkan tanpa perlu ngomel ke anak buahnya.

Masalahnya, di setiap senin pagi. Mbak Dian akan melakukan meeting mingguan, bersama para 'bos'. Jelas di sana ada mbak Dian, ada bang Benny sebagai atasannya, lalu ada perwakilan dari bagian IT, operasional, dan lainnya. Selesai meeting, muka mbak Dian sering sekali bete. Karena katanya mas Andra habis ngomel. Caption IG enggak menarik, isi email cuma kulit, dan headline yang tidak menjual.

Karena aku tidak merasakan langsung apa yang dirasakan mbak Dian, aku santai aja. Aku sih mikirnya simpel, kan enggak kerja langsung bareng dia. Jadi, aman.

Sampailah tiba di acara gathering kantor. Kami semua pergi ke Bandung dengan niat mempererat kekeluargaan antar karyawan. Senang bukan main!

Ternyata, aku dikejutkan oleh sosok mas Andra yang belum pernah kutemui secara langsung. Selama ini, aku hanya tahu dia lewat video yang diedit Gilang kalau sedang memberi seminar online.

Dia jauh lebih tampan daripada yang terlihat di video. Tinggi, putih, mukanya aja glowing mengalahkan muka Jihan yang diberi serum setiap hari, dan ... tampilannya good boy sekali. Yang mengejutkan adalah ... ketika kami semua kumpul di halaman vila dan siap untuk bermain game, dia juga ikut!

Kalau bang Benny memang tidak mengherankan. Dia selalu bisa berbaur dengan kami semua. Masalahnya, mas Andra kan jarang gabung.  Hal itu membuat anak-anak cewek marketing heboh di grup yang enggak ada mbak Dian dan bang Benny-nya. Memuja betapa menggemaskannya bos kami yang jarang ditemui.

Di sinilah awal semua kengerian itu.

Pembagian kelompok untuk setiap game memang sudah dibuat beberapa hari sebelum keberangkatan. Jadi, aku tahu anggota-anggota kelompokku. Ada bang Cakra, Jihan, dan Indah anak sosial media. Namun, saat panitia sedang diskusi yang terlihat sangat pelik, mas Andra mengajukan diri untuk ikut bermain dan tiba-tiba berdiri di kelompok kami.

"Gabung, ya?"

"I-iya, Pak, Mas! Aduh manggilnya gimana?" Itu jelas Jihan. Dia sudah naksir bahkan sebelum bertemu langsung dengan mas Andra. Lucu ya. "Manggilnya gimana dong, Pak?"

"Namamu siapa?"

"Jihan. Jihan Dinaira."

"Ngerjain bagian apa?"

"Email, Pak."

"Oh jadi kamu yang bikin headline enggak menarik itu?" Mas Andra tertawa, sementara kami semua hening. "Nanti saya kasih buku buat belajar lagi ya. Minta sama Dian. It takes time. Ibaratnya begini, kalau kamu punya waktu satu jam buat bikin satu email, habiskan 45 menit untuk mikirin headline."

"Siap, Mas! Tapi, bukan cuma saya yang bikin email."

"Ada lagi?"

Saat itu, jantungku rasanya sudah siap terbang ke angkasa. Apalagi, waktu Jihan melirikku dan terlihat tidak berani memperkenalkan. Tatapan mas Andra saat itu benar-benar membuatku merasa seperti ditenggelamkan di lautan.

bilang sayang, enggak susah.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang