eight alias wolu

10.9K 1.9K 455
                                    

Tampilan atas boleh segala-galanya, lihat dong bagian bawah, pake celana aja sudah ahamdulillah banget.

Gimana sih ya masalah work from home ini. Aku suka kerja di rumah, bisa sambil makan, dan lain-lain. Masalahnya, aku butuh suasana keributan langsung dari teman-temanku. Bukan pesan mbak Dian 'mute dulu teman-teman' atau, beberapa anggota tim yang lupa off camera dan sedang makan atau menguap lebar.

Selain corona, keadaan wfh ini juga lumayan bikin stress. 2020 benar-benar menguji kesehatan mental. Untungnya, Mbak Didi sudah tidak pernah ke sini lagi. Mungkin dimarah abang, atau hubungan mereka jauh lebih baik.

Dan aku pun memilih untuk tidak lanjut bercerita mengenai mas Andra. Bukan karena apa-apa, tetapi sepertinya cara pandangku dan mbak Didi soal mas Andra berbeda.

Aku tidak ingin menyesal karena keputusan orang lain. Jadi, kalaupun salah, itu harus karena diriku sendiri. Supaya tidak menyalahkan siapa pun, kecuali tanggungjawabku sendiri.

Well, sudahi copy email memuakkan ini, mari kita tarik napas sejenak, pijat kening yang mulai terasa kencang, pejamkan mata, asal jangan tertidur.

Meski jam kerja telah berakhir, tenggat waktu masih ada, aku bisa menggunakan waktu untuk sedikit bersenang-senang. Tidak juga sebenarnya. Karena yang memberi kesulitan dengan yang (katanya) akan membuat senang adalah orang yang sama.

Narash Nagendra.

Bagaimana menurutmu?

Apa pun itu, aku harus mandi. Tidak boleh membuat orang menunggu di luar jam perjanjian. Mama bilang, semua punya kesibukan dan ketika seseorang menyanggupi hadir di jam tertentu, artinya dia sudah berusaha mengaturnya dengan baik. Kita tidak tahu apa yang sudah dia korbankan.

Tahan, Mala, lakukan ini sebagai sisi manusia, nanti kalau sudah waktunya, maka sudahi dengan penjelasan yang masuk akal.

Aku mengenakan dress yang dibelikan mas Andra dan belum sempat kupakai. Mengepang rambut menjadi dua bagian, merapikan poni baruku yang sangat cantik ini. Pujian harus kudapatkan untuk diriku sendiri karena bisa memotong poni tanpa salon.

Makeup tak perlu aneh-aneh, senatural mungkin, maka selesai. Aku hanya perlu mengenakan converse, lalu mengambil sling bag ketika dia datang.

Aku gugup.

Padahal ini bukan jalan kali pertama dengan mas Andra.

Kabar baiknya, ternyata rasa gugupku itu menghilang ketika lelaki itu datang. Ini sesuatu yang perlu dipertanyakan. Pertama, apakah karena aku mulai terbiasa? Atau, memang sebenarnya gugup itu tak perlu?

"Hello," sapanya lembut ketika aku keluar pintu pagar. Seperti biasa, dia akan membukakan pintu mobil yang menurutku tak perlu. "You look beautiful."

"Makasih, Mas. Dress dari mas Andra."

"Proud boyfriend here."

"Hah?"

"Bercanda." Dia tertawa kecil, aku meringis penuh keterkejutan.

Seketika hening. Segera mengenakan masker, aku menutup rapat mulutku. Meski tidak segugup waktu membayangkan, tetap saja jalan dengan bosmu tidak akan pernah mudah.

"Menurutmu, kenapa selebgram itu dibutuhin sebuah produk, biar bisa laku, Kamala?"

Oh, kami masih tetap harus membahas kerjaan. Baiklah. Topik tipis-tipis ini rasanya tidak akan pernah lepas dari percakapan kami. Cuan, kerja, etos kerja, dan cuan lagi.

bilang sayang, enggak susah.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang