Sepanjang hidupnya, Wendy tidak pernah percaya semudah ini dengan orang asing.
Seperti anak-anak lainnya, Wendy sejak kecil sudah diwanti-wanti untuk tidak percaya dengan mudah kepada orang lain, dan kebiasaan itu terbawa hingga sekarang. Oleh karenanya, Wendy tidak tahu mengapa ia bisa dengan semudah ini percaya dengan pemuda asing yang baru saja ia temui mungkin tidak sampai satu jam yang lalu, dan dengan mudah mengiyakan tawaran untuk pergi bersama dengannya.
Mungkin karena Wendy memandang Jae sebagai seseorang yang baik mengingat pemuda itu telah membantunya. Mungkin karena Wendy ingin melupakan semua masalah yang sedang ia hadapi untuk sebentar saja. Atau mungkin, Wendy hanya ingin melakukannya.
Pukul 12 lewat 30 menit, motor Jae berhenti di dekat area skate park yang tidak pernah Wendy datangi sebelumnya. Ada dentuman musik yang berasal dari area itu dan beberapa orang yang sedang berlalu lalang di sana. Hanya ada dua orang yang sedang bermain skateboard dan meluncur dari ujung skate park ke ujung yang lain sambil melakukan beberapa atraksi-sesuatu yang berhasil mencuri perhatian Wendy begitu ia turun dari motor Jae.
Jae melepaskan helm, memakai kacamatanya kembali sebelum menatap Wendy yang sekarang selangkah di depannya. "We didn't know each other's name, yet."
Suara Jae membuat Wendy menoleh. Gadis itu terdiam sejenak, seakan baru menyadari hal tersebut.
"Let's just stay like that." Jae tidak menduga Wendy akan menjawab seperti itu.
Jae tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya, "Why?"
Wendy tersenyum samar. "I think it's better for us to stay like this—a stranger to each other."
Jae diam, tidak tahu harus berkata apa saat sebuah seruan dari seseorang yang sedang berlari kecil ke arah mereka terdengar, "Yo, man! You come?"
Suara itu membuat Jae dan Wendy sama-sama menoleh, menemukan seorang pemuda bertubuh besar dengan tato di beberapa bagian tubuhnya sedang melangkah ke arah Jae. Keduanya melakukan high-five sejenak sebelum Jae menjawab, "Lagi jobless."
"Brengsek." Pemuda itu tertawa, lantas menoleh ke arah gadis yang berada di samping Jae, lalu kembali menatap Jae dengan seringai di wajahnya. "Ow, udah baru nih—"
"Shut the fuck up, Matthew." Jae menyela, tahu apa yang akan dikatakan Matthew, teman lamanya itu membuat pemuda itu tertawa lagi.
"Lo kenapa dateng jam segini? Udah tau anak-anak palingan datengnya jam 2 atau 3-an."
"Gue mampir doang bentar." Jae menjawab, lalu menatap gadis yang masih berdiri di sebelahnya. "Ayo."
Wendy mengangguk, tersenyum sebentar ke arah Matthew sebelum melangkah. Namun Jae berhenti sejenak untuk berbisik ke arah Matthew, "Jangan panggil gue pakai nama."
Matthew mengernyit. "What?"
"Just don't. Bilang ke anak-anak juga. Jangan sebut nama gue."
Matthew masih terheran-heran, sementara Jae sudah berlalu dan menyusul Wendy yang sudah beberapa langkah di depannya. Jae berjalan selangkah di depan Wendy dan membawa gadis itu untuk duduk di atas dinding pembatas di area skate park tersebut. Jae meraih gitar yang tergeletak begitu saja di sana, pastinya milik salah satu temannya yang berada di skate park ini.
Wendy sedikit memeluk tubuhnya saat udara mulai terasa menusuk kulit sambil melihat-lihat ke arah sekitar. Jae yang sedang menyetem gitar di pangkuannya menyadarinya. Pemuda itu lantas memyimpan gitarnya sebentar, melepaskan jaket yang sedang ia kenakan dan meletakannya di atas pangkuan Wendy dan lanjut menyetem gitarnya.
Wendy agak tersentak saat Jae meletakkan jaket milik pemuda itu di atas pangkuannya. Gadis itu buru-buru mengembalikan jaket tersebut, namun Jae menolak dan berkata, "Ck, pakai aja."
Wendy menatap Jae yang sudah kembali fokus pada gitarnya, memetik beberapa senar yang membentuk satu melodi singkat. Gadis itu masih ingin menolak, namun udara malam yang terasa semakin dingin membuatnya akhirnya memilih untuk mengenakan jaket yang kebesaran di tubuhnya itu. Aroma parfum Jae menguar dan menyapa indera penciuman Wendy.
He smells good. Lantas, Wendy bergidik sendiri. Apaan sih, Wen?!
"Ini tempat nongkrong lo?"
Jae mendongak sebentar untuk menatap Wendy sebelum kembali menaruh fokus pada gitarnya. "Hm. Kalau lagi kosong, gue ke sini."
Setelah percakapan singkat itu, keduanya tidak lagi berbicara. Jae sibuk menggumamkan sepotong lirik lagu sambil memainkan gitar, sementara Wendy terambil atensinya oleh pemain skateboard yang sedang bermain di skate park. Wendy tanpa sadar berdecak kagum setiap kali pemain tersebut melakukan atraksi yang menurutnya keren, membuat Jae yang duduk di sampingnya diam-diam menatapnya dan mendengus menahan senyum sebelum kembali menggumamkan lagu yang sejak tadi ia nyanyikan.
Beberapa jenak kemudian, Jae berkata, "So, Miss Stranger," Pemuda itu sudah berhenti memainkan gitar di pangkuannya dan sudah sepenuhnya menatap kedua mata Wendy yang kini sedang menoleh ke arahnya, "Mengingat lo nggak nggak ingin kita tahu nama satu sama lain, kasih gue hal lain tentang diri lo. At least i know something about you."
Wendy tersenyum. "What do you want to know?"
Jae tersenyum samar. "I don't know. What do you want me to know?"
"Hmm, tapi kayaknya nggak adil kalau hanya lo yang tau tentang gue," Wendy bilang begitu, "Let's do this instead—kita bergantian sebutin satu fakta tentang diri kita masing-masing. Nggak perlu fakta-fakta yang penting, at least we know something about each other, right?"
Jae menyeringai, tampak tertarik dengan ajakan itu. "Start from you."
"Gue suka burger."
"I'm allergic to many things."
"I like Coldplay."
"I'm in a band."
"I was lived in Toronto."
"Gue punya kakak perempuan."
"Gue anak satu-satunya."
"Bahasa is not my first languange."
"I'm a college student."
"Well, gue nggak lanjut kuliah."
"I'm a '94 liner."
"I'm a '92 liner."
Wendy mengangkat alis. "Should i call you with 'Kak'?"
"Ugh, no. It makes me feel old." Jae menolak. "Go on."
Wendy terdiam untuk beberapa detik, sebelum kemudian lanjut mengucapkan fakta selanjutnya tentang dirinya kepada Jae.
"Gue tadi pergi ke KFC karena orang tua gue berantem."
Jae terkejut karena fakta yang tiba-tiba diungkapkan Wendy, namun ia berhasil mengendalikan raut wajahnya agar terlihat biasa saja. Ia tetap bisa menatap kedua mata Wendy dengan tenang.
"Gue tadi pergi ke KFC karena band gue lagi ada masalah."
"Gue muak sama keluarga gue."
"Gue kadang pengen lari dari semuanya."
Keduanya sama-sama terdiam begitu saja. Mereka menatap satu sama lain. Lekat. Degup jantung di dada keduanya menguat, sebelum akhirnya Wendy memutuskan untuk membuang muka, sementara Jae dengan agak canggung meraih gitar yang berada di pangkuannya dan memetik senar secara asal.
"It's enough?" Wendy bertanya untuk memecah keheningan.
"More than enough, i guess."
Wendy mengangguk, masih belum mau menatap Jae dan memilih untuk menatap skate park di hadapannya. Jae jadi ikut menyimpan gitar, memperbaiki posisi duduknya yang semula bersila menghadap Wendy menjadi duduk bersisian dengan gadis itu.
Dalam diam, keduanya mulai menikmati kehadiran satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
23:07 | jaedy [oneshot]
Fanfictionjae;wendy there are no accidental meetings between two souls.