1. Pertemuan

81 13 6
                                    

"Nona Maiza Nurindah?" tanya petugas penjaga loket masuk peron itu sambil memeriksa KTP dan tiketku.

"Benar, Pak."

"Ya, silakan. Keretanya akan berangkat kurang lebih empat puluh menit lagi."

"Terima kasih."

Aku menyeret koper kecilku. Isinya tidak seberapa, hanya beberapa potong baju dan sedikit oleh-oleh dari Uwak Ujang dan istrinya untuk ibuku.

Ternyata benar. Bepergian di hari dan jam kerja seperti ini lumayan nyaman. Stasiun tidak terlalu padat.

Di ruang tunggu peron banyak bangku yang kosong. Aku mendekati barisan bangku yang dekat dengan charger booth. Aku lupa mengisi baterai powerbank-ku tadi malam. Empat puluh menit sepertinya cukup untuk menambah sedikit isi baterainya.

Kuedarkan pandanganku ke sekeliling peron. Semua orang sepertinya sibuk dengan urusannya masing-masing. Aku duduk dan mulai menyalakan ponselku. Beberapa pesan instan masuk.

Ada dari ibu, menanyakan apakah aku jadi pulang ke Jakarta hari ini. Kubalas cepat: 'Iya, Bu. Ini sudah di stasiun. Nanti siang sudah sampai rumah, insyaallah.'

Ada pesan dari Nina, teman kerjaku. Sama seperti ibu, dia juga menanyakan rencanaku pulang ke Jakarta. Biarlah. Tidak usah kubalas. Nanti saja akan kutelepon dia saat sudah di rumah. Kunyalakan musik, memasang earphone di telinga, dan mulai melamun.

Lima hari di Bandung ternyata berlalu lumayan cepat. Tapi aku lega. Benar kata orang-orang. Aku memang butuh liburan. Tidak perlu liburan yang mahal. Intinya berpindah posisi dan lokasi saja. Ternyata dampaknya lumayan untukku. Pikiranku jadi segar, walau di rumah Uwak Ujang sebenarnya aku tidak ke mana-mana. Hanya beberapa kali ikut Uwak berdagang di pasar malam dekat rumahnya, juga menemani istri Uwak belanja ke pasar, aku sudah senang sekali.

Satu hal yang juga baru aku sadari. Naik kereta itu menyenangkan. Aku memang belum pernah naik kereta sebelum ini. Kampungan? Ya, bisa dibilang begitu. Habisnya, mau ke mana juga aku naik kereta, 'kan? Perjalanan jauh dengan tujuan utama berlibur tidak pernah ada dalam hidupku.

Selain tidak ada anggaran untuk berlibur, aku juga tidak tahu mau ke mana. Liburanku ke Bandung kali ini murni disponsori oleh Pak Bayu, pemilik toko perlengkapan outdoors tempatku bekerja, dan Abi, sahabat baikku. Mereka bekerja sama untuk mengirimku liburan sebelum kepalaku meledak, kata mereka. Hahaha. Ada-ada saja.

Aku memilih Bandung juga karena hanya di sini ada saudara yang bisa aku datangi. Yang terjauh, maksudku. Keluarga lainnya ada di Jakarta semua. Tidak jauh dari rumahku malah. Ya, bagaimana mau berlibur ke rumah mereka kalau setiap hari sudah bertemu?

Selain itu, kalau harus pergi ke tempat jauh dan tidak ada yang kukenal di sana, aku belum punya nyali alias tidak berani. Aku ngeri membayangkan berada di tempat asing dengan orang-orang yang asing pula. Belum apa-apa sudah panik duluan. Jadi, mendatangi rumah Uwak Ujang di Bandung memang pilihan yang tepat.

Suara petugas mengumumkan bahwa kereta yang akan kunaiki sudah datang di jalur 2, membuatku melirik kereta yang melaju perlahan sekali karena akan berhenti itu. Kalau tidak salah, tempat dudukku nanti ada di gerbong dua. Berarti aku harus jalan ke arah kiri nantinya. Aku berdiri untuk mengambil powerbank-ku. Memasukkannya ke totebag, lalu berjalan menuju kereta.

Ada petugas cantik menunggu di pintu gerbong. Dia menyapaku. Aku berbasa-basi menanyakan letak gerbong dua, padahal tulisannya sudah terpampang dengan jelas di dinding gerbong.

Mbak petugas itu memeriksa tiket yang kusodorkan, lalu menunjukkan gerbong mana yang harus kumasuki, juga memastikan bahwa tempat dudukku nantinya ada di deret kiri gerbong. Aku mengangguk dan berjalan lagi setelah mengucapkan terima kasih.

Just A Bad DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang