Chapter 9

11 3 4
                                    

Jalan-jalan sore dengan awan yang indah, angin yang berhembus sedang mengayun panjangnya rambutku. Akankah besok aku masih bisa melihat suasana sore diluar ini?, memang tidak ada yang tau besok akan seperti apa...karena hanya Tuhan yang mengendalikan semuanya dan manusia hanya bisa menerka-nerka.

Aku sungguh akan rindu suasana ini jika memang waktunya aku tidak bisa mengijakkan kaki dibumi ini lagi. Tapi selalu saja aku bingung bagaimana nantinya Ana aku tinggal sendiri, apakah Ana akan terus melamun? terus menangis setiap malam? menyendiri dikamarnya? menangis diguyuran air yang amat dingin dengan penuh luka dibadannya? huft pusing sekali memikirkannya~

Ana, dia itu perempuan yang hebat,murah senyum,periang,receh krispi,galak,dan pemarah tentunya hahahaha (sambil menatap Ana didepan sedang melihat indahnya langit). Sifatnya seperti itu kadang ada saja yang tidak suka terhadapnya, ya akupun tidak bisa memaksa semua orang menyukainya.

 Cerita sedikit 'dulu' dia suka sama lelaki gajauh tetangga dan kaka kelasnya waktu itu tapi alasan kakak kelasnya saat itu freak banget hanya karena 'gasuka sama 1 sifat Ana', aku dan Ana memikirkan itu tiap hari sambil memikirkan ucapan kakak kelas yang Ana suka, tapi itu 'dulu' karena sekarang Ana hanya perempuan yang memakai topeng. Memperlihatkan sifat aslinya tidak dia tunjukkan pada keluarganya tapi hanya orang-orang terdekatnya.

"Heiii! melamun saja!" sengaja aku kagetkan dia hahaha (sifat usilku yang aku tunjukkan hanya pada Ana)

"ihhhh apasih ngagetin aja! (dengan wajah cemberutnya) aku bukan melamun, aku sedang lihat bintang" ucapnya yang absurd sekali.

"Hei bodoh mana ada bintang disore hari??" aku jawab dengan kesal.betapa bodohnya dia ya Tuhan.

"Kau saja yang tidak tau!" balasnya yang tidak mau kalah

"An, apakau rindu padanya? atau rindu mereka juga?" tanyaku dengan suara pelan

"Aku hanya rindu dia, tidak dengan mereka" balasnya dengan sedikit lantang dengan wajahnya yang berubah datar.

"Kalau aku pergi jangan berpikiran untuk ikut dia ya? karena dia memang dipanggil langsung oleh Tuhan bukan mengikuti jejak seseorang" ucapku

"Sudah kubilang bukan, aku tidak akan mengijinkan kamu untuk pergi. Dan hal itu aku masih memikirkannya walaupun kamu masih ada disisiku." ucap Ana masih dengan wajah datar tappi matanya yang memerah.

"Kamu bukan Tuhan yang bisa mengendalikan semuanya An!." sergahku dengan sedikit kesal karena keegoisannya.

"Aku tinggal berdoa pada Tuhan, mudah bukan?" balasnya

"ANA TEMPATKU BUKAN DISINI!!". aku marah karena inilah sifat yang aku sangat tidak suka darinya, yah walaupun aku juga seperti itu tapi tidak seegois Ana.

"Aku tidak peduli." balasnya cepat, lalu pulang kerumahnya.

Huft...aku belum pergi saja sudah begini. Bagaimana jika aku pergi?










_____________________________________________________

kadang bingung ini tuh nyambung apa nggak sih sama chapter sebelumnya wkwkkwkwk

Boleh nanya dikolom komentar sebanyak-banyaknya, karena tinggal 1 chapter lagiiii!!! heheheh

N I R M A L A (e  n d)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang