conflik

20.5K 407 14
                                    

      "William, kesinilah..." panggil Jenny yang saat itu duduk di depan pianonya, William melangkah mendekat dan berdiri disamping piano besar itu membuat Jenny tersenyum tipis. "Maksudku ke sini, duduk di sampingku." ucap Jenny lagi. 

"Tidak, Nona, saya tidak bisa melakukannya." 

"Ayolah William, ini perintah! Apa kau tahu kalau aku adalah murid terpandai saat pelajaran musik, bahkan aku sudah melakukan beberapa kali konser besar." hardik Jenny, mau tak mau William pun menurut, duduk tepat di samping gadis itu. 

"Ma'af saya tidak tahu, Nona." 

Jenny mengibaskan tangannya sambil terkekeh. "Terserah jika kau tak tahu itu, but this song special for you... just for you." bisik Jenny tepat ditelinga William, perlahan Jenny menekan tuth-tuth pianonya dengan begitu merdu, senyum tipis masih mengembang dikedua sudut bibirnya. 

Jenny tertawa sambil menggenggam kedua tangannya, kemudian dia melirik ke arah William. 

"Apakah permainan pianoku bagus? Apakah suaraku indah?" tanya Jenny penuh selidik. 

"Ya nona, indah." jawab William. 

"Apakah kau senang?" William memiringkan wajahnya menatap lurus-lurus gadis yang di sampingnya itu. 

"Tidak, Nona." jawab William membuat Jenny menghela napas panjang. 

"Pampaknya usahaku belum membuahkan hasil," dengus Jenny sambil menatap langit-langit rumahnya. 

"Bisakah aku bertanya padamu tentang hal pribadi?" 

Jenny menatap William, lelaki itu masih terlihat tenang. 

"Ma'af, Nona, para anggota FBI selalu menyembunyikan identitas dan hal-hal pribadi didalam pekerjaannya, bahkan kita akan merubah identitas kita setiap kita berada di Negara yang berbeda."

Jenny hanya diam tak bisa memaksa William untuk menceritakan kehidupan pribadinya jika memang lelaki itu tak ingin, namun tanpa sadar tangan Jenny begitu saja memeluk tubuh William, dia mengelus lembut punggung besar William, seolah ingin menenangkan lelaki itu. Dia tidak tahu, tapi ada rasa sakit dan terluka yang William tampakkan dan hal itu membuat Jenny ingin selalu membuat William bahagia. 

***** 

"Ma'af saya harus memeriksa makan siang, Nona Jenny." 

Pembantu rumah Jenny memutar bola matanya dengan jenggah, dia merasa menjadi salah satu orang yang dicurigai semenjak kedatangan William di sini, bukan hanya dia tapi seluruh orang yang ada di sini. 

"Tapi ini hanya makanan sehari-hari Nona Jenny, dan saya tidak meracuni Nona Jenny, Tuan William." ucap pembantu itu dengan nada ketusnya. 

"Ma'af sudah menjadi pekerjaan saya untuk selalu curiga dan wasapada kepada setiap orang, dan saya tidak pernah menuduh Andalah yang mungkin melakukannya, bisa saja orang lain yang memberikan racun atau semacamnya pada makanan ini ketika Anda lengah." 

Pembantu itu hanya mencibir kemudian menyodorkan makananya yang ada di tangannya. 

"Silahkan Anda mencoba, dan saya harap Anda tidak mati keracunan karena makanan saya ini." ucap pembantu itu ketus, William meraih sendok dan mencicipi seluruh menu yang ada di nampan itu, setelah semuanya oke dia langsung meraih nampan dari tangan pembantu itu.

"Jadi kau ribut lagi dengan Lisha?" tanya Jenny saat keluar dari kamar mandi, gadis itu tampak sudah terbiasa mengekspos tubuh telanjangnya di depan William. 

"Dia masih belum terbiasa dengan pekerjaan saya, Nona." 

Jenny tersenyum simpul sambil berjalan mendekati William. "Aku sedang ingin makan siang yang lain William... ada menu yang lebih menggiurkan dari pada makanan-makanan itu, yaitu kamu." bisik Jenny duduk tepat di pangkuan William. 

Setelah percintaan mereka yang panas Jenny memandangi lekat wajah William. Jenny tersenyum tipis sambil mencium sekilas William kemudian meraih sesuatu yang ada dilaci nakas samping tempat tidurnya. Dia memakaikan sebuah kalung di leher jenjang William 

"Kalung ini sebagai bukti kalau kau milikku William dan hanya milikku, aku juga memakainya satu, aku sengaja memesan disalah satu toko perhiasan terkenal di sini, dan percayalah takkan ada yang menyamai kalung ini."

Jujur William sama sekali tak mengerti dengan clien satu ini, permintaanya berbeda dari clien-clien lainnya, sikapnya begitu hangat seolah tak menanggap dirinya hanyalah seorang pengawal pribadi semata, dan yang semakin membuat William bingung adalah permintaan konyol gadis kecil ini untuk bercinta, karena jujur setelah kepergian Rose, Jenny adalah wanita kedua yang tidur dengannya. Meski William tahu, tak jarang dari clienya dulu sering merayunya, entah kenapa hanya gadis ini yang berhasil membujuknya melakukan aktifitas panas di ranjang.

**** 

 William tertegun saat diajak Jenny di sebuah restoran mahal, dengan seyum mengembang Jenny bergelayut manja di lengan kokoh William. 

"Apakah anda sedang ada acara makan malam dengan kekasih Anda?" tanya William sambil melihat kanan-kiri dengan sigap. 

"Aku tak memiliki kekasih William, jadi berhentilah bicara seperi itu, dan jika memang aku memiliki kekasih, itu adalah kau..." Jenny menghentikan perkataannya kemudian dia menggeleng. "Ya, maksudku kekasih diatas ranjangku." lanjut Jenny membuat William mengangguk.

Dia sengaja mengatur sebuah makan malam romantis untuk dirinya dan William, berdansa dan minum wine bersama sampai akhirnya nanti mereka akan menghabiskan malam dengan percintaan-percintaan panas lainnya. William menebarkan pandangannya ke seluruh ruangan restoran, restoran itu sepi, hanya ada dua kursi dan satu meja di tengah-tengah ruangan besar itu, juga satu pelayan yang sedang berdiri di sana. 

"Nona, apa maksudnya ini?" tanya William lagi. 

"Tentu saja acara makan malam, apakah kau pikir kita akan mandi bersama di sini?" goda Jenny dengan seringainya. 

Mereka berdua makan malam dalam diam sambilsesekali Jenny melirik ke arah William, dia menyesap anggurnya lalu meletakkanlagi di atas meja. 

"Jadi, apakah kau senang William dengan ini?" tanya Jennymembuat William mengerutkan keningnya. 

"Apakah Anda melakukan ini semua hanyaagar aku bisa senang?" tanya balik William membuat Jenny menggaruk tengkuknya. 

"Bukan seperti itu, aku hanya ingin melakukannya saja. Aku cuma penasarandenganmu mungkin, apakah kau bisa menunjukkan salah satu ekspresi wajahmu yanglain selain ekspresi datarmu itu." ucap Jenny hati-hati. 

"Apa kau mengalamisejenis yeaah, pencucian otak?" 

William mengerutkan keningnya kemudianmenggeleng. 

"Saya hanya tidak bisa merasakan apa pun, bukan seperti pencucianotak atau pun yang lainnya." jelas William. "Jadi, selama sebulan kau bersamakukau tak pernah merasakan senang atau bahagia?" tanya Jenny seolah tak percaya. 

"Ma'af, Nona, saya tidak merasakan apa pun," 

Jenny menghela napas panjangkemudian memiringkan wajahnya ke arah lain, mencoba menahan air mata yang hendakjatuh dari kedua sudut matanya. Jenny meraih wajah William lalu melumatbibirnya penuh cinta membuat William membalas lumatan itu dengan panas. 

My Hot SheriffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang