06

32 6 0
                                    

Lapangan

Matahari pagi ini nampaknya tak bersahabat. Derai Teresa keringat membasahi kening gadis manis itu. Ia berkali-kali mengusap tetesan keringat tersebut.

Derap langkah kaki menghampiri gadis itu dan tentunya orang disampingnya ini. "Sikap tegap dek," teriak kakak OSIS itu.

"Iya, kak." Suara Ziha terdengar lirih. Peluh yang jatuh kian tak dapat di kontrol. Ditambah lagi tenggorokan yang terasa kering membuat gadis itu ingin pingsan.

"Oh my God. Kulit gue yang mulus bisa terbakar," keluh perempuan di samping Ziha. 

"Kalau modal perawatan mah gitu, kena panas dikit aja takut kebakar. Nggak alami sih," sindir an pedas dari mulut Ziha.

Orang itu nampaknya tak terima. Ia berjalan mendekati Ziha dan siap untuk beraksi.

"Lo ca-,"

Berhubung waktu dihukumnya usai, ia berjalan pergi meninggalkan si menor begitu saja. Bukan ia takut, namun kekeringan di tenggorokannya membutuhkan air untuk membasahi.

Wajah orang itu nampak jelas menunjukkan ia sedang sebal.

***

Api dapat dipadamkan dengan air. Begitupun keadaan Ziha sekarang. Emosi yang terpendam di kepalanya membut gadis itu harus mencari sesuatu yang bisa memadamkan.

Mobil pemadam kebakaran, thor? Bukan:(

Gadis itu mengarah ke orang yang melambaikan tangan ke arahnya.

"Huh, akhirnya." Ia mengambil minuman hijau segar di depannya lalu menyedot hingga tak tersisa.

Sang pemilik minum mendengus kesal. "Zi, minuman aku itu," rengekannya. Ia meratapi minuman segar yang hanya menyisakan gelas itu.

"Hehe, kamu nggak kasihan sama aku emangnya, Re." Ziha melanjutkan aksinya menyantap seporsi batagor milik Reta. Rasanya sungguh nikmat.

"Iya deh iya,"

"Nggak ikhlas nih?" tanya Ziha pada sahabat satu-satu nya ini.

"Ikhlas Ziha, aku mau beli lagi ini." Reta segera berdiri menuju penjual batagor tersebut. "Eh, Re.  Aku nitip batagor satu lagi,"

Reta mengacungkan jempol tanda mengiyakan.

Satu suapan lagi batagor di piring putih itu mendarat mulus di perut Ziha.

"Alhamdulillah, sudah habis." Ia meletakkan kepalanya ke atas meja sembari menunggu batagornya datang.

Matanya terpejam menikmati hembusan dari semilir angin hari ini. Suasana menghanyutkan dan enak untuk tidur.

Brak

Suara gebrakan meja membuat gadis itu terkejut. "Astaga," geramnya karena melihat musuh barunya berdiri tepat di hadapannya.

Lantah Ziha berdiri. Api yang tadinya padam kini berkobar lagi.

Tangan orang itu terangkat dan siap mendarat mulus di pipi Ziha. Ditambah kukunya  panjang berwarna hitam.

1 detik
2 detik
3 detik

Tidak terasa sakit di pipi Ziha. Ia membuka mata perlahan. Dan ternyata ... Tangan kotor orang itu dicekal kasar oleh Reta. Ia tak terima sahabatnya itu terkenal masalah sebab orang satu ini.

"Lepas," raung orang itu yang nampak kesakitan.

Reta tersenyum sinis. "Ok, pergi dari sini!!!" usirnya sembari melepas cekalan dengan kasar.

Orang itu menatap kedua sahabat itu sinis dan berlalu meninggalkan kantin. Diikuti pandangan dari penjuru kantin yang kembali ke aktivitas masing-masing.

Mata Ziha nampak berbinar kagum melihat sahabat ter the best nya ini. "Re, aku kira kamu orangnya kalem loh," racaunya.

"Tergantung, Zi."

"Zi, ceritain lah kronologi kejadian barusan." Jiwa-jiwa kepo Reta mulai bangkit.

"Nanti ya Reta sahabat ku. Ziha yang cantik dan imut ini mau menyantap batagor dulu. Kasihan kalau batagornya di anggurin saja," celetuknya.

***

Pulang Sekolah

Waktu menyenangkan adalah ketika bel tanda berakhirnya pembelajaran berbunyi. Sorak gembira terlihat dari semua siswa-siswi.

Seperti suasana SMA Nusa Bangsa siang hari ini. Peserta MOS tampak terlihat sumringah karena akan kembali ke sarangnya masing-masing. Artinya, meraka tidak lagi terikat oleh peraturan-peraturan yang tidak bisa di tebak alurnya.

Para orang tua, supir pribadi, bahkan taksi/ojek online berjubel dengan kendaraan mereka menjemput para peserta MOS.

Reta membuntuti Ziha kemanapun gadis itu pergi. "Ayolah Zi ceritain." Rengekan yang membuat telinga Ziha terasa panas.

Ziha mendengus. "Di taman depan saja, yuk!"

Kedua gadis remaja itu berjalan santai menuju taman depan yang jaraknya lumayan jauh dari ruang kelas.

"Ayo cepat cerita!" ucap Reta penuh penekanan di setiap katanya.

"Jadi ... Jeng jeng jeng, nungguin ya."

Reta yang tadinya fokus dibuat cemberut oleh gadis cantik satu ini.

"Tadi aku itu ...."

Bla

Bla

Bla

Bla

Bla

"Gitu ceritanya,"

Reta menggulung lengan bajunya."Dasar si menor emang ya."

"Zi, aku penasara-"

"Penasaran apa?" sahutnya tanpa diminta.

"Kok si menor tuh benci banget sama kamu, ada apa ya?"

Nah kan jiwa-jiwa kepo Areta Naumi Harlin nampaknya mulai tumbuh. Membuat Ziha bergeleng kepala.

"Mana aku tahu, Re." Gadis itu menarik tangan Reta menuju gerbang. Disana sudah stand by ojol pesanan Ziha.

"Re, itu ojol aku sudah nunggu. Yuk pulang. Supir mu juga sudah nunggu dari tadi ya kan," bisiknya.

"Astaga ternyata kita sudah 23 menit ngobrolnya, hehe." Reta sembari memandang jam tangan yang melingkar cantik di tangannya.

"Sampai jumpa besok." Tanpa disadari mereka berucap bersamaan. Hal itu menimbulkan tawa dari kedua sahabat itu.

***

Hay teman-teman
Jangan lupa vote dan komen agar author semangat nulisnya 💞
Dan maaf masih banyak typo

Next;)

Minggu, 06 September 2020





























ZIHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang