Bisa gak sih untuk gak ganggu sekali aja?
Teruntuk kamu
Berhentilah menjadi tujuan rinduku
Aku sudah tak ingin bermain-main
Inginku melepasmu namun kau enggan pergi dari rumah ini
Tempat ini telah rusak terdorong rindu
Rindu yang tak kunjung berakhir
Karena ia lupa caranya membalas
Kau buta dengan ribuan rindu yang menghampiri
Kau tak pernah bertanya rindu milik siapa
Kau hanya tau senangnya dirindukan
Tanpa kau pernah berpikir tuk membalasnya
-Fzh5Sep20
Seutas puisi yang baru saja Zhara tulis di Diary nya ini menggambarkan perasaannya saat ini yang terus merindu tanpa adanya balasan, bagaimana balasan itu ada kalo tersampaikan saja tidak. Ah sudahlah, kali ini mungkin rindunya tak tersampaikan tapi bisa sajakan orang yang dirindukan jauh disana sedang memikirkan kita. Positif thingking saja!
Rasanya puisi tersebut tak cukup menggambarkan hati Zhara saat ini, rasanya masih sama sebelum ia menuangkannya dalam puisi.
Teruntuk hati
Jangan biarkan rindu ini pergi bersama orang yang salah
Yang tak tau caranya pulang
Kau berhak memberikannya pada siapapun
Tak harus untuk dia
Aku tau kau kuat tak sepertiku
Kau rela tersakiti demi rindu bersamanya
Aku tak tega melihatmu bersedih
Hati yang setia
Ajari aku sekuat dirimu
Menebar senyum pada orang yang menyakiti
Seakan semua baik-baik saja
-Fzh5Sep20
Cukup! Zhara tak kuat lagi menahan air matanya yang lolos begitu saja. Ya, Zhara selalu menangis jika ia menulis puisi. Membacanya ulang saja ia tak sanggup kali ini. Rasanya bagai ada orang yang menusuknya secara tiba-tiba. Ia selalu terbawa suasana jika sudah seperti ini.
Zhara segera menutup buku Diary nya dan menyimpannya kembali ke tempat awal ia mengambil buku tersebut dan ia mulai terlelap ke dalam mimpinya dengan air mata yang masih membasahi pipi.
***
Pagi yang cerah, matahari yang bersinar terik tak sesuai dengan hari-harinya Zhara yang selalu menyembunyikan kesedihannya dalam diam. Yaps, Zhara setiap malam selalu begadang entah tujuannya untuk apa padahal tak ada hal yang membuatnya harus begadang setiap malam sambil sesekali ia menangis terbawa suasana yang sedang ia pikirkan saat itu.Hari ini suasana sekolah masih sepi karena angka jarum jam masih menunjukkan pukul 06.00 WIB, hanya ada beberapa siswa saja yang sudah berada di area sekolah. Koridor kelas 12 pun yang dekat dengan gerbang utama terlihat sepi.
Setelah sampai di kelas Zhara segera duduk di bangku-nya dan mengeluarkan sebuah novel untuk ia baca karena hari ini ia tengah malas untuk berbicara dengan siapapun. Mood nya sedang tidak baik-baik saja entah apa penyebabnya Zhara pun tak tau.
Suasana kelas seiring berjalannya waktu semakin ramai, teman sekelasnya mulai berdatangan termasuk kedua temannya yaitu Sheila dan Nidya juga sudah berada di kelas.
“Zhar? Ini lo?” Tanya Sheila yang kaget karena tidak biasanya Zhara sampai di kelas sebelum dirinya.
Zhara diam saja tidak menjawab apapun, lebih tepatnya dia mengabaikan kedua temannya itu.
“Zhar, lo kok tumben datang nya lebih pagi dari Sheila?” Tanya Nidya.
Zhara tetap bungkam enggan menjawab pertanyaan temannya itu. Sudah dikatakan bahwa Zhara sedang malas berbicara dengan siapapun dan temannya ini masih tetap setia bertanya? Harus kah Zhara ngasih tau mereka kalau dirinya enggan berbicara?
Menyebalkan sekali.
“HELLOOO!!!”
“Zhara ini temen lo lagi ngomong sama lo, lo gak budek kan? Lo gak tuli kan? Jawab kek!!” Tanya Nidya dengan menaikan volume bicaranya.
”Nggak!” Jawab Zhara dengan malas.
“Zhar, lo okey?” Tanya Sheila memastikan.
“Yes, I’m okey”
“Lo kenapa? Ada masalah?” Tanya Sheila sambil duduk di sebelah Zhara “Sini cerita” sambung Sheila.
Zhara tersenyum tulus dan menjawab “Nggak Shei, makasih ya”
“PAGI ANAK-ANAK” baru saja Sheila akan menjawab, namun sudah di dahului oleh guru matematika yang baru saja masuk.
***
Tringg…..
Bel istirahat pun berbunyi, semua siswa segera berhamburan menuju kantin tercintanya untuk mengganjal perutnya yang lapar.
“Ke kantin yuk?” Ajak Sheila.
“Kalian aja!”
“Loh kenapa?” Tanya Nidya.
“Gapapa” jawab Zhara.
“Mau nitip apa? Nanti gw belikan” Tawar Sheila.
Zhara menggeleng sebagai jawaban “Gak perlu Shei, makasih”
Sheila dan Nidya pun langsung menuju kantin karena mau dibujuk bagaimanapun Zhara akan tetap keras kepala. Lagian anak itu hanya memesan minum jika diajak ke kantin. Entahlah Zhara semakin hari semakin menutup diri.
“Ra!” Panggil seseorang.
“Ra!”
“Ayo sini! Disitu ada taman kecil indahh bangetttt!” Ajak seseorang.
“Ayo kak, Aku pernah pergi kesana dan kakak harus kesana juga!” Ajak seseorang yang usianya lebih muda dari yang tadi berbicara.
Mereka bertiga berlari menuju sebuah taman kecil dipinggir jalan raya yang jaraknya hanya beberapa langkah lagi.
Panggilan itu, seperti tak asing lagi. Panggilan yang sudah menjadi kebiasaan. Tapi panggilan itu untuk siapa? Lalu siapa orang yang memanggilnya.
Mereka siapa? orang yang dipanggil “Ra” itu siapa? Kenapa aku melihat mereka dan aku merasakan bahwa aku ada bersama mereka? Sebenarnya ini kenapa? Apa yang terjadi? Mengapa mereka ada?
“Zhara!” Sapa seseorang membuyarkan lamunan Zhara.
“Hah!”
“Eh Kak! Ada apa?” Tanya Zhara setelah kesadarannya kembali.
“Gak ke kantin?” Tanya Natra.
“Nggak!”
“Ke kantin bareng yuk!” Ajak Natra.
“Nggak deh kak, kakak aja” Jawab Zhara
“Kenapa?”
“Nggak apa-apa, lagi males aja” Jawab Zhara sedikit tersenyum, berharap cowok yang ada dihadapnnya ini segera menghilang dari pandangannya.
“Anter ke perpus yuk?” Ajak Natra.
***
.
.
.
.
.
.Kira-kira Zhara mau gak ya??
Jawabannya ada di part berikutnya 🔜Jangan lupa vote dan comment yaa...
Terima kasih sudah mampir 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Directionless
Teen FictionAku adalah seseorang yang selalu memikirkanmu kala sendiri. Memikirkanmu, apakah kau bahagia setelah aku pergi dari kehidupanmu? Apa kau sudah menemukan seseorang yang baru? Yang bisa menggantikan posisiku kala itu. Posisi dimana aku menemukan sebu...