"Make up?" seru Aisyah seraya mengabsen barang-barang yang akan mereka bawa.
"Check!" jawab Rani.
"Ikat rambut?" seru Epti
"Check!" jawab Rahma.
"Pelangi botak bundar?" seru Nayla.
"Che-- hah?" Madin menghentikan ucapannya, ia berpikir sejenak. "Apaan tuh?" lanjutnya.
"Apa lagi kalau bukan lolipop?" Nayla tersenyum lebar, ia menunjukkan beberapa lolipop kepada Madin.
"Udah ya, kalau gitu kita langsung naik mobil. Mang Piman nungguin dari tadi loh, ayo!" ujar Fatonah kala teman-temannya telah menyiapkan semua perbekalan mereka.
Sekarang telah tiba saatnya mereka menggapai bintang yang telah lama hilang. Mereka berharap, ia akan kembali dan dapat berkumpul seperti hal nya dulu.
Dua tahun bukanlah waktu yang lama, mengumpulkan bekal dan menyiapkan jasmani agar tetap fit. Baik di perjalanan maupun di tempat tujuan.
Sebetulnya, sangat menjadi beban bagi Fatonah dan Rani karena mereka mencari bekal dengan keringat sendiri untuk kebutuhannya dan untuk para sahabatnya. Walaupun ada di kalangan orang berada, namun mereka tetap tak ingin menyusahkan orang tua.
Apalagi sekarang mereka sedang berkuliah semester lima, selisih empat semester dengan Aisyah yang satu jurusan di semester yang sama dengan Syalma, jika masih ada.
CEKREK! CEKREK!
Suara kamera handphone terus terulang memecahkan keheningan di dalam pesawat.
"Dah berapa ribu kali lu ngambil foto, Tar? Gak pegel lu?" cetus Candra.
"Tadi gue cek sekitar seribu foto sih, gak pegel kok. Sayang kalau gak foto, biaya pesawat mahal," jawabnya yang masih stand by memegang benda pipih tersebut dan hanya dibalas dengan mata malas Candra.
"Huwek ... gue pengen muntah," ujar Sonia sambil memegang perut dan membekap mulutnya sendiri.
"Gile, malu-maluin aja lu, Tong." Aida menggeram sesaat, padahal ia akan makan makanan yang telah disiapkan pramugari tadi. Ia mulai mengoleskan minyak angin pada tubuh Sonia. Gini-gini juga Aida bisa menjadi sosok seorang ibu, mahmud lebih tepatnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~Akhirnya mereka mendarat di tempat tujuan, Malaysia. Tidak sia-sia rasanya mengumpulkan uang. Selain untuk bertemu dengan Zahra mereka juga memimpikan untuk bisa pergi ke negara ini.
"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga. Aaaa ...." Nayla memeluk Madin dengan sangat erat, bahagia sekali rasanya bisa menginjakkan kaki di negara ini.
"Aduh, gue gak bisa nafas, lepasin oy!" seru Madin.
"Hello, saya Soldi. Kau orang mesti orang baru kan? Maaf ye, ini kali pertama saya berjumpa dengan kau orang. Adakah anda memerlukan pertolongan?" kata seorang laki-laki yang menghampiri mereka.
"Walah, ganteng banget. Moga aja pendamping hidup gue kayak gitu," bisik Aisyah pada Rani. Namun, Rani hanya melongo melihat laki-laki yang bertanya pada mereka.
Sesaat, Soldi juga memenatap Rani. Namun ia segera menundukkan kepalanya karena takut kalau melihat terlalu lama akan menjadi zina mata.
"Iya, kami membutuhkan penginapan dekat RS Central Medical ini," jelas Fatonah.
"Oh, saya tahu tempat tu, jom ikut saya! Emm, boleh kah saya membawa koper awak?" tanya Soldi pada Rani.
Rani hanya diam, ia tidak berkutik dan terus memandang Soldi tanpa berkedip.
"Awak okay?" tanya Soldi keheranan.
"Emh, pantesan aje. Ran, ditanya sama Kak Soldi tuh!" Rahma menyenggol tangan Rani.
"Eh? Oh i-iya, bo-boleh kok. Nama saya Rani hehe," ucap Rani gelagapan.
"Ppft, lu lucu banget sih Ran, dia gak ada tanya nama lu tuh." Candra tidak bisa menahan tawanya, ia mentertawakan Rani diikuti dengan teman-teman lain.
Dan Rani hanya bisa menyembunyikan wajahnya di balik punggung Rahma, ia malu bukan main.
•••
Seusai membereskan barang-barang, mereka pun merebahkan tubuhnya di ranjang penginapan. Ternyata hanya beberapa meter jarak penginapan dengan rumah sakit.
"Faton, ayok kita ke Zahra! Gue dah rindu banget sama dia, pengen ketemu sekarang. Yuk!" ajak Epti.
"Besok aja, lagian kita baru nyampe. Dan terlebih lagi kesian sama Sonia, ia mabuk tadi," jawab Fatonah sambil mengusap-usap kepala Sonia yang saat itu tengah tertidur.
"Jangan kesian sama Sonia nya doang dong, gue yang capek tau! Padahal, tadi kan gue mau makan," protes Aida.
"Gak ikhlas bener sih, lu!" pekik Candra.
"Tau nih, yang Aida pikirin cuma makanan doang. Tapi tubuhnya kok tetep ramping ya, gak ngisi-ngisi," ejek Nayla.
"Et dah gak papa kali, ramping juga kan tetep sehat dan gemoy. Iri bilang bos!" sahut Aida dengan menaik turunkan alisnya.
"Idih. Oh ya Ran, tadi tatapan lu ke Kak Soldi kok beda. Lu suka sama dia ya? Cie ... ada pandangan pertama nih," olok Aisyah.
"Cie ... ada yang lagi ketiban cinte Mang Malay nih, ahhay," sambung Rahma.
"Cie ... yang hatinya lagi berbunga-bunga," ucap Candra yang ikut mengolok-olok seniornya.
"Cie ... nikah," ujar Epti yang tak ingin ketinggalan.
"Ih, kalian apaan sih! Nyebelin banget," geram Rani sambil menyubit satu persatu para netizen tersebut.
"Ternyata Rani sekarang galak ya, main cubit aja," tutur Fatonah.
"Bodo amat!" ketus Rani. Ia memasang wajah masam.
CEKREK! Tari memotret pose mimik rani
"Ebuset, lihat! Bwahaha, wajah Rani asem, kek ketek orang yang lagi baca," kekeh Tari yang semakin lama kekehannya menjadi kekehan Mbak Genderewo.
PLETAK!
"Mampus! Gue jitak pala Lo!" murka Madin.
"Nggak, kok. Para reader keteknya gak asem, anda tidak percaya? Rexona percaya. Bener loh, malahan para reader pada cakep-cakep semua. Apalagi kalau vote sama komen, ngehehe. Jangan marah ya sahabat, nanti cepet tua kayak Tante Madun alias Madin," kata Nayla. Anggap aja ini v-log men temen, mhehhe.
*
*
*
*
Bersambung ...
Yang ini potretnya ya, gan;v
KAMU SEDANG MEMBACA
A Trip for Memories(Slow Update)
Teen FictionBanyak hal yang indah di dunia ini, salah satunya persahabatan. Anugrah yang Tuhan berikan untuk kita. Kisah dua belas orang sahabat yang ingin menggapai impiannya dan mencoba untuk tetap bersama. Perjalanan mereka tak mulus seperti wajah yang memak...