7. Sebuah Rasa

19 7 16
                                    

Jalan-jalan sambil tendang buah asem
Rupamu menawan membuatku kesemsem

•••

"Hiks ... hiks ...."

Malam indah penuh makna diiringi dengan suara tangisan. Isak demi isak terus terdengar sampai ke penjuru ruangan. Yang awalnya hening kini terisi dengan suasana penuh haru, membuat semuanya terdiam hanya menjadi saksi abadi.

"Udah dong Zah, jangan nangis terus, gak tega gue lihatnya." Madin mulai mengusap punggung Zahra.

"Bener kata tante, lagian ini udah malem, kita harus bobok biar besok jalan-jalannya lancar jaya," tambah Nayla menyetujui ucapan Madin.

"Hampir satu jam dia nangis, bosen gue tunggunya," ucap Aida.

"Hush, kamu jangan gitu! Siapa tahu dia bisa ingat suatu hal, bukan?" ujar Fatonah.

"Tapi dia cuma nangis, gak ngomong-ngomong. Cukup lama kita ngedieminnya, coba tanya dia kenapa," saran Sonia.

"Zahra, kamu kenapa, Nak? Kok nangis gak ada henti-hentinya? Nanti capek, Sayang. Matanya bisa bengkak loh," ucap Rani dengan lembutnya.

"Bedul. Lu ngomong kek induk ke anak, haha ...." Candra terbahak hanya karena ucapan nada lembut Rani yang baru pertama kali keluar dari mulutnya.

"Bukannya gitu, Rani cuma ngomong dengan irama ekstrak cintah ...." Epti menjelaskan dengan huruf 'h' yang ditebalkan.

"Buset tuh mulut--"

"Aku, aku ... aku gak tau kenapa aku nangis, huwaa ...." Setelah memotong ucapan Rahma, tangisan Zahra kian pecah.

Semua orang tampak terkejut dengan jawaban Zahra tersebut, bahkan Rani, Tari, Aisyah serta Madin refleks melotot memperlihatkan bola matanya yang hampir keluar. Antara kesal, jengkel dan sebal.

Penantian ini ... bayangkan! Empat puluh delapan menit mereka menunggu, Bro. Dan hasilnya? Bukan main, Mamak Fatonah pun tak mampu berucap. Tersenyum paksa seraya mengucapkan, "Tabahkan hati kami, Ya Allah." Hanya kalimat ini yang mampu mereka rafalkan dalam hati.

"Zah--"

"Aku suka kripik singkong ini, hiks. Rasanya, ah, mantap. Kayak orang yang selalu makan kripik ini. Gak tau kenapa rasa ini ... tidak asing bagiku," jelas Zahra disela-sela segukannya. Kedua tangannya mengusap-usap keripik, matanya terus mengalirkan air mata hingga membanjiri pipinya.

"Alhamdulillah, ternyata dia mengingat suatu rasa." Tari mengelus dadanya dan bernafas lega.

"Benar sekali Zah, itu keripik kesukaanmu. Beberapa hari yang lalu aku membuatnya khusus untukmu. Resep dari Bibi Jumsih," kata Fatonah sambil memberikan sisa keripik yang sengaja ia simpan.

Zahra berhenti menangis, ia menerima pemberian Fatonah. Membuka bungkusnya lalu memakan keripik singkong itu. Rasa ini sungguh familiar untuknya. Ia sangat bingung, bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Ia memejamkan matanya, berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi.

💮💮💮
"Ini buat gue dan ini buat Syalma. Rasa balado pasti cocoklah buat dia," ujar Zahra mengangguk-anggukan kepalanya. "Gue mau beli empat aja deh, buat cemilan saat gue nonton Boboiboy nanti. Jadi, totalnya berapa, Bi Jum?"

"Dua puluh ribu, Neng. Harga hari jum'at," jawab Bi Jumsih.

"Jadilah temen sejati gue ya, temenin gue nonton, kripik baik. Muach ...." Zahra bergumam kepada keripiknya diakhiri dengan sebuah kecupan singkat.
💮💮💮

"Keripik? Balado? Syalma? Bi Jumsih?" kata Zahra dengan mata menatap kosong ke depan.

"A-ada apa, Zah? Kamu kenapa?" tanya Aisyah dengan panik. Walaupun Zahra hanya bergumam, namun masih tetap terdengar oleh semua orang.

A Trip for Memories(Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang